Friday 22 May 2015

HUBUNGAN TINGKAT HIPERTENSI PADA IBU HAMIL YANG MENGALAMI EKLAMPSIA DENGAN KEJADIAN KOMA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan perbandingan tinggi rendahnya kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di kemukakan bahwa angka kematian ibu dan perinatal lebih mencerminkan kegagalan suatu negara untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya kesehatan ibu dan anak. WHO memperkirakan di seluruh dunia setiap tahun lebih dari 500.000 ibu yang meninggal pada saat hamil/bersalin. Keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia masih belum memuaskan, terbukti masih tingginya angka kematian bayi baru lahir (AKB). Di negara miskin sekitar 25-50% kematian usia subur (PUS) disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi penyumbang utama kematian ibu pada masa puncak produktifitas (Departemen Kesehatan RI, 2002).
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Untuk mempercepat keberhasilan pembangunan kesehatan tersebut diperlukan kebijakan pembangunan kesehatan yang lebih dinamis dan proaktif yang melibatkan semua sektor terkait, pemerintah, swasta dan masyarakat (Dinas Kesehatan Bengkulu, 2000).
Penyebab utama kematian maternal secara langsung adalah hemoragik (40-60%), infeksi (30-40%) dan eklampsia (10-20%). Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup, dan penanganan pre-eklampsia yang sempurna. Di negara-negara sedang berkembang, frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3%-0,7%, sedangkan di negara-negara maju, angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05%-0,1% (Cunningham, 2002).
Zuspan F.P dan Arul Kumaran A. (1995) melaporkan angka kejadian eklampsia di dunia sebesar 0-13%, di Singapura sebesar 0,13-6,6%, sedangkan di Indonesia 3,4-8,5%.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Angsar (2003) insiden pre-eklampsia-eklampsia di Makasar berkisar 10-13%, di beberapa rumah sakit perkotaan 1-15,2%, sedangkan menurut Lukas dan Rambulangi di dua rumah sakit pendidikan di Makasar, insiden pre-eklampsia dan eklampsia berat 2,61%, eklampsia 0,84% dan angka kematian akibatnya 22,2%.
Angka kejadian eklampsia di RSU Tarakan pada tahun 2000 ini adalah 3,26%, sedangkan di Medan, kasus eklampsia terjadi 6%-8% pada wanita hamil di Indonesia (http:www.info-sehat.com).
Berdasarkan studi pendahuluan (survei awal) yang didapat dari Medical Record Ruang Mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, di dapat peningkatan angka kejadian eklampsia pada ibu hamil, yaitu dari 37 kasus pada tahun 2005 menjadi 45 kasus pada tahun 2006.
Melihat kondisi di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Tekanan Darah pada Ibu Hamil yang Mengalami Eklampsia dengan Kejadian Koma di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu”.

1.2.  Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang permasalahan penelitian, maka penulis merumuskan masalah : apakah ada hubungan yang signifikan antara tingkat hipertensi pada ibu hamil yang mengalami eklampsia dengan kejadian koma di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

1.3.  Tujuan Penelitian
1.3.1.      Tujuan Umum
Untuk mempelajari hubungan antara tingkat hipertensi pada ibu hamil yang mengalami eklampsia dengan kejadian koma di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
1.3.2.      Tujuan Khusus
1.      Untuk melihat gambaran dari eklampsia pada ibu hamil di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
2.      Untuk mengetahui tingkatkan hipertensi pada eklampsia di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
3.      Untuk melihat hubungan antara tingkat hipertensi pada ibu hamil yang mengalami eklampsia dengan kejadian koma.

1.4.  Manfaat Penelitian
1.4.1.      Manfaat Bagi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
Dapat memberikan informasi dan masukan bagi RSUD dr. M. Yunus Bengkulu dan bagi tenaga pelayanan kesehatan yang memberikan asuhan keperawatan pada ibu hamil, terutama yang mempunyai resiko tinggi.
1.4.2.      Manfaat bagi STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu
Dapat memberikan informasi dan masukan bagi mahasiswa STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu.
1.4.3.      Manfaat Bagi Peneliti Lain
Dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang eklampsia.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.    Eklampsia
2.1.1.      Definisi
Eklampsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan pre-eklampsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain, yang timbul sebelum, selama atau setelah persalinan (Williams, 2006).
Eklampsia adalah kelanjutan dari pre-eklampsia berat menjadi eklampsia dengan tambahan kejang dan atau koma (Ida Bagus Gde, 1998).
Eklampsia adalah terjadinya kejang umum selama kehamilan, persalinan dan atau dalam jangka waktu 7 hari setelah persalinan dan tidak disebabkan oleh epilepsy dan ataugangguan kejang lainnya (Wagstaff, 1997).

