Friday 22 May 2015

PERBEDAAN LAMA PERAWATAN BAYI PREMATUR YANG DILAHIRKAN PERVAGINAM DENGAN SEKSIO SESARIA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Sistem Kesehatan Nasional dipakai sebagai pedoman bagi semua penyelenggara upaya kesehatan di Indonesia. Dalam Tjito Herijanto (1994) juga menyebutkan bahwa tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional.
Salah satu indikator untuk menilai derajat kesehatan suatu bangsa adalah dengan melihat angka kematian bayi (AKB). Di Indonesia AKB mencapai 35 per 1000 kelahiran hidup. angka tersebut menurun bila dibandingkan dengan angka kematian bayi yang ditampilkan pada Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI, 1992), yaitu 58 per 1000 kelahiran hidup dan 69% berat lahir rendah (BBLR) (Wisnuwardani, 2001).
Tujuan pembangunan kesehatan sesuai visi Indonesia sehat 2010 meningkatkan kesadaran, kemudian dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk dalam lingkungan dan perilaku sehat untuk memiliki kemampuan dan menjangkau pelayanan kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Indonesia (Depkes RI, 2002).
Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat diamanatkan agar dapat berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan penunjang (Yahmono, 1994), pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit kepada masyarakat maupun upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Yahmono, 1994). Untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin mutu di dalam tindakan, khususnya pelayanan perawatan neonatus, salah satunya yaitu adanya angka kejadian infeksi (Jumiarni, 1995).
Penyakit tetanus neonatorum masih banyak terdapat di negara-negara yang sedang berkembang, terutama di Indonesia. Angka kejadian mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya baru mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Penanganan yang sempurna memegang peran penting dalam penurunan mortalitas. Angka kematian tetanus neonatorum di rumah sakit besar di Indonesia dapat mencapai 80% (Wiknjosastro, H, 2002.)
Angka kejadian BBLR di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1986 adalah 24% angka kematian perinatal di rumah sakit dan tahun yang sama adalah 70% dari seluruh kematian disebabkan oleh BBLR (Prawirohardjo. S, 2002).
Di Propinsi Bengkulu angka kematian bayi akibat persalinan yang prematur menurut Profil Kesehatan Bengkulu pada tahun 1998 yaitu 2,9% dan turun pada tahun 1999 menjadi 0,78% dan pada tahun 2005 presentase BBLR di Propinsi Bengkulu tercatat 0,86%.
Sedangkan di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, berdasarkan data sekunder yang didapat di Medical Record (RM) angka kejadian bayi prematur pada periode Januari sampai Desember 2006 adalah 73 orang yang dirawat di ruang perinatalogi rawat inap.
Neonatal adalah masa sejak dari lahir sampai usia 1 bulan, tepatnya 28 hari. Pada masa ini merupakan yang sangat rawan terhadap gangguan kesehatan, antara lain : hypotermi dan infeksi.
Berdasarkan hal di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat judul penelitian yaitu perbedaan yang signifikan antara lamanya perawatan bayi prematur yang dilahirkan pervaginam dengan seksio sesaria di ruang perinatalogi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

1.2.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan masalah penelitian tersebut adalah apakah ada perbedaan yang signifikan antara lamanya perawatan bayi prematur yang dilahirkan pervaginam dengan seksio sesaria di ruang perinatalogi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
1.3.  Tujuan
1.3.1.      Tujuan Umum
Untuk mempelajari perbedaan yang signifikan antara lamanya perawatan bayi prematur yang dilahirkan pervaginam dengan seksio sesaria di ruang perinatalogi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
1.3.2.      Tujuan Khusus
1.      Untuk mengetahui gambaran tentang jumlah bayi prematur di ruang perinatalogi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
2.      Untuk mengetahui gambaran lamanya perawatan bayi prematur di ruang perinatalogi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
3.      Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara lamanya perawatan bayi prematur yang dilahirkan pervaginam dengan seksio sesaria di ruang perinatalogi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

1.4.  Manfaat Penelitian
1.4.1.      Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan untuk mengembangkan ilmu keperawatan khususnya tentang perawatan bayi prematur.
1.4.2.      Bagi Rumah Sakit
Sebagai informasi bagi pihak manajemen rumah sakit mengenai pelayanan perawatan terhadap penanganan atau perawatan bayi prematur.
1.4.3.      Bagi Peneliti Lain
Sebagai masukan bagi peneliti lain untuk meneliti lebih jauh tentang hal-hal yang berkaitan dengan perawatan bayi prematur.
1.4.4.      Bagi Masyarakat
Sebagai anjuran kepada masyarakat terutama ibu yang melahirkan bayi prematur baik secara pervaginam maupun secara seksio sesaria tentang pentingnya perawatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  Prematuritas
2.1.1.    Pengertian
Prematuritas merupakan penyebab utama dari kelainan dan kematian pada bayi yang baru lahir. Beberapa organ dalam bayi mungkin belum berkembang sepenuhnya, sehingga bayi memiliki resiko tinggi untuk menderita penyakit tertentu. Prematuritas adalah suatu keadaan yang belum matang yang ditemukan pada bayi yang lain ketika usia kehamilan belum mencapai 37 minggu (www.info-sehat.com/conten.php?s_sid=917, 2007).
Bayi prematur menurut Manuaba (1998) adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Persalinan prematur menurut Saifudin  (2002) adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-27 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Bayi prematur menurut M. Sachrine (1986) adalah bayi yang dilahirkan sebelum 37 minggu dari hari pertama menstruasi terakhir dianggap mempunyai masa gestasi yang terpendek.



