BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan usaha
meningkatkan kualitas manusia, dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara
berkelanjutan, berlandaskan kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan
global. Pelaksanaannya mengacu kepada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang
universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri,
berkeadilan, sejahtera, maju, dan kukuh kekuatan moral dan etikanya. Tujuan
pembangunan nasional itu sendiri adalah sebagai usaha meningkatkan
kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia, dan pelaksanaannya bukan hanya menjadi
tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga merupakan tanggung jawab seluruh
rakyat Indonesia, maksudnya adalah setiap warga negara Indonesia harus ikut
serta dan berperan dalam melaksanakan pembangunan sesuai dengan profesi dan
kemampuan masing-masing (Diknas, 2000).
Diberlakukannya Undang-Undang No. 32
tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004
tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maka
pemerintah daerah berhak untuk mengatur dirinya sendiri melalui sistem
desentralisasi, begitu juga dengan sektor kesehatan dimana pemerintah harus
mampu dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan cara
penerapan paradigma pembangunan kesehatan baru yaitu paradigma sehat yang
merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan bangsa yang proaktif dengan
visi menuju Indonesia sehat 2010 (Depkes RI, 1999).
Di dalam rencana strategi nasional making pregnancy safer (MPS) di Indonesia
2001-1010 disebutkan bahwa dalam konteks rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010, visi MPS adalah “kehamilan
dan persalinan di Indonesia
berlangsung aman, serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat, sehingga dapat
meningkatkan sumber daya manusia (Sarwano, 1999). Menurut WHO (1996) di negara
berkembang angka kematian ibu (AKI) 585 per 100.000 kelahiran hidup setiap
tahunnya dan 200.000 (4 %) dari kehamilan tersebut berakhir dengan kematian
yang disebabkan trias klasik yaitu pendarahan 40-60 %, infeksi 30-40 % serta
preeklampsia 10-20 % (Mose, 2004).
Di propinsi Bengkulu persentase BBLR
pada tahun 2006 adalah 0,86 %, angka ini menunjukkan bahwa persentase BBLR
telah memenuhi target yaitu sebesar 10,8 %, ini merupakan salah satu
keberhasilan dimana telah dilakukan salah satu upaya penanggulangan kekurangan
energi kalori (KEK), selama 90 hari dan dilakukan pemantauan perkembangan berat
badan bayi yang dilahirkan. Untuk penanganan bayi dengan BBLR meliputi
pelayanan kesehatan neonatal dasar, pencegahan hipotermia, ASI dini dan
eksklusif, pencegahan infeksi dan penanganan masalah pada BBLR yang diberikan
di sarana pelayanan kesehatan (Dinkes Prop, 2006).
Rumah sakit umum daerah Dr. M. Yunus
propinsi Bengkulu merupakan rumah sakit milik Pemda Tingkat I Bengkulu dengan
klasifikasi kelas B Non Pendidikan berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan
RI nomor: 1065/MenKes/SK/1992 dan
diperkuat oleh Peraturan Daerah No. 4 Tahun 1993. Berdasarkan surat keputusan Mendagri No. 445.28.336
tanggal 10 Juli 1995 RSUD Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu resmi menjadi rumah
sakit umum swadana daerah yang diperkuat dengan Perda No. 665 tahun 1995
tanggal 13 Desember 1995, dan berdasarkan Perda No. 7 tahun 2002 tentang
organisasi RSUD Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu dinyatakan bahwa RSUD Dr. M.
Yunus Bengkulu merupakan lembaga teknis daerah yang berbentuk badan (RSUD,
2006).
RSUD Dr. M.
Yunus propinsi Bengkulu merupakan rumah sakit rujukan tertinggi di propinsi
Bengkulu, dan telah melaksanakan berbagai upaya yang ditujukan guna membantu
penyembuhan penderita yang datang berobat ke rumah sakit. Upaya tersebut
meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, dengan visi “Menjadi pusat
rujukan medis terbaik di propinsi Bengkulu dengan pelayanan prima” melalui
misi: memberikan pelayanan yang cepat, tepat dan ramah serta terjangkau bagi
semua masyarakat tanpa membedakan latar belakang, meningkatkan sumber daya
manusia sebagai tenaga profesional dalam memberikan pelayanan kesehatan,
memenuhi kebutuhan sarana dan fasilitas rumah sakit untuk menunjang kualitas
pelayanan, meningkatkan kesejahteraan karyawan sebagai motivasi kerja dalam
memberikan pelayanan prima meningkatkan disiplin anggaran untuk efisiensi
pengeluaran (RSUD, 2006).