2.1.2.      Faktor Predisposisi
1.      Primigravida atau multipara, terutama pada umur reproduksi ekstrem.
2.      Multigravida, dengan kondisi klinis :
a.       Kehamilan ganda dan hidrops fetalis.
b.      Penyakit vaskuler termasuk hipertensi esensial kronik dan diabetes mellitus.
c.       Penyakit-penyakit ginjal.
3.      Hiperplasentosis :
a.       Molahidatidosa
b.      Kehamilan ganda
c.       Bayi besar
d.      Diabetes mellitus
4.      Riwayat keluarga
5.      Obesitas dan hidramnion
6.      Gizi kurang
7.      Anemia
8.      Sosial ekonomi/perilaku
9.      Kasus-kasus dengan asam urat yang tinggi, defisiensi kalsium, defisiensi asam lemak tidak jenuh, kurang antioksidan.
10.  Parietas
11.  Komplikasi kehamilan
12.  Sejak awal telah menderita hipertensi vaskuler, penyakit ginjal atau autoimun (Cermin Dunia Kedokteran, 1992).

2.1.3.      Tanda dan Gejala
Disebut eklampsia bila ditemukan satu atau lebih tanda/gejala berikut :
1.      Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolic > 110 mmHg.
2.      Proteinuria lebih 5 gram/24 jam.
3.      Oliguria 500 ml/24 jam
4.      Nyeri kepala hebat atau gangguan penglihatan
5.      Nyeri epigastrium dan kulit/mata kuning
6.      Edema paru atau sianosis.
7.      Thrombositopenia.
8.      Pertumbuhan janin terhambat.
9.      Kenaikan berat badan secara drastis (misalnya : meningkat 1 kg dalam seminggu) (Manuaba, 2002)

2.1.4.     
Tekanan Darah
 
Penilaian Klinis


 
















Gambar 2.1. Jalur Alir Penilaian Klinik
2.1.5.      Mekanisme Terjadinya Eklampsia
Pada kehamilan terjadi perubahan pada sistem peredaran darah dan sistem urinaria. Pada sistem peredaran darah, volume darah bertambah pada seorang wanita hamil yang mengalami hipertensi. Vasospasme merupakan dasar patofisiologi untuk terjadinya eklampsia, dimana vasospasme mengakibatkan hambatan aliran darah yang akan mengganggu peredaran darah dalam vasa-vasorum sehingga terjadi perusakan vaskuler. Hal ini akan mengakibatkan keutuhan endotel terganggu dengan adanya penyempitan dan pelebaran pada arterior segmental. Lebih lanjut angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel dengan membuatnya berkontraksi. Semua faktor ini dapat mempengaruhi atau menimbulkan kebocoran sel antara endotel, melalui kebocoran tersebut. Unsur-unsur pembentuk darah seperti trombosit tertimbun pada lapisan sub endotel. Keadaan ini mengakibatkan jumlah cairan intra vaskuler menjadi sedikit bila dibandingkan dengan jumlah cairan ekstravaskuler, karena aliran darah yang lambat, maka terjadi retensi garam yang akan mengakibatkan edema. Pada sistem urinaria kemampuan ginjal yang rendah dengan timbulnya hipertensi, perfusi darah ginjal dan kecepatan filtrasi glomerulus menurun secara bervariasi. Keadaan ini mencetus terjadinya oliguria dan pada akhirnya akan menyebabkan proteinuria. Perubahan vaskuler yang disebabkan dengan hipoksia pada jaringan setempat diperkirakan menimbulkan perdarahan, nekrosis dan kelainan organ lainnya yang sering dijumpai pada eklampsia berat (Cunningham, 1999).

2.1.6.      Klasifikasi Eklampsia
Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapat dibagi :
1.      Eklampsia gravidarum
a.       Kejadian 50% sampai 60%
b.      Serangan terjadi dalam keadaan hamil
2.      Eklampsia parturientum
a.       Kejadian sekitar 30% sampai 35%
b.      Terjadi saat sedang inpartu
c.       Batasan dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan, saat mulai inpartu.
3.      Eklampsia puerpurium
a.       Kejadian sekitar 10%
b.      Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir.
(Ida Bagus Gde, 1998)

2.1.7.      Komplikasi
Komplikasi yang sering ditemukan pada penderita eklampsia adalah BBLR (prematur), abrusio plasenta, hiperefleksia, dispnue asfiksia neonatorum, perdarahan pasca persalinan, sampai pada kematian neonatal dan kematian ibu.
2.2.    Penatalaksanaan Eklampsia
2.2.1.      Prinsip Penatalaksanaan Eklampsia
1.      Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah.
2.      Mengatasi atau dengan menurunkan resiko terhadap janin
3.      Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah matur atau imatur jika diketahui bahwa resiko janin atau ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.