2.1.2.    Klasifikasi Prematur
Menurut Usher (1975) terdiri dari 3 kelompok bayi, yaitu :
1.      Bayi yang sangat prematur (extremely premature) : 20-30 minggu. Bayi dengan masa gestasi 24-27 minggu masih sangat sukar hidup terutama di negara yang belum atau sedang berkembang. Bayi dengan masa gestasi 28-30 masih mungkin bisa hidup dengan perawatan yang sangat intensif (perawatan yang sangat terlatih dan menggunakan alat-alat yang canggih) agar tercapai hasil yang optimum.
2.      Bayi pada derajat prematur sedang (moderately premature) : 31-36 minggu. Pada golongan ini kesanggupan untuk hidup jauh lebih baik dari golongan pertama dan gejala sisa yang dihadapinya di kemudian hari juga lebih ringan, asal saja pengelolaan terhadap bayi betul-betul intensif.
3.      Bayi prematur garis batas (borderline premature). Masa gestasi 37-38 minggu. Bayi ini mempunyai sifat-sifat prematur dan matur, akan tetapi sering timbul problematik seperti dialami bayi prematur, misalnya : sindrom gangguan pernapasan, hiperbilirubinemia, daya isap yang lemah, sehingga bayi ini harus diawasi dengan seksama.

2.1.3.    Etiologi
Menurut Syahlan (1997) prematur disebabkan beberapa faktor :
1.    Faktor Ibu
a.   Toksemia gravidarum
b.   Perdarahan anteparum
c.   Trauma ibu, seperti fisik dan psikologis
d.  Nefritis akut, DM
e.   Kelainan uterus
f.    Umur ibu kurang dari 20 tahun dan umur ibu 35 tahun ke atas.
g.   Jarak dua kehamilan terlalu dekat.
h.   Ibu yang merokok, ibu minum alcohol, dan pecandu narkotika.
i.     Pemeriksaan kehamilan yang tidak teratur.
j.     Infeksi.
2.    Faktor janin
a.   Hidromnion
b.   Kehamilan ganda
c.   Kelainan kromosom
d.  Dan ketuban pecah dini
3.    Keadaan sosial ekonomi rendah
4.    Faktor lingkungan
Tempat tinggal di dataran tinggi, radiasi zat-zat racun

2.1.4.    Karakteristik Prematur
Karakteristik prematur menurut Syahlan (1992) :
1.    Prematuritas murni
a.    BB kurang dari 2500 gram
b.   Lingkar kepala kurang dari 33 cm
c.    Lingkar dada kurang dari 30 cm
d.   Masa gestasi < 37 minggu
e.    Kulit tipis dan transparan tampak mengkilat dan licin
f.    Kepala lebih besar dari pada badan
g.   Lanago banyak pada dahi, pelipis, telinga dan lengan.
h.   Lemak subkutan kurang.
i.     Ubun-ubun dan sutura besar
j.     Rambut tipis dan halus
k.   Tulang rawan dan daun telinga immature
l.     Puting susu belum terbentuk dengan baik.
m. Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltic usus dapat terlihat.
n.   Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora (pada wanita), testis belum turun (pada laki-laki).
o.   Bayi masih pada posisi fetal.
p.   Pergerakan kurang dan lemah.
q.   Otot masih kurang hipotonik
r.     Banyak tidur, tangis lemah, pernapasan belum teratur dan sering mengalami serangan apnoe.
s.    Reflek tonik neck lemak.
t.     Reflek menghisap dan menelan belum sempurna

2.    Dismatur
Dismatur adalah merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (KMK) bile pre term karakteristik sama dengan bayi prematuritas murni yaitu bayi lahir pada kehamilan < 37 minggu dan berat badan < 2500 mg.
a.   Kulit terselubung vernik kaseosa tipis/tidak ada
b.  Kulit pucat atau bernoda mekonium, kering keriput dan tipis.
c.   Jaringan lunak di bawah kulit tipis.
d.  Tali pusat berwarna kuning kehijauan.