Berdasarkan data RSUD Dr. M. Yunus
propinsi Bengkulu pada tahun 2005 ditemukan jumlah ibu yang mengalami
preeklampsia sebanyak 23 orang dan yang meninggal akibat preeklampsia 3 orang,
sedangkan pada tahun 2006 ditemukan jumlah ibu yang mengalami preeklampsia
sebanyak 37 orang dan yang meninggal sebanyak 4 orang jadi dari tahun ke tahun
angka kejadian preeklampsia bertambah. Sedangkan jumlah ibu yang melahirkan di
ruang bersalin sebanyak 1.142 orang dan dari jumlah tersebut terdapat 58 orang
bayi yang mengalami BBLR (RSUD, 2006).
Berdasarkan uraian di atas maka
penulis mengangkat permasalahan hubungan preeklampsia dengan BBLR di
ruangan mawar RSUD Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu.
1.2 Rumusan Masalah
Dari apa yang telah diuraikan pada
latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Apakah
terdapat hubungan yang signifikan antara preeklampsia dengan BBLR di ruangan
mawar RSUD Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara preeklampsia dan BBLR di ruangan mawar RSUD Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu Januari
2006-Mei 2007.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui gambaran
kejadian preeklampsia di ruangan mawar RSUD Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu Januari
2006-Mei 2007.
2.
Untuk mengetahui gambaran
kejadian BBLR di ruangan mawar RSUD Dr.
M. Yunus propinsi Bengkulu Januari 2006-Mei 2007.
3.
Untuk mengetahui hubungan
preeklampsia dengan BBLR di ruangan mawar RSUD Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu Januari
2006-Mei 2007.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Dinas Kesehatan
Diharapkan dapat menjadi pedoman untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan di rumah sakit Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu
1.4.2 Bagi Rumah Sakit Umum Dr.
M. Yunus Propinsi Bengkulu
Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk
meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
1.4.3 Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan untuk
penelitian berikutnya yang sejenis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Preeklampsia
Preeklampsia adalah berkembangnya
hipertensi dengan proteinuria atau edema atau keduanya yang disebabkan oleh
kehamilan atau dipengaruhi oleh kehamilan yang sekarang (Mansjoer, 1994).
Menurut Bahri (1999) preeklampsia adalah dengan tanda-tanda hipertensi, edema
dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Sedangkan menurut Gant (1995)
preeklampsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai proteinuria, edema atau
keduanya yang terjadi akibat kehamilan.
2.1.1
Etiologi
Menurut Sulaeman (1981) etiologi penyakit ini belum diketahui,
faktor-faktor predisposisi meliputi:
1.
Mempunyai riwayat preklampsia
dan eklampsia dalam keluarga.
2.
Mempunyai penyakit vaskuler
hipertensi sebelumnya.
3.
Umur di atas 35 tahun.
4.
Nulipara untuk belasan tahun.
5.
Pasien yang miskin dengan
pemeriksaan antenatal yang kurang atau tidak sama sekali dan nutrisi yang
buruk, terutama diet dengan kurang protein.
6.
Primigravida, terutama
primigravida muda.
7.
Kehamilan-kehamilan dengan tropoblas
yang berlebihan seperti kehamilan ganda, mola hidatidosa, diabetes melitus dan hidrosefalus.
2.1.2
Klasifikasi
Menurut Manuaba (1994), klasifikasi preeklampsia dibagi menjadi dua,
yaitu:
1.
Preeklampsia Ringan
a.
Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30
mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
b)
Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15
mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
c)
Kenaikan berat badan 1 Kg atau lebih dalam
seminggu.
d)
Proteinuria 0,3 gram atau lebih dengan tingkat
kualitatif plus 1 sampai 2 pada urin kateter atau urin aliran pertengahan.
2.
Preeklampsia Berat
Bila
salah satu diantara gejala atau tanda ditemukan pada ibu hamil sudah dapat
digolongkan preeklampsia berat:
a)
Tekanan darah 160/110 mmHg.
b)
Oliguria, urin kurang dari 400
cc/24 jam.
c)
Proteinuria lebih dari 3
gram/liter
d)
Keluhan subyektif seperti nyeri
epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri kepala dan gangguan kesadaran.
e)
Pemeriksaan seperti, kadar
fungsi hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada retina, trombosit
kurang dari 100.000/mm.
2.1.3
Diagnosa
Diagnosa dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan
mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun preeklampsia sukar dicegah,
namun preeklampsia dapat dihindarkan dengan penanganan secara sempurna. Pada
umumnya diagnosa preeklampsia didasarkan atas adanya 2 dari trias tanda utama:
hipertensi, edema dan proteinuria. Hal ini memang berguna untuk kepentingan diagnostik,
tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat merupakan bahaya
kendatipun ditemukan sendiri. Oleh sebab itu tiap kasus preeklampsia harus
ditangani sungguh-sungguh (Bari,
1999).