2.2.2.      Penanganan Umum Eklampsia
1.      Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik diantara 90-100 mmHg.
2.      Pasang infus ringer laktat dengan jarum besar (16 gauge atau lebih)
3.      Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload.
4.      Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria.
5.      Pantau kemungkinan edema paru.
6.      Jangan tinggalkan pasien sendiri.
7.      Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam.
8.      Jika ada edema paru, stop pemberian cairan, dan berikan diuretic, misalnya furosemide 40 gr IV (Ida Bagus Gde, 1998).


2.3.    Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
2.3.1.      Definisi
Pada saat jantung memompakan darah akan timbul pada dinding pembuluh darah yang disebut tekanan sistolik, sedangkan pada saat jantung selesai memompa darah jantung akan membuka katubnya dan darah akan mengisi ruang jantung, pada saat inilah pembuluh darah mengatur tekanannya sehingga tetap ada darah yang mengalir pada saat sebagian darah mengisi pompa jantung, tekanan pada saat ini disebut tekanan diastolik. Normalnya tekanan sistolik berkisar antara 100-120 mmHg dan tekanan diastolik 60-80 mmHg. Pada suatu keadaan tekanan darah dapat saja meninggi, apabila hal ini terjadi terus menerus dalam jangka waktu lama dengan tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg. Hal ini disebut dengan tekanan darah tinggi atau hipertensi (Admin, 2006).

2.3.2.      Hipertensi dalam kehamilan (HDK)
Hipertensi dalam kehamilan adalah komplikasi kehamilan setelah kehamilan 20 minggu yang dilandasi dengan timbulnya hipertensi, disertai oleh salah satu dari edema, proteinuria, atau kedua-duanya. Pada ibu hamil dapat terjadi peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh proses kehamilannya, karena sebelum hamil dan sesudah melahirkan tekanan darah akan normal. Kejadian ini banyak dialami oleh ibu yang baru hamil pertama kali. Hal ini diduga karena pada proses penempelan janin ke rahim ibu terjadi reaksi yang mengakibatkan keluarnya zat-zat yang akhirnya meningkatkan tekanan di dalam darah. Gejala yang sering ditemukan antara lain, sakit kepala, mimisan, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing (Admin, 2006).

2.3.3.      Klasifikasi Hipertensi
Menurut Wagstaff (1997), klasifikasi dari hipertensi yaitu :
1.       Hipertensi kehamilan atau proteinuria adalah hipertensi atau proteinuria yang muncul setelah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya nonproteinuria dan normotensi.
2.       Hipertensi kronik adalah hipertensi dan atau proteinuria pada wanita dengan hipertensi kronik atau penyakit ginjal kronik yang terdiagnosa sebelumnya, selama atau berlanjut setelah kehamilan.
3.       Hipertensi kronik bersama dengan pre-eklampsia adalah protein muncul pertama kali selama kehamilan pada wanita yang sebelumnya menderita hipertensi kronik.
4.       Hipertensi dan atau proteinuria yang tidak terklasifikasi adalah hipertensi dan atau proteinuria yang pertama kali diketahui pada kunjungan antenatal setelah kehamilan 20 minggu.

2.3.4.      Tingkatan Hipertensi
Menurut Admin (2006), tingkatan hipertensi pada wanita hamil yang mengalami eklampsi ada 3, yaitu :
1.      Hipertensi tingkat I
Hipertensi tingkat I yaitu wanita hamil dengan tekanan sistolik 140 mmHg-159 mmHg dan diastolik 90 mmHg-99 mmHg. Wanita yang termasuk dalam hipertensi tingkat I ini disebut preeklampsi sebaiknya konfirmasi dengan dokter dalam 1 bulan dan dianjurkan untuk modifikasi gaya hidup.
2.      Hipertensi tingkat II
Hipertensi tingkat II yaitu wanita hamil dengan tekanan sistolik 160 mmHg-179 mmHg, dan diastolik 100 mmHg-109 mmHg. Wanita hamil yang termasuk dalam hipertensi tingkat II ini disebut eklampsia, sebaiknya evaluasi dan konsultasikan dengan dokter dalam 1 minggu dan anjurkan untuk segera dirujuk ke rumah sakit.
3.      Hipertensi tingkat III
Hipertensi tingkat III adalah wanita hamil dengan tekanan sistolik > 180 mmHg dan diastolik > 110 mmHg wanita hamil yang termasuk dalam hipertensi tingkat III ini disebut eklampsia berat, segera rujuk ke rumah sakit.