2.1.5.    Penyulit Bayi Prematur
Menurut Manuaba (1998) penyulit bayi prematur adalah :
1.    Umur kehamilan saat persalinan
2.    Asfiksia
3.    Gangguan metabolisme
4.    Mudah terjadi infeksi
5.    Bila bayi dengan berat badan rendah, cara mengatasi masalah perlu dipertimbangkan kelanjutan penyulit, yaitu gangguan panca indra, gangguan sistem motorik saraf pusat dapat terjadi hedrosefalus cerebrapulsy.
6.    Riwayat persalinan prematur pada kehamilan sebelumnya.
7.    Kadurafla fetoprotein tinggi pada trimester kedua yang menyebabkan tidak diketahui.
8.    Penyakit infeksi yang tidak diobati (misal : infeksi saluran kemih atau infeksi selaput ketuban).
9.    Kelainan pada rahim atau leher rahim
10.Ketuban pecah sebelum waktunya.
11.Plasenta previa (ari yang menutup mulut rahim)
12.Pre-eklamsia (suatu keadaan yang bisa terjadi pada trimester kedua kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah yang tinggi. Adanya protein dalam air kemih, dan pembengkakan pada tungkai).
13.Penyakit jantung dan diabetes mellitus (DM)

2.1.6.    Prognosis Prematuritas
Menurut Mochtar (1998) kematian prenatal pada bayi BBLR delapan kali lebih besar dari bayi normal, prognosis akan lebih buruk lagi bila berat makin rendah. Angka kematian yang tinggi terutama disebabkan oleh seringnya dijumpai kelainan komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi pneumonia, perdarahan intra cranial dan hipoglikemia. Bila bayi ini selamat kadang-kadang dijumpai kerusakan pada saraf dan akan terjadi gangguan bicara, IQ yang rendah dan gangguan yang lainnya.
Menurut Wiknjosastro (2002), prognosis bayi berat lahir badan rendah tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, misalnya masalah gestasi (makin muda masa gestasi atau makin rendah berat bayi makin tinggi angka kematian), asfiksia atau iskemia otak, sindrom gangguan pernapasan, perdarahan intraventrikuler, displasia bronkopulmonal, retrolental fibroplasia, infeksi, gangguan metabolik (asidosis, hipoglikemia, hiperbilirubinemia).
Prognosis pada saat kehamilan, persalinan dan postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan, mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia, hipoglikemia, dan lain-lain).

2.1.7.    Penatalaksanaan
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan dan penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus, maka perlu diperhatikan :
1.   Pengaturan suhu tubuh
Bayi prematur mudah dan cepat sekali menderita hipotermia bila berada di lingkungan yang dingin, kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnya jaringan lemak dibawah kulit dan kekurangan lemak coklat (brown fat) untuk mencegah hipotermi. Perlu diusahakan lingkungan yang cukup hangat untuk bayi dalam keadaan istirahat konsumsi oksigen paling sedikit sehingga tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat di dalam inkubator maka suhunya untuk bayi dengan berat badan :
a.   Berat badan kurang dari 2 kg suhu 35o­C.
b.   Berat badan 2-2,5 kg suhu 34oC, agar ia dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37oC.
2.   Makanan bayi
Pada bayi prematur refleks menghisap atau telan dan batuk belum sempurna, kapasitas lambung masih sedikit, enzim pencernaan terutama lipase masih kurang. Jumlah kebutuhan protein 3-5/hari dan tinggi kalori (110 kal/kg/hari). Agar berat badan bertambah sebaik-baiknya, jumlah ini lebih tinggi dari yang diperlukan bayi cukup bulan.
Pemberian minum diberikan dimulai waktu bayi berumur :
a.     3 jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbiliribuinemia. Sebelum pemberian minum pertama harus dilakukan penghisapan cairan lambung untuk mengetahui ada tidaknya aresia esofagus dan mencegah muntah.
b.     Berumur sudah 5 (lima) hari. Bayi dicoba menyusu pada ibunya, bila ada daya isap cukup baik maka pemberian air susu ibu diteruskan, dan cara pemberian dengan susu botol dengan frekuensi pemberian yang lebih sering dalam jumlah susu yang sedikit (small frequent feeding) frekuensi pemberian berkurang dengan bertambahnya berat badan bayi.  Jumlah cairan yang diberikan pertama kali adalah 1-5 ml/jam dan jumlah ini dapat ditambah sedikit demi sedikit setiap 12 jam.
3.   Menghindari infeksi
Bayi prematur mudah sekali diserang infeksi, ini disebabkan oleh karena daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang, relatif belum sanggup membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik.
Infeksi yang sering terjadi melalui tali pusat, maka diperlukan perawatan tali pusat yang bersih dan steril. Infeksi silang melalui para dokter, perawat, bidan dan petugas yang berhubungan dengan bayi. Untuk mencegah ini :
a.   Diadakan pemisahan antara bayi yang kena infeksi dengan bayi yang tidak terkena infeksi.
b.   Mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah memegang seorang bayi.
c.   Membersihkan tempat tidur bayi segera sesudah dipakai lagi (paling lama seorang bayi memakai tempat tidur selama satu minggu, untuk kemudian dibersihkan dengan cairan antiseptik)
d.  Membersihkan ruangan pada waktu-waktu tertentu.
e.   Setiap bayi harus mempunyai perlengkapan sendiri.
f.    Kalau mungkin setiap bayi dimandikan di tempat tidurnya masing-masing dengan perlengkapan sendiri.
g.   Setiap petugas dibangsal bayi harus memakai pakaian yang telah disediakan.
h.   Petugas yang menderita penyakit menular (infeksi saluran nafas, diare, konjungtivitis dan lain-lain) dilarang merawat bayi.
i.     Para pengunjung orang sakit hanya boleh melihat dari belakang kaca.
Cara perawatan tali pusat menurut Jumiarni (1995) :
1.    Persiapan alat
a.   Betadin 10% dan alcohol 70%.
b.  Kasa kering steril
c.   Baki steril
d.  Korentang dalam tempatnya
e.   Kapas
f.   Aquades steril
g.  Pinset 2 buah
h.  Gunting
2.    Pelaksanaan
a.   Setelah bayi dimandikan dan dikeringkan, bayi tersebut dibaringkan di atas meja atau tempat tidur.
b.  Perawat mencuci tangan
c.   Kasa pembungkus dibuka dan ditetesi dengan aquades steril terlebih dahulu.
d.  Bersihkan tali pusat dari pangkal tali pusat sampai diameter 2 cm dengan kasa steril.
e.   Teteskan betadin 10%, dipangkal tali pusat lalu dibungkus dengan kasa steril, kemudian difiksasi dengan gurita.
f.   Memasang pakaian bayi
g.  Merapikan alat
h.  Perawat mencuci tangan
3.    Hal-hal yang perlu diperhatikan
a.  Perawatan tali pusat harus dilakukan setiap hari setelah mandi atau sewaktu-waktu bila diperlukan.
b.  Daerah tali pusat harus dalam keadaan kering untuk mencegah infeksi.
c.  Bila tali pusat basah, bau, kemerahan, ada cairan atau lendir segera memberi tahu bidan/tenaga kesehatan lainnya.
d. Dilarang menggunakan plaster biasa sebagai penutup/fiksasi