2.1.4
Patofisiologi
1.
Vasosme
Vasosme merupakan dasar
patofisiologi untuk oleh preeklampsia, penyempitan vaskuler menyebabkan
hambatan aliran darah dan menerangkan proses terjadinya hipertensi arterial.
Pelebaran sigmental, mungkin mendorong lebih jauh timbulnya kerusakan vaskuler
mengingat keutuhan endotel dapat terganggu oleh segmen pembuluh darah melebar
dan terenggang. Lebih lanjut, angiotensin II tampaknya mempengaruhi sel endotel
dengan membuatnya berkontraksi, semua faktor ini dapat menimbulkan kebocoran
sel antar endotel, sehingga melalui kebocoran tersebut, unsur-unsur pembentuk
darah, seperti trombosit dan fibrinogen, tertimbun pada lapisan subendotel.
Perubahan vaskuler yang disertai dengan hipoksia pada jaringan setempat dan
sekitarnya, diperkirakan menimbulkan pendarahan, nekrosis dan kelainan organ
akhir lainnya yang sering dijumpai pada preeklampsia berat, dengan skema ini,
penimbunan fibrin akan terjadi.
2.
Respon presor yang
meningkat
Kepekaan pembuluh darah yang
meningkat terhadap angiotensin II jelas mendahului awal terjadi hipertensi
karena kehamilan. Respon presor yang nyata terhadap angiotensin II, secara
khusus disebabkan oleh penurunan daya respon vaskuler. Beberapa faktor yang
berperan dalam proses terjadinya resistensi terhadap angiotensin II, misalnya
sekresi aldosteron meningkat mencolok pada ibu hamil dan keadaan ini diatur
oleh pengaruh angiotensin II pada zona glomerolus korteks adrenal. Dengan cara
kerja tersebut preeklampsia dapat terjadi setelah terjadi peningkatan salah
satu prostaglandin atau penurunan sintesis atau pelepasan prostaglandin atau
mungkin keduanya (Gant, 1995).
2.1.5
Akibat Pada Ibu dan
Janin
Kemunduran fungsi sejumlah organ dan system yang kemungkinan
sebagian besar terjadi akibat pasospasme, ditemukan pada preeklampsia, perlu
ditekankan pada kelainan ini sering timbul bersama pada ibu maupun janinnya.
Penyebab utama kelainan pada janin terjadi akibat perubahan dalam perfusi darah
uteroplasma.
1.
Perubahan kardivaskuler
Untuk menilai fungsi jantung perlu diperhatikan 4 masalah:
a.
Preload tekanan diastolik-akhir
dan volume ventrikel
b.
Afterload-tegangan atau tekanan
sistolik intramiokardial terhadap ejeksi
c.
Kontraktilitas atau inotropik
miokardium
d.
Frekuensi denyut jantung
2.
Perubahan hemodinamik
Pada wanita dengan preeklampsia ditemukan tekanan vaskuler sistemik
yang tinggi serta fungsi ventrikel yang hiperdinamis.
3.
Perubahan hematologis
Perubahan-perubahan
hematologis diperkirakan sebagai penyebab preeklampsia
a.
Trombositopenia dapat terjadi
dan kedangkalan ditemukan begitu berat sehingga dapat mengancam jiwa penderitaannya
b.
Kadar sebagian faktor pembekuan
plasma dapat menurun
c.
Eritrosis dapat mengalami
trauma sehingga berubah bentuknya dan cepat mengalami hemolisis.
4.
Perubahan endokrin dan
metabolic
a.
Perubahan endokrin
Selama kehamilan normal, kadar renin, angiotensin II dan aldesteron
dalam plasma meningkat. Berlawanan dengan keadaan tersebut pada keadaan
hipertensi karena kehamilan, umumnya menurun hingga mendekati rentang nilai
normal seperti pada wanita yang tidak hamil
b.
Ginjal
Dengan timbulnya hipertensi karena kehamilan, perfusi darah ginjal
dan kecepatan filtrasi glomerolus menurun secara bervariasi,
perubahan-perubahan tersebut tampaknya menyebabkan proteinuria dan mungkin
sekali ada hubungannya dengan retensi garam dan air.
c.
Proteinuria
Pada wanita hamil dengan hipertensi, harus terdapat proteinuria
dengan kadar yang cukup agar diagnosis preeklampsia dapat dibuat secara akurat.
5.
