BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemampuan pelayanan kesehatan suatu
negara ditentukan dengan perbandingan tinggi rendahnya kematian ibu dan angka
kematian perinatal. Di kemukakan bahwa angka kematian ibu dan perinatal lebih
mencerminkan kegagalan suatu negara untuk memberikan pelayanan kesehatan
khususnya kesehatan ibu dan anak. WHO memperkirakan di seluruh dunia setiap
tahun lebih dari 500.000 ibu yang meninggal pada saat hamil/bersalin.
Keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia masih belum memuaskan,
terbukti masih tingginya angka kematian bayi baru lahir (AKB). Di negara miskin
sekitar 25-50% kematian usia subur (PUS) disebabkan oleh masalah yang berkaitan
dengan kehamilan, persalinan dan nifas. Kematian saat melahirkan biasanya
menjadi penyumbang utama kematian ibu pada masa puncak produktifitas
(Departemen Kesehatan RI, 2002).
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia
sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang. Untuk mempercepat keberhasilan pembangunan kesehatan
tersebut diperlukan kebijakan pembangunan kesehatan yang lebih dinamis dan
proaktif yang melibatkan semua sektor terkait, pemerintah, swasta dan
masyarakat (Dinas Kesehatan Bengkulu, 2000).
Penyebab utama kematian maternal
secara langsung adalah hemoragik (40-60%), infeksi (30-40%) dan eklampsia
(10-20%). Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara lain.
Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan
antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup, dan
penanganan pre-eklampsia yang sempurna. Di negara-negara sedang berkembang,
frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3%-0,7%, sedangkan di negara-negara
maju, angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05%-0,1% (Cunningham, 2002).
Zuspan F.P dan Arul Kumaran A. (1995)
melaporkan angka kejadian eklampsia di dunia sebesar 0-13%, di Singapura
sebesar 0,13-6,6%, sedangkan di Indonesia 3,4-8,5%.
Berdasarkan hasil survey yang
dilakukan oleh Angsar (2003) insiden pre-eklampsia-eklampsia di Makasar
berkisar 10-13%, di beberapa rumah sakit perkotaan 1-15,2%, sedangkan menurut
Lukas dan Rambulangi di dua rumah sakit pendidikan di Makasar, insiden
pre-eklampsia dan eklampsia berat 2,61%, eklampsia 0,84% dan angka kematian
akibatnya 22,2%.
Angka kejadian eklampsia di RSU
Tarakan pada tahun 2000 ini adalah 3,26%, sedangkan di Medan, kasus eklampsia
terjadi 6%-8% pada wanita hamil di Indonesia (http:www.info-sehat.com).
Berdasarkan studi pendahuluan (survei
awal) yang didapat dari Medical Record Ruang Mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu,
di dapat peningkatan angka kejadian eklampsia pada ibu hamil, yaitu dari 37
kasus pada tahun 2005 menjadi 45 kasus pada tahun 2006.
Melihat kondisi di atas penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Tekanan Darah pada Ibu
Hamil yang Mengalami Eklampsia dengan Kejadian Koma di RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang
permasalahan penelitian, maka penulis merumuskan masalah : apakah ada hubungan
yang signifikan antara tingkat hipertensi pada ibu hamil yang mengalami
eklampsia dengan kejadian koma di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1.
Tujuan Umum
Untuk mempelajari hubungan antara tingkat
hipertensi pada ibu hamil yang mengalami eklampsia dengan kejadian koma di RSUD
Dr. M. Yunus Bengkulu.
1.3.2.
Tujuan Khusus
1.
Untuk melihat gambaran dari
eklampsia pada ibu hamil di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
2.
Untuk mengetahui tingkatkan
hipertensi pada eklampsia di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
3.
Untuk melihat hubungan antara tingkat
hipertensi pada ibu hamil yang mengalami eklampsia dengan kejadian koma.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1.
Manfaat Bagi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
Dapat memberikan informasi dan masukan bagi RSUD dr. M.
Yunus Bengkulu dan bagi tenaga pelayanan kesehatan yang memberikan asuhan
keperawatan pada ibu hamil, terutama yang mempunyai resiko tinggi.
1.4.2.