2.1.8.    Diagnostik dan Gejala Klinis
Menurut Mochtar R. (1998) diagnosis dan gejala klinis prematur adalah :
1.   Sebelum bayi lahir
a.   Pada anamnesis yang sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematur, dan lahir mati.
b.   Pembesaran uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
c.   Pergerakan janin pertama (quickening) terjadi lebih lambat, gerakan janin agak lambat walaupun kehamilan sudah agak tua.
d.  Pertambahan BB ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang seharusnya.
e.   Sering dijumpai kehamilan yang oligohidromion / bisa pula dengan hidromion, hyperemisis gravidarum dan hasil lanjut dengan toksemia gravidarum/perdarahan antepartum.
2.   Setelah bayi lahir
a.   Bayi dengan retardasi pertumbuhan intra uterin secara klasik tampak seperti bayi kelaparan, tanda-tanda bayi ini adalah tengkorak kepala keras, gerakan bayi terbatas, vernik kaseosa sedikit atau tdkada, kulit tipis kering berlipat-lipat, tali pusat tipis lembek dan berwarna kehijauan.
b.   Bayi prematur yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu vernik kaseosa ada. Jaringan lemak bawah kulit sedikit, tulang tengkorak lunak mudah digerakkan, abdomen buncit, tali pusat tebal dan segar, menangis lemah, tonus otot hipotonik dan kulit tipis merah dan transparan.
c.   Bayi small for date sama dengan bayi retardasi pertumbuhan intra uterin.

d.  Bayi prematur
Bayi prematur kurang sempurna alat-alat dalam tubuhnya, karena itu sangat peka terhadap gangguan pernapasan, infeksi, trauma kelahiran, hypotermi, dan sebagainya.

2.1.9.    Upaya Pencegahan / Penurunan Kasus Prematur
Menurut Wisun Wardani (2001) perawatan prematur sebagaimana yang kita ketahui dilaksanakan di negara maju ataupun di beberapa rumah sakit rujukan Indonesia membutuhkan biaya yang sangat mahal atau besar, maka upaya pencegahan pada masa pra hamil dan masa hamil menjadi sangat penting.
Menurut Mochtar R. (1998) upaya yang dilaksanakan untuk mencegah terjadinya premature adalah :
1.    Upaya agar melaksanakan antenatal care yang baik, segera melaksanakan konsultasi dan merujuk bila ibu terdapat kelainan.
2.    Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya persalinan prematur.
3.    Tingkat penerimaan KB (keluarga berencana)
4.    Anjurkan lebih banyak istirahat bila kemudian mendekati aterm atau istirahat baring bila terjadi keadaan menyimpang dan kehamilan normal.