2.4.    Koma pada Eklampsia
2.4.1.      Definisi
Menurut Trijanto (2004) koma adalah suatu keadaan tidak sadarkan diri yang dimulai dengan meningkatnya tekanan darah dan disertai dengan timbulnya kejang-kejang.
Menurut Wiknjosastro (2002) koma pada eklampsia adalah kejang-kejang yang didahului oleh makin memburuknya pre-eklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepada didaerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri epigastrium dan hipperefleksia.

2.4.2.      Tingkatan Kejang dan atau Koma pada Eklampsia
1.      Tingkat awal atau aura, keadaan ini berlangsung ± 30-35 detik, mata penderita terbuka tanpa melihat, tangan dan kelopak mata gemetar, kepala diputar ke kanan atau ke kiri.
2.      Kemudian timbul tingkat kejang tonik yang berlangsung ± 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh tubuh kaku, wajah kaku, pernapasan berhenti dapat diikuti sianosis, tangan menggenggam, kaki diputar ke dalam, lidah dapat tergigit.
3.      Kemudian disusul oleh tingkat kejang klonik yang berlangsung antara 1 sampai 2 menit, kejang tonik berubah menjadi kejang klonik, kontraksi otot berlangsung cepat, mulut terbuka-tertutup dan lidah dapat tergigit sampai putus, mata melotot, mulut berbuih, muka terjadi kongesti dan tampak sianosis, penderita dapat jatuh, menimbulkan trauma tambahan.
4.      Tingkat koma, setelah kejang klonik berhenti penderita menarik nafas diikuti koma, lamanya ketidaksadaran ini tidak selalu sama, secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang berulang sehingga ia tetap dalam koma (Wiknjosastro, 2002).

2.4.3.      Komplikasi dari kejang dan atau koma
1.      Komplikasi ibu
a.       Menimbulkan sianosis
b.      Aspirasi air ludah menambah gangguan fungsi paru.
c.       Tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak dan kegagalan jantung mendadak.
d.      Lidah dapat tergigit
e.       Jatuh dari tempat tidur mengakibatkan fraktur dan luka-luka.
f.       Gangguan fungsi ginjal, oligo sampai anuria.
g.      Perdarahan atau ablasio retina.
h.      Gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikterus.
2.      Komplikasi janin dalam rahim
a.       Asfiksika mendadak, karena spasme pembuluh darah menimbulkan kematian
b.      Solusi plasenta
c.       Persalinan prematuritas
(Ida Bagus Gde, 1998)

2.5.    Penatalaksanaan Jika Terjadi Kejang
1.      Baringkan pada satu sisi, tempat tidur arah kepala ditinggikan sedikit untuk mengurangi kemungkinan aspirasi secret, muntahan atau darah.
2.      Bebaskan jalan nafas
3.      Pasang spatel lidah untuk menghindari tergigitnya lidah.
4.      Lindungi pasien dari kemungkinan trauma, fiksasi, untuk menghindari jatuhnya pasien dari tempat tidur.
5.      Beri O2, 4-6 liter/menit
6.      Beri obat anti konvulsan.
7.      Jika pasien tidak sadar/koma : ukur suhu, periksa apakah ada kaku
(Cunningham, 2006). 