Manfaat bagi STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu
Dapat memberikan informasi dan masukan bagi mahasiswa
STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu.
1.4.3.
Manfaat Bagi Peneliti Lain
Dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain untuk melakukan
penelitian lebih lanjut tentang eklampsia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Eklampsia
2.1.1.
Definisi
Eklampsia adalah terjadinya kejang
pada seorang wanita dengan pre-eklampsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal
lain, yang timbul sebelum, selama atau setelah persalinan (Williams, 2006).
Eklampsia
adalah kelanjutan dari pre-eklampsia berat menjadi eklampsia dengan tambahan
kejang dan atau koma (Ida Bagus Gde, 1998).
Eklampsia adalah terjadinya kejang
umum selama kehamilan, persalinan dan atau dalam jangka waktu 7 hari setelah
persalinan dan tidak disebabkan oleh epilepsy dan ataugangguan kejang lainnya
(Wagstaff, 1997).
2.1.2.
Faktor Predisposisi
1.
Primigravida atau multipara,
terutama pada umur reproduksi ekstrem.
2.
Multigravida, dengan kondisi
klinis :
a.
Kehamilan ganda dan hidrops
fetalis.
b.
Penyakit vaskuler termasuk
hipertensi esensial kronik dan diabetes mellitus.
c.
Penyakit-penyakit ginjal.
3.
Hiperplasentosis :
a.
Molahidatidosa
b.
Kehamilan ganda
c.
Bayi besar
d.
Diabetes mellitus
4.
Riwayat keluarga
5.
Obesitas dan hidramnion
6.
Gizi kurang
7.
Anemia
8.
Sosial ekonomi/perilaku
9.
Kasus-kasus dengan asam urat
yang tinggi, defisiensi kalsium, defisiensi asam lemak tidak jenuh, kurang
antioksidan.
10.
Parietas
11.
Komplikasi kehamilan
12.
Sejak awal telah menderita
hipertensi vaskuler, penyakit ginjal atau autoimun (Cermin Dunia Kedokteran,
1992).
2.1.3.
Tanda dan Gejala
Disebut eklampsia bila ditemukan satu atau lebih
tanda/gejala berikut :
1.
Tekanan darah sistolik > 160
mmHg atau diastolic > 110 mmHg.
2.
Proteinuria lebih 5 gram/24
jam.
3.
Oliguria 500 ml/24 jam
4.
Nyeri kepala hebat atau
gangguan penglihatan
5.
Nyeri epigastrium dan
kulit/mata kuning
6.
Edema paru atau sianosis.
7.
Thrombositopenia.
8.
Pertumbuhan janin terhambat.
9.
Kenaikan berat badan secara
drastis (misalnya : meningkat 1 kg dalam seminggu) (Manuaba, 2002)
2.1.4.
|
Gambar 2.1. Jalur Alir Penilaian Klinik
2.1.5.
Mekanisme Terjadinya Eklampsia
Pada kehamilan terjadi perubahan pada
sistem peredaran darah dan sistem urinaria. Pada sistem peredaran darah, volume
darah bertambah pada seorang wanita hamil yang mengalami hipertensi. Vasospasme
merupakan dasar patofisiologi untuk terjadinya eklampsia, dimana vasospasme
mengakibatkan hambatan aliran darah yang akan mengganggu peredaran darah dalam
vasa-vasorum sehingga terjadi perusakan vaskuler. Hal ini akan mengakibatkan
keutuhan endotel terganggu dengan adanya penyempitan dan pelebaran pada
arterior segmental. Lebih lanjut angiotensin II mempengaruhi langsung sel
endotel dengan membuatnya berkontraksi. Semua faktor ini dapat mempengaruhi
atau menimbulkan kebocoran sel antara endotel, melalui kebocoran tersebut.
Unsur-unsur pembentuk darah seperti trombosit tertimbun pada lapisan sub
endotel. Keadaan ini mengakibatkan jumlah cairan intra vaskuler menjadi sedikit
bila dibandingkan dengan jumlah cairan ekstravaskuler, karena aliran darah yang
lambat, maka terjadi retensi garam yang akan mengakibatkan edema. Pada sistem
urinaria kemampuan ginjal yang rendah dengan timbulnya hipertensi, perfusi
darah ginjal dan kecepatan filtrasi glomerulus menurun secara bervariasi.