2.2.  Persalinan Normal (Pervaginam)
2.2.1.   Pengertian
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Jadi persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu). Lahir spontan dengan persentase belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Sarwono, 2002).
Partus biasa (normal) disebut juga partus spontan adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (Mochtar, 1990).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Mansjoer, 2000).

2.2.2.   Anatomi dan Fisiologi Alat Kandungan
1.      Genitalia Ekstena
Alat-alat genitalia eksterna menurut Sarwono (2002) antara lain:
a.       Mons veneris adalah bagian yang menonjol di atas simfisis pada wanita dewasa ditutupi oleh rambut kemaluan.
b.      Labia mayora (bibir-bibir besar) terdiri atas bagian kanan dan kiri. Lonjong mengecil ke bawah. Terisi oleh jaringan lemak yang serupa dengan yang ada di mons veneris.
c.       Labia minora (bibir-bibir kecil) adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir besar. Ke depan kedua bibir kecil bertemu dan membentuk di atas klitoris dan ke belakang kedua bibir kecil juga bersatu dan membentuk navikulare.
d.      Klitoris
Kira-kira sebesar kacang ijo tertutup oleh preputium klitoridis dan terdiri atas gians klitoridis, korpus klitoridis dan dua krura yang menggantungkan klitoris ke os pubis.
e.       Vulva
Berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka ke belakang dan dibatasi di muka oleh klitoris kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan di belakang oleh perineum embriologik sesuai dengan sinus urogenitalis. Di vulva 1-1,5 cm di bawah klitoris ditemukan orifisium uretra eksternum (lubang kemih) berbentuk membujur 4-5 cm dan tidak jarang sukar ditemukan oleh karena tertutup lipatan-lipatan selaput vagina.
f.       Bulbus vestibule sinistra et dekstra
Terletak di bawah selaput lendir vulva dekat ramusossis pubis, besarnya 3-4 cm panjang, 1-2 cm lebar dan 0,5-1 cm tebal.
g.      Introitus vagina
Mempunyai bentuk dan ukuran berbeda-beda. Pada seorang virgo selalu dilindungi oleh labia minora. Jika bibir kecil ini dibuka maka baru ia dapat dilihat ditutupi oleh selaput dara (himen). Himen ini mempunyai bentuk berbeda-beda, dari yang semi lunak (bulan sabit) sampai yang berlubang-lubang atau yang ada pemisahnya (septum).
h.      Perineum
Terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm.
2.      Alat genitalia interna
a.       Vagina (liang kemaluan)
Merupakan suatu penghubung antara introitus dan uterus, arahnya sejajak dengan arah dari pinggir atau simfisis ke promonforium. Dinding depan dan belakang panjangnya 6,5 cm dan 9 cm bentuk vagina sebelah dalam berlipat-lipat di sebut rugae, di tengah-tengah ada bagian lebih keras (kolumna rugarum). Vagina mempunyai epitel yaitu epitel gepeng tidak bertanduk di bawahnya terdapat jaringan ikat yang mengandung banyak pembuluh darah.
b.      Uterus
Uterus berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang sedikit gepeng ke arah muka belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas otot-otot polos, ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anter versio fleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut dengan vagina dan korpus uteris ke depan membentuk sudut dengan serviks uteri). Uterus terdiri atas : 1) fundus uteri, 2) korpus uteri dan 3) serviks. Uteri adalah bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba fallopi masuk ke uterus, korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar, dan servik uteri adalah bagian serviks yang berada di atas vagina.  
c.       Tuba Fallopii
Tuba fallopii terdiri atas :
1)      Pars interstisialis, bagian yang terdapat di dinding uterus.
2)      Pars ismika merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya.
3)      Pars ampullaris, bagian yang berbentuk sebagai saluran agak lebar tempat konsepsi terjadi.
4)      Infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunyai fimbria.
Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viserale yang merupakan bagian ligamentun latum.


d.      Ovarium (indung telur)
Indung telur terdiri dari buah-buah yaitu indung telur kanan dan indung telur kiri, yang dengan mesovarium menggantung di bagian belakang ligamentum latum kiri dan kanan. Ovarium kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan panjang kira-kira 4 cm lebar dan tebalnya 1,5 cm. Pinggir atasnya atau hilusnya berhubungan dengan mesovarium tempat pembuluh-pembuluh dan serabut-serabut saraf untuk ovarium.
Struktur ovarium terdiri atas :
1)      Korteks disebelah luar yang diliputi oleh epithelium germinativum yang berbentuk kubik dan di dalam terdiri dari stroma serta folikel-folikel primordial.
2)      Medulla di sebelah dalam perteks tempat terdapatnya stroma dengan pembuluh-pembuluh darah, serabut-serabut saraf dan sedikit otot polos.