2.6.    Hubungan Tingkat Hipertensi pada Eklampsia dengan Kejadian Koma
Mekanisme terjadinya eklampsia pada primipara, hampir seluruh primipara menderita hipertensi kehamilan, dimana pengaturah darah selama kehamilan sangat tergantung pada hubungan antara curah jantung dan tahanan/retensi pembuluh darah, yang keduanya berubah selama kehamilan. peningkatan tekanan darah pertama kali timbul pada saat kehamilan disebabkan adanya kerusakan yang terjadi pada pembuluh darah pada plasenta. Selain itu juga tampak timbul pada ginjal yaitu menurunnya fungsi filtrasi glomerulus yang mengakibatkan proteinuria serta retensi natrium dan air, maka dioresis menurun sehingga terjadi edema dan peningkatan berat badan (Shock, 1992).
Tinggi rendahnya tekanan darah dalam berbagai referensi digunakan sebagai salah satu indikator tingkat keparahan dari hipertensi akibat kehamilan. makin tinggi tekanan darah penderita, makin parah tingkat hipertensi akibat kehamilan yang diderita. Hasil penelitian beberapa peneliti menunjukkan bahwa jika dilihat hubungan antara tekanan darah dengan tingkat morbiditas dan mortalitas ibu serta anak, maka didapatkan bahwa morbiditas dan mortalitas ibu dan anak meningkat pada tekanan sistolik > 160 mmHg atau tekanan diastolik > 110 mmHg (Cermin Dunia Kedokteran, 1992).
Hipertensi selama kehamilan menjadi penyebab kematian ibu hamil, kematian bayi, dan berat bayi lahir rendah. Tekanan darah yang meningkat mengakibatkan pembuluh darah mengalami vaskontriksi, akibatnya suplai darah ke jaringan tubuh akan berkurang, organ akan kehilangan asupan nutrisi dan oksigen sehingga lambat laun mengakibatkan organ tidak berfungsi dan bahkan kematian organ. Gejala awalnya biasanya yang paling sering adalah nyeri kepala yang hebat, pandangan kabur, dan nyeri, pada ulu hati, ini merupakan tanda-tanda dari tekanan darah yang mulai meninggi yang dapat mengakibatkan stroke atau pecahnya pembuluh darah di otak sehingga dapat menimbulkan koma yang berkepanjangan. Akibatnya ibu hamil dapat meninggal karena komplikasi dari hipertensi, seperti : gagal ginjal atau kematian organ lainnya. Hipertensi juga bertanggung jawab terhadap perdarahan selama persalinan (Ketut Sudhaberata, 2001).

2.7.    Kerangka Konsep
Angka kematian ibu hamil, bersalin, dan nifas masih merupakan masalah besar di negara ASEAN, yaitu 390/100.000 kelahiran hidup (Survei Demografi Kesehatan Indonesia, 1994). Salah satu penyebab kematian maternal adalah eklampsia (Sudhabrata, 2000). Salah satu faktor predisposisi dari eklampsia adalah hipertensi dalam kehamilan (Cunningham, 1999).
2.8.     Definisi Operasional
Tabel 2.1. Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
1
Independent Tingkat Hipertensi

Hipertensi tingkat II
Sistolik : 160-179 mmHg
Diastolik :100-109 mmHg

Hipertensi tingkat II
Sistolik : > 180 mmHg
Diastolik: > 110 mmHg



Pedoman dokumentasi

0 = hipertensi tingkat II
1 = hipertensi tingkat III

Nominal
2
Dependent
Koma

Terjadi kejang dan kehilangan kesadaran


Pedoman dokumentasi

0 = ya
1 = tidak


Nominal



BAB III
METODE PENELITIAN

Lokasi dan Objek Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dan objek penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang mengalami eklampsia di ruang rawat inap mawar dari bulan Januari 2006 sampai Maret 2007.

Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang mengalami eklampsia di ruang rawat inap mawar dari bulan Januari 2006 sampai dengan Januari 2006 sampai dengan Maret 2007.

Sampel
Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling, artinya semua ibu hamil yang mengalami eklampsia baik yang mengalami koma maupun yang tidak mengalami koma di ruang rawat inap mawar dari bulan Januari 2006 sampai dengan Januari 2006 sampai dengan Maret 2007.


Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan metode rancangan cross sectional, variabel independent (hipertesnsi) dan variabel dependet (koma) diukur atau dikumpulkan sekaligus dalam waktu yang bersamaan.

Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Medical Record RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dari bulan Januari 2006 sampai dengan bulan Maret 2007.

Teknik Analisa Data
Analisis Univariat
Analisis untuk mendapatkan gambaran tentang tekanan darah dan kejadian koma pada ibu hamil yang mengalami eklampsia.

Analisis Bivariat
Analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independent (tekanan darah) dengan variabel dependent (koma) yaitu menggunakan analisis chi-square.

DAFTAR PUSTAKA

Angsar. (2003). Cermin Dunia Kedokteran. http://www.crb.elga.net.id.

Bobak Lowdermik, et. Al. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Cunningham. (2006). Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta : EGC.

Haryono. (2006). Hati-hati Preeklampsia-eklampsia. http://www.infosehat.com.

Ida Bagus Gde. (1998). Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.

Linda. (2001). Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Manuaba, I.B.G. (2002). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dengan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC.

RI, Departemen Kesehatan. (2000). Kematian Ibu. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Sarwono, P. (1999). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Wagstaff. (1997). Penyajian Kasus Pada Kebidanan dan Kandungan. Jakarta : Hipokrates.

Wiknjosastro. (2002). Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : Bina Pustaka.


Zuspan, F.P. (1978) dan Arulkumaran. A (1995). Bagian Kebidanan dan Kandungan. http://www.tempo.co.id.



No comments:

Post a Comment