Keadaan ini mencetus terjadinya oliguria dan pada akhirnya akan menyebabkan
proteinuria. Perubahan vaskuler yang disebabkan dengan hipoksia pada jaringan
setempat diperkirakan menimbulkan perdarahan, nekrosis dan kelainan organ
lainnya yang sering dijumpai pada eklampsia berat (Cunningham, 1999).
2.1.6.
Klasifikasi Eklampsia
Berdasarkan waktu terjadinya,
eklampsia dapat dibagi :
1.
Eklampsia gravidarum
a.
Kejadian 50% sampai 60%
b.
Serangan terjadi dalam keadaan
hamil
2.
Eklampsia parturientum
a.
Kejadian sekitar 30% sampai 35%
b.
Terjadi saat sedang inpartu
c.
Batasan dengan eklampsia
gravidarum sukar ditentukan, saat mulai inpartu.
3.
Eklampsia puerpurium
a.
Kejadian sekitar 10%
b.
Terjadi serangan kejang atau
koma setelah persalinan berakhir.
(Ida Bagus Gde, 1998)
2.1.7.
Komplikasi
Komplikasi yang sering ditemukan pada
penderita eklampsia adalah BBLR (prematur), abrusio plasenta, hiperefleksia,
dispnue asfiksia neonatorum, perdarahan pasca persalinan, sampai pada kematian
neonatal dan kematian ibu.
2.2. Penatalaksanaan Eklampsia
2.2.1.
Prinsip Penatalaksanaan Eklampsia
1.
Melindungi ibu dari efek
peningkatan tekanan darah.
2.
Mengatasi atau dengan
menurunkan resiko terhadap janin
3.
Melahirkan janin dengan cara
yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah matur atau imatur jika
diketahui bahwa resiko janin atau ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda
lebih lama.
2.2.2.
Penanganan Umum Eklampsia
1.
Jika tekanan diastolik > 110
mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik diantara 90-100 mmHg.
2.
Pasang infus ringer laktat
dengan jarum besar (16 gauge atau lebih)
3.
Ukur keseimbangan cairan,
jangan sampai terjadi overload.
4.
Kateterisasi urin untuk
pengeluaran volume dan proteinuria.
5.
Pantau kemungkinan edema paru.
6.
Jangan tinggalkan pasien
sendiri.
7.
Observasi tanda-tanda vital,
refleks, dan denyut jantung janin setiap jam.
8.
Jika ada edema paru, stop
pemberian cairan, dan berikan diuretic, misalnya furosemide 40 gr IV (Ida Bagus
Gde, 1998).
2.3. Tekanan Darah Tinggi
(Hipertensi)
2.3.1.
Definisi
Pada saat jantung memompakan darah
akan timbul pada dinding pembuluh darah yang disebut tekanan sistolik,
sedangkan pada saat jantung selesai memompa darah jantung akan membuka katubnya
dan darah akan mengisi ruang jantung, pada saat inilah pembuluh darah mengatur
tekanannya sehingga tetap ada darah yang mengalir pada saat sebagian darah
mengisi pompa jantung, tekanan pada saat ini disebut tekanan diastolik.
Normalnya tekanan sistolik berkisar antara 100-120 mmHg dan tekanan diastolik 60-80
mmHg. Pada suatu keadaan tekanan darah dapat saja meninggi, apabila hal ini
terjadi terus menerus dalam jangka waktu lama dengan tekanan darah sistolik
> 140 mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg. Hal ini disebut dengan
tekanan darah tinggi atau hipertensi (Admin, 2006).
2.3.2.
Hipertensi dalam kehamilan (HDK)
Hipertensi dalam kehamilan adalah
komplikasi kehamilan setelah kehamilan 20 minggu yang dilandasi dengan
timbulnya hipertensi, disertai oleh salah satu dari edema, proteinuria, atau
kedua-duanya. Pada ibu hamil dapat terjadi peningkatan tekanan darah yang
disebabkan oleh proses kehamilannya, karena sebelum hamil dan sesudah
melahirkan tekanan darah akan normal. Kejadian ini banyak dialami oleh ibu yang
baru hamil pertama kali. Hal ini diduga karena pada proses penempelan janin ke
rahim ibu terjadi reaksi yang mengakibatkan keluarnya zat-zat yang akhirnya
meningkatkan tekanan di dalam darah. Gejala yang sering ditemukan antara lain,
sakit kepala, mimisan, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur,
mata berkunang-kunang dan pusing (Admin, 2006).