2.2.3.   Sebab-sebab Mulainya Persalinan
Apa yang menyebabkan terjadinya persalinan belum diketahui secara benar, yang ada hanyalah merupakan teori-teori yang kompleks antara lain dikemukakan faktor-faktor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi.

1.      Teori Penurunan Hormon
1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun..
2.      Teori Plasenta Menjadi Tua
Akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah, hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
3.      Teori Distensi Rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemia otot-otot rahim, sehingga mengganggu sirkulasi utero plasenter.
4.      Teori Iritasi Mekanik
Di belakang serviks terletak ganglion sevikale (fleksus frankenhauser). Bila ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin, akan timbul kontraksi uterus.

2.2.4.   Tanda-tanda Permulaan Persalinan
Menurut Mochtar (1998), tanda-tanda permulaan persalinan adalah :
1.      Lightening atau setting atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida. Pada multipara tidak begitu kentara.
2.      Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.
3.      Perasaan sering atau susah kencing (polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
4.      Perasaan sakit perut dan pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari uterus, kadang-kadang disebut “false labor pains”.
5.      Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah (bloddy show).

2.2.5.   Tanda-tanda In Partu
1.      Kekuatan his semakin sering dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin pendek.
2.      Keluar lendir bercampur darah (show).
3.      Dapat disertai ketuban pecah.
4.      Pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks, pelunakan serviks, pendataran servik dan terjadi pembukaan serviks.

2.2.6.   Faktor-faktor yang Berperan Dalam Persalinan
Faktor-faktor yang penting dalam persalinan menurut Manuaba (1998), yaitu :
1.      Kekuatan mendorong janin keluar (power)
a.       His (kontraksi otot rahim/uterus)
b.      Kontraksi otot dinding perut.
c.       Kontraksi diafragma pervis / kekuatan mengedan.
d.      Kontraksi ligamentum retundum.
2.      Faktor janin dan plasenta (passenger)
3.      Faktor jalan lahir (passage)

2.2.7.   Mekanisme Persalinan
Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang paling kecil. Sampai di dasar panggul kepala janin keadaan fleksi maksimal. Kepala turun menemui diafragma perut dari atas ke bawah depan, dengan his yang berulang-ulang kepala bayi rotasi (putaran paksi dalam) ubun-ubun kecil di bawah simfisis, maka dengan suboksiput sebagai hipomokilion, kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dilahirkan. Pada setiap his vulva lebih membuka dan kepala janin makin tampak perineum menjadi makin lebar dan tipis, anus membuka dinding rectum dengan his yang berturut-turut tampak bregma, dahi, muka dan kemudian dagu, sesudah kepala lahir kepala mengadakan rotasi (paksi luar). Setelah putaran paksi luar bahu depan posisi depan belakang, selanjutnya dilahirkan bahu depan dahulu, kemudian bahu belakang dan dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu, kemudian belakang bayi selanjutnya bayi lahir seluruhnya (Sarwono, 2002).

2.2.8.   Berlangsung Persalinan Normal
Menurut Sarwono (2002), partus dibagi menjadi empat kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm. Kala I dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula kala pengeluaran oleh karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan janin didorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam dalam kala itu diamati apakah tidak terjadi perdarahan post partum.
1.      Kala I Persalinan
Klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka.
Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase, yaitu :
a.       Fase laten
Berlangsung selama 8 jam, pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.
b.      Fase aktif
Fase aktif dibagi dalam tiga fase lagi, yakni :
1)      Fase akselerasi
Dalam waktu dua jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm.
2)      Fase dilatasi maksimal
Dalam waktu dua jam berlangsung sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm.
3)      Fase deselerasi
Pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu dua jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Fase-fase tersebut dijumpai pada primi gravida. Pada multi gravida pun terjadi demikian akan tetapi fase laten, fase aktif dan fase deselarasi terjadi lebih pendek.
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara pada primi gravida dan multi gravida. Pada yang pertama osteum uteri internum akan membuka lebih dahulu sehingga serviks akan mendatar dan menipis baru kemudian ostetum uteri eksternum membuka. Pada multi gravida osteum uteri internum sudah sedikit terbuka. Osteum uteri internum dan eksternum pserta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama. Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir atau telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir lengkap atau telah lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum mencapai pembukaan 5 cm disebut ketuban pecah dini. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multi pada kira-kira 7 jam (Sarwono, 1992).
2.      Kala II Persalinan
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat kira-kira 2 sampai 3 menit sekali karena biasanya dalam hal ini kepada janin sudah masuk di ruang panggul. Maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan pada rectum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi kepala janin tidak masuk di luar his dan dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simpisis dan dahi, muka dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan anggota bayi. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam.
Tanda-tanda dan gejala kala II persalinan :
a.       Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
b.      Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum atau vaginanya.
c.       Perineum terlihat menojol.
d.      Vulva, vagina dan sfingterani terlihat membuka.
e.       Peningkatan pengeluaran lendir dan darah  (Sarwono, 1992)
3.      Kala III Persalinan
Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit atau setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusar, beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas 6-15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.
Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa hal sebagai berikut :
a.       Perubahan bentuk dan tinggi fundus.
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi uterus terbentuk bulat penuh (diskoit) dan tinggi fundus biasanya turun hingga di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus menjadi bulat dan fundus berada di atas pusat (seringkali merasa ke sisi kanan).
b.      Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat keluar memanjang atau terjulur melalui vulva dan vagina (tanda ahfeld).
c.       Semburan darah tiba-tiba
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Semburan darah yang tiba-tiba menandakan bahwa darah yang terkumpul diantara tempat melekatnya plasenta dan permukaan maternal plasenta (darah retroplasenter) keluar melalui tepi plasenta yang terlepas (Sarwono, 1994).
Manajemen Aktif Kala III (Menurut Saifudin, 2002) :
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat memperpendek, waktu kala III persalinan dan mengurangi kehilangan darah dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah melalui manajemen aktif kala III.
Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala III :
a.       Kala III persalinan yang lebih singkat.
b.      Mengurangi jumlah kehilangan
c.       Mengurangi kejadian retensio plasenta
Manajemen aktif kala III terdiri dari 3 langkah utama :
a.       Pemberian suntikan oksitoksin
b.      Melakukan penegangan tali pusat terkendali.
c.       Pemijatan fundus uteri (masase)
4.      Kala IV
Kala IV adalah masa 1 jam setelah plasenta lahir. Sebelum meninggalkan ruangan bersalin, harus diperhatikan 7 pokok penting, yaitu :
a.       Kontraksi uterus harus baik
b.      Tidak ada perdarahan dari vagina atau perdarahan-perdarahan dalam alat genitalia lainnya.
c.       Plasenta dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap.
d.      Kandung kencing harus kosong.
e.       Luka-luka pada perineum terawatt dengan baik dan tidak ada hematoma
f.       Bayi dalam keadaan baik
g.      Ibu dalam keadaan baik
Nadi dan tekanan darah (TD) normal, tidak ada pengaduan sakit kepala. Adanya frekuensi nadi yang menurun dengan volume yang baik adalah suatu gejala baik (Saifudin, 1999).



2.3.  Seksio Sesaria
2.3.1.   Pengertian
Seksio sesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono 2002). Seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina. Seksio sesaria atau histerotomi pembedahan untuk melahirkan janin dalam rahim. Dengan membuka dinding depan uterus untuk mengeluarkan isinya pada kehamilan sebelum 28 minggu (Sarwono, 2002).

2.3.2.   Indikasi Seksio Sesaria
Menurut Sarwono (2002) indikasi dari seksio sesaria adalah :
1.      Pada ibu
a.       Dispropsi janin panggul.
b.      Distocia jaringan lunak.
c.       Plasenta previa
d.      Partus lama
e.       Pre eklampsia dan hipertensi
f.       Pernah seksio sesaria
2.      Pada anak
a.       Gawat janin
b.      Mempersentase janin : letak lintang, letak bokong, persentase dahi dan muka, gameli.

2.3.3.   Jenis-Jenis Seksio Sesaria
Menurut Sarwono (2002), yaitu :
1.      Seksio sesaria transperitonealis profunda
2.      Seksio sesaria klasik atau korporal
3.      Seksio sesaria ekstraperitoneal

2.3.4.   Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul ialah sebagai berikut :
1.      Infeksi puerperal
Bersifat ringan, kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari selama masa nifas tetapi bisa bersifat berat, seperti peritonitis, sepsis.
2.      Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atoni uteri.
3.      Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru-paru.
4.      Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut pada dinding uterus sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi rupture uteri.
5.      Komplikasi pada anak, sama halnya dengan nasib ibunya yang dilahirkan dengan seksio sesaria, kematian perinatal pasca seksio sesaria berkisar antara 4 dan 7%.

2.3.5.   Hal-hal yang Perlu Diperhatikan
Dalam melakukan seksio sesaria menurut Sarwono (2002), hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1.      Seksio sesaria efektif.
2.      Anastesi
3.      Transfusi darah
4.      Pemberian antibiotik