2.3.3.
Klasifikasi Hipertensi
Menurut Wagstaff (1997), klasifikasi
dari hipertensi yaitu :
1.
Hipertensi kehamilan atau
proteinuria adalah hipertensi atau proteinuria yang muncul setelah kehamilan 20
minggu pada wanita yang sebelumnya nonproteinuria dan normotensi.
2.
Hipertensi kronik adalah
hipertensi dan atau proteinuria pada wanita dengan hipertensi kronik atau
penyakit ginjal kronik yang terdiagnosa sebelumnya, selama atau berlanjut
setelah kehamilan.
3.
Hipertensi kronik bersama
dengan pre-eklampsia adalah protein muncul pertama kali selama kehamilan pada
wanita yang sebelumnya menderita hipertensi kronik.
4.
Hipertensi dan atau proteinuria
yang tidak terklasifikasi adalah hipertensi dan atau proteinuria yang pertama
kali diketahui pada kunjungan antenatal setelah kehamilan 20 minggu.
2.3.4.
Tingkatan Hipertensi
Menurut Admin (2006), tingkatan
hipertensi pada wanita hamil yang mengalami eklampsi ada 3, yaitu :
1.
Hipertensi tingkat I
Hipertensi tingkat I yaitu wanita hamil dengan tekanan
sistolik 140 mmHg-159 mmHg dan diastolik 90 mmHg-99 mmHg. Wanita yang termasuk
dalam hipertensi tingkat I ini disebut preeklampsi sebaiknya konfirmasi dengan dokter
dalam 1 bulan dan dianjurkan untuk modifikasi gaya hidup.
2.
Hipertensi tingkat II
Hipertensi tingkat II yaitu wanita hamil dengan tekanan
sistolik 160 mmHg-179 mmHg, dan diastolik 100 mmHg-109 mmHg. Wanita hamil yang
termasuk dalam hipertensi tingkat II ini disebut eklampsia, sebaiknya evaluasi
dan konsultasikan dengan dokter dalam 1 minggu dan anjurkan untuk segera
dirujuk ke rumah sakit.
3.
Hipertensi tingkat III
Hipertensi tingkat III adalah wanita hamil dengan
tekanan sistolik > 180 mmHg dan diastolik > 110 mmHg wanita
hamil yang termasuk dalam hipertensi tingkat III ini disebut eklampsia berat,
segera rujuk ke rumah sakit.
2.4. Koma pada Eklampsia
2.4.1.
Definisi
Menurut Trijanto (2004) koma adalah
suatu keadaan tidak sadarkan diri yang dimulai dengan meningkatnya tekanan
darah dan disertai dengan timbulnya kejang-kejang.
Menurut Wiknjosastro (2002) koma pada
eklampsia adalah kejang-kejang yang didahului oleh makin memburuknya
pre-eklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepada didaerah frontal,
gangguan penglihatan, mual keras, nyeri epigastrium dan hipperefleksia.
2.4.2.
Tingkatan Kejang dan atau Koma pada Eklampsia
1.
Tingkat awal atau aura, keadaan
ini berlangsung ± 30-35 detik, mata penderita terbuka tanpa melihat, tangan dan
kelopak mata gemetar, kepala diputar ke kanan atau ke kiri.
2.
Kemudian timbul tingkat kejang
tonik yang berlangsung ± 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh tubuh kaku, wajah
kaku, pernapasan berhenti dapat diikuti sianosis, tangan menggenggam, kaki
diputar ke dalam, lidah dapat tergigit.
3.
Kemudian disusul oleh tingkat
kejang klonik yang berlangsung antara 1 sampai 2 menit, kejang tonik berubah
menjadi kejang klonik, kontraksi otot berlangsung cepat, mulut terbuka-tertutup
dan lidah dapat tergigit sampai putus, mata melotot, mulut berbuih, muka
terjadi kongesti dan tampak sianosis, penderita dapat jatuh, menimbulkan trauma
tambahan.