2.4.  Lama Perawatan
Lamanya perawatan bayi prematur tergantung dengan kasusnya, biasanya berhari-hari, berminggu-minggu dan berbulan-bulan. Bayi prematur diperbolehkan pulang jika sudah mendekati tanggal kelahiran yang ideal. Misalnya bayi yang dilahirkan enam (6) minggu lebih dini dari seharusnya biasanya perlu perawatan di rumah sakit selama empat (4) minggu dan bayi diperbolehkan pulang juga melihat berat badan, jika berat badannya sudah mencapai titik tertentu, biasanya 2.040 gram atau 2.270 gram serta kondisi tubuhnya sudah stabil, organ-organ vitalnya sudah berfungsi dengan baik dan berbagai resiko yang mengancam sudah bisa dihindari (Barbara, dkk, 1993).
2.5.  Perbedaan Lama Perawatan Bayi Prematur yang Dilahirkan Prevaginam dengan Seksio Sesaria
Perawatan bayi prematur yang dilahirkan pervaginam dengan yang dilahirkan seksio sesaria pada umumnya sama saja yang meliputi perawatan menurut Manuaba (1998) yaitu pengaturan suhu tubuh makanan bayi, menghindari infeksi (perawatan tali pusat).
Bayi prematur yang dilahirkan dengan seksio sesaria akan lebih lama dibandingkan dengan bayi prematur yang dilahirkan pervaginam, hal ini disebabkan resiko bayi prematur yang sangat lebih rentan terhadap infeksi. Bayi prematur yang tinggal di UPKB pertama akan dirawat di dalam inkubator kemudian akan dipindahkan ke tempat tidur yang dihangatkan dan kemudian baru ditempatkan di tempat tidur biasa.  

2.6.  Kerangka Konsep
Pervaginam
 
Lama Perawatan
 
Bayi
Prematur
 
 
 









2.7.  Definisi Operasional
Tabel 2.1. Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1
Bayi Prematur pervaginam



Proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam



Melihat dokumentasi
Check list
Lama = > 4 minggu
= 1

Tidak lama = < 4 minggu = 0

Ordinal
2
Bayi prematur seksio sesaria
Pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus

Melihat dokumentasi
Check list
Lama = > 4 minggu
= 1

Tidak lama = < 4 minggu = 0

Ordinal

2.8.  Hipotesis
Ho   : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara lamanya perawatan bayi prematur yang dilahirkan pervaginam dan seksio sesaria di ruang perinatalogi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
Ha   : Ada perbedaan yang signifikan antara lamanya perawatan bayi prematur yang dilahirkan pervaginam dan seksio sesaria di ruang perinatalogi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

BAB III
METODE PENELITIAN

            Lokasi dan Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu, tepatnya di ruang mawar Bagian Perinatalogi. Objek penelitian adalah seluruh bayi prematur yang dilahirkan pervaginam dengan seksio sesaria yang tercatat di ruang perinatalogi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

            Populasi dan Sampel
                     Populasi
Populasi adalah seluruh bayi prematur yang dilahirkan pervaginam dengan seksio sesaria di ruang perinatalogi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
                     Sampel
Sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling.

            Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kuantitatif yaitu peneliti mengukur semua variabel dalam waktu yang bersamaan.


            Teknik Pengumpulan Data
                      Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh melalui observasi langsung pada bayi prematur yang dilahirkan pervaginam dengan seksio sesaria di Bagian Perinatalogi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, dari tanggal 1 Juli 2007 sampai dengan 30 Juli 2007.
                      Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari Rekam Medik di Bagian Perinatalogi RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.

            Teknik Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan, diolah dengan bantuan komputer, melalui beberapa tahap antara lain :
1.      Editing, yaitu untuk melihat apakah isi jawaban/data yang akan diolah tersebut sudah tersedia lengkap dan apakah sudah relevan dengan tujuan penelitian.
2.      Coding, yaitu kode pada setiap jawaban, peneliti memberi kode terhadap jawaban yang diberikan responden agar lebih mudah dan sederhana.
3.      Entry, yaitu masukkan data yang sudah dilakukan editing dan coding tersebut ke dalam komputer dan menggunakan perangkat lunak komputer.
4.      Clearing, yaitu untuk memastikan apakah semua data siap dianalisis. Dilanjutkan dengan pengujian secara statistik dengan menggunakan uji statistik.

            Teknik Analisis Data
          Analisis Univariat
Analisis yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi dari variabel independent (bayi prematur) dan variabel dependent (perawatan tali pusat).
          Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk melihat perbedaan antara 2 variabel yaitu variabel independent dan variabel dependent dengan menggunakan uji t (t-test).


DAFTAR PUSTAKA
 


Barbara Glover dan Cristine Hodson. 1993. Perawatan Bayi Prematur. Jakarta : Penerbit Arcan.

Bobak, Lowdermik, J. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta : EGC.

Cunningham, dkk, 1995. Obstetric Williams. Jakarta : EGC.

Derek Liewellyn-Jones, (Editor: Suryono, J), 2002. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi, Edisi 6. Jakarta. 

Helen Parrer. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta : Buku Kedokteran.

Jumiarni, dkk, 1994. Asuhan Keperawatan Prenatal. Jakarta : EGC.

Junaidi, dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. Jakarta : Media Aesculapius.

Manuaba, I.B.G, 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.

Mochtar, 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Saifudin, B.A. 2001. Buku Acuan Neonatal Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Syahlan, 1992. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Kontek Keluarga. Jakarta: Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen RI.

Vicky Chapman, 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wiknjosastro, H, 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

www.info-sehat.com/conten.php?s_sid=917.

No comments:

Post a Comment