4.
Tingkat koma, setelah kejang
klonik berhenti penderita menarik nafas diikuti koma, lamanya ketidaksadaran ini
tidak selalu sama, secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan
tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang
berulang sehingga ia tetap dalam koma (Wiknjosastro, 2002).
2.4.3.
Komplikasi dari kejang dan atau koma
1.
Komplikasi ibu
a.
Menimbulkan sianosis
b.
Aspirasi air ludah menambah
gangguan fungsi paru.
c.
Tekanan darah meningkat
menimbulkan perdarahan otak dan kegagalan jantung mendadak.
d.
Lidah dapat tergigit
e.
Jatuh dari tempat tidur
mengakibatkan fraktur dan luka-luka.
f.
Gangguan fungsi ginjal, oligo
sampai anuria.
g.
Perdarahan atau ablasio retina.
h.
Gangguan fungsi hati dan
menimbulkan ikterus.
2.
Komplikasi janin dalam rahim
a.
Asfiksika mendadak, karena
spasme pembuluh darah menimbulkan kematian
b.
Solusi plasenta
c.
Persalinan prematuritas
(Ida Bagus Gde, 1998)
2.5. Penatalaksanaan Jika
Terjadi Kejang
1.
Baringkan pada satu sisi,
tempat tidur arah kepala ditinggikan sedikit untuk mengurangi kemungkinan aspirasi
secret, muntahan atau darah.
2.
Bebaskan jalan nafas
3.
Pasang spatel lidah untuk
menghindari tergigitnya lidah.
4.
Lindungi pasien dari
kemungkinan trauma, fiksasi, untuk menghindari jatuhnya pasien dari tempat
tidur.
5.
Beri O2, 4-6
liter/menit
6.
Beri obat anti konvulsan.
7.
Jika pasien tidak sadar/koma :
ukur suhu, periksa apakah ada kaku
(Cunningham, 2006).
2.6. Hubungan Tingkat
Hipertensi pada Eklampsia dengan Kejadian Koma
Mekanisme terjadinya eklampsia pada
primipara, hampir seluruh primipara menderita hipertensi kehamilan, dimana
pengaturah darah selama kehamilan sangat tergantung pada hubungan antara curah
jantung dan tahanan/retensi pembuluh darah, yang keduanya berubah selama
kehamilan. peningkatan tekanan darah pertama kali timbul pada saat kehamilan
disebabkan adanya kerusakan yang terjadi pada pembuluh darah pada plasenta.
Selain itu juga tampak timbul pada ginjal yaitu menurunnya fungsi filtrasi
glomerulus yang mengakibatkan proteinuria serta retensi natrium dan air, maka
dioresis menurun sehingga terjadi edema dan peningkatan berat badan (Shock,
1992).
Tinggi rendahnya tekanan darah dalam
berbagai referensi digunakan sebagai salah satu indikator tingkat keparahan
dari hipertensi akibat kehamilan. makin tinggi tekanan darah penderita, makin
parah tingkat hipertensi akibat kehamilan yang diderita. Hasil penelitian
beberapa peneliti menunjukkan bahwa jika dilihat hubungan antara tekanan darah
dengan tingkat morbiditas dan mortalitas ibu serta anak, maka didapatkan bahwa
morbiditas dan mortalitas ibu dan anak meningkat pada tekanan sistolik > 160
mmHg atau tekanan diastolik > 110 mmHg (Cermin Dunia Kedokteran, 1992).
Hipertensi selama kehamilan menjadi
penyebab kematian ibu hamil, kematian bayi, dan berat bayi lahir rendah.
Tekanan darah yang meningkat mengakibatkan pembuluh darah mengalami
vaskontriksi, akibatnya suplai darah ke jaringan tubuh akan berkurang, organ
akan kehilangan asupan nutrisi dan oksigen sehingga lambat laun mengakibatkan
organ tidak berfungsi dan bahkan kematian organ. Gejala awalnya biasanya yang
paling sering adalah nyeri kepala yang hebat, pandangan kabur, dan nyeri, pada
ulu hati, ini merupakan tanda-tanda dari tekanan darah yang mulai meninggi yang
dapat mengakibatkan stroke atau pecahnya pembuluh darah di otak sehingga dapat
menimbulkan koma yang berkepanjangan. Akibatnya ibu hamil dapat meninggal
karena komplikasi dari hipertensi, seperti : gagal ginjal atau kematian organ
lainnya. Hipertensi juga bertanggung jawab terhadap perdarahan selama
persalinan (Ketut Sudhaberata, 2001).
2.7. Kerangka Konsep
Angka kematian ibu hamil, bersalin,
dan nifas masih merupakan masalah besar di negara ASEAN, yaitu 390/100.000
kelahiran hidup (Survei Demografi Kesehatan Indonesia, 1994). Salah satu
penyebab kematian maternal adalah eklampsia (Sudhabrata, 2000). Salah satu
faktor predisposisi dari eklampsia adalah hipertensi dalam kehamilan
(Cunningham, 1999).
2.8. Definisi Operasional
Tabel 2.1. Definisi Operasional
No
|
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Alat Ukur
|
Hasil Ukur
|
Skala
|
1
|
Independent Tingkat Hipertensi
|
Hipertensi tingkat II
Sistolik : 160-179 mmHg
Diastolik :100-109 mmHg
Hipertensi tingkat II
Sistolik : > 180 mmHg
Diastolik: > 110 mmHg
|
Pedoman dokumentasi
|
0 = hipertensi tingkat II
1 = hipertensi tingkat III
|
Nominal
|
2
|
Dependent
Koma
|
Terjadi kejang dan kehilangan
kesadaran
|
Pedoman dokumentasi
|
0 = ya
1 = tidak
|
Nominal
|
BAB III
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Objek
Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di RSUD
Dr. M. Yunus Bengkulu dan objek penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang
mengalami eklampsia di ruang rawat inap mawar dari bulan Januari 2006 sampai Maret
2007.
Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu hamil yang mengalami eklampsia di ruang rawat inap mawar dari bulan
Januari 2006 sampai dengan Januari 2006 sampai dengan Maret 2007.
Sampel
Penarikan sampel dalam penelitian
ini menggunakan teknik total sampling, artinya semua ibu hamil yang mengalami
eklampsia baik yang mengalami koma maupun yang tidak mengalami koma di ruang
rawat inap mawar dari bulan Januari 2006 sampai dengan Januari 2006 sampai
dengan Maret 2007.
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan metode rancangan cross sectional, variabel independent
(hipertesnsi) dan variabel dependet (koma) diukur atau dikumpulkan sekaligus
dalam waktu yang bersamaan.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data sekunder yang
diperoleh dari Medical Record RSUD
Dr. M. Yunus Bengkulu dari bulan Januari 2006 sampai dengan bulan Maret 2007.
Teknik Analisa Data
Analisis Univariat
Analisis untuk mendapatkan gambaran
tentang tekanan darah dan kejadian koma pada ibu hamil yang mengalami
eklampsia.
Analisis Bivariat
Analisis yang digunakan untuk
melihat hubungan antara variabel independent (tekanan darah) dengan variabel
dependent (koma) yaitu menggunakan analisis chi-square.
DAFTAR PUSTAKA
Angsar. (2003). Cermin
Dunia Kedokteran. http://www.crb.elga.net.id.
Bobak Lowdermik, et. Al. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Cunningham. (2006). Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta
: EGC.
Haryono. (2006). Hati-hati
Preeklampsia-eklampsia. http://www.infosehat.com.
Ida Bagus Gde. (1998). Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Linda. (2001). Diagnosa
Keperawatan. Edisi 8. Jakarta
: EGC.
Manuaba, I.B.G. (2002). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dengan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC.
RI, Departemen Kesehatan. (2000). Kematian Ibu. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Sarwono, P. (1999). Ilmu Kebidanan. Jakarta
: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Wagstaff. (1997). Penyajian
Kasus Pada Kebidanan dan Kandungan. Jakarta
: Hipokrates.
Wiknjosastro. (2002). Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta
: Bina Pustaka.
Zuspan, F.P. (1978) dan Arulkumaran. A (1995). Bagian Kebidanan dan Kandungan. http://www.tempo.co.id.
No comments:
Post a Comment