Perubahan mikroskopis
Perubahan yang dapat dilihat dengan mikroskop cahaya dan elektron
biasanya ditemukan pada ginjal. Glomerolus membesar (kira-kira 20 %) dan sering
menonjol ke dalam leher tuberolus. Perubahan ginjal yang terlihat pada
mikroskop elektron oleh para ahli telah dianggap sebagai tanda patognomosis
untuk preeklampsia.
a.
Hepar
Pada preeklampsia kadangkala dijumpai pada hasil tes faal hepar dan
keutuhan hepar yang mencakup kelambatan ekskresi bromosulfoftalen dan
peningkatan kadar enzim aspartat aminotransferase dalam serum.
b.
Otak
Aliran darah otak, konsumsi oksigen dan tekanan vaskuler tidak
berubah pada wanita hamil yang menderita preeklampsia, ataupun hipertensi
esensial, namun demikian tidak tertutup kemungkinan timbulnya daerah
hipoperfusi atau hiperfusi pada otak.
c.
Perfusi darah uteroplasenta
Berkurangnya perfusi darah plasenta yang terjadi akibat spasme
pembuluh darah uterus merupakan penyebab utama peningkatan angka kesakitan dan
kematian yang berhubungan dengan hipertensi yang diinduksikan atau diperberat
oleh kehamilan.
6.
Perubahan histology pada
jaringan pembuluh darah plasenta
Pada preeklampsia terdapat lesi patognomosis dalam pembuluh darah
uteroplasenta. Perubahan dini pada keadaan preeklampsia mencakup kerusakan
endotel pembuluh darah. Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan
gangguan fungsi plasenta yang menyebabkan pertumbuhan janin terganggu (Gant, 1995).
2.1.6
Penanganan
Penanganan preeklampsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan
menjadi eklampsia dan pertolongan kebidanan dengan melahirkan janin dengan
keadaan optimal dan bentuk pertolongan dengan trauma minimal. Pada preeklampsia
ringan dengan penanganan simtomatis dan berobat jalan dengan memberikan:
1.
Sedativa ringan: Phenobarbital
3x 30 mg, diazepam 3x 10 mg
2.
Obat penunjang: vitamin B
kompleks, vitamin C atau E, zat besi
3.
Nasehat:
a.
Lebih banyak istirahat, tidur
miring ke arah punggung bayi.
b.
Segera datang memeriksakan
diri, bila terdapat sakit kepala, mata kabur, edema mendadak atau berat badan
naik, pernafasan semakin sesak, nyeri pada epigastrium, kesadaran makin
berkurang, pengeluaran urin berkurang.
4.
Jadwal pemeriksaan hamil
dipercepat dan diperketat
Petunjuk
untuk segera memasukkan penderita ke rumah sakit atau merujuk penderita perlu
memperhatikan hal sebagai berikut:
a.
Bila tekanan darah 140/90 mmHg
atau lebih
b.
Protein dalam urin plus atau
lebih
c.
Kenaikan berat badan 1,5 kg
atau lebih dalam seminggu
d.
Edema bertambah
e.
Terdapat gejala dan keluhan
subyektif
Bidan yang mempunyai polindes dapat merawat penderita preeklampsia
berat untuk sementara, sampai menunggu melakukan rujukan sehingga penderita
mendapat pertolongan yang sebaik-baiknya.
Penderita
diusahakan agar:
1.
Terisolasi sehingga tidak
mendapat rangsangan suara ataupun sinar
2.
Dipasang infus glukosa 5 %
3.
Dilakukan pemeriksaan:
a.
Pemeriksaan umum: pemeriksaan
tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan
b.
Pemeriksaan kebidanan:
pemeriksaan Leopold, denyut jantung janin, pemeriksaan dalam (evaluasi
pembukaan dan keadaan janin dalam rahim)
c.
Evaluasi keseimbangan cairan
4.
Pengobatan
a.
Sedativa: Phenobarbital 3x 100
mg, diazepam 3x 20 mg
b.
Menghindari kejang
1)
Magnesium Sulfat
a)
Dosis 8 g IM, dosis ikutan 4
g/6 jam
b)
Observasi: pernafasan tidak
kurang 16 menit, reflek patella (-, urin tidak kurang dari 600 cc/24 jam, tidak
ada denyut jantung.
2)
Diazepam
a)
Dosis mg IV, dosis ikutan 20
mg/drip 20 tetes
b)
Dosis maksimal 120 mg/24 jam
c.
Kombinasi pengobatan
1)
Pethidin 50 mg IM
2)
Kloropomazin 50 mg IM
3)
Diazepam 20 mg IM
d.
Bila terjadi oliguria diberikan glukosa 40 %
IV untuk menarik cairan dari jaringan, sehingga dapat merangsang diuresis.
e.
Setelah keadaan preeklampsia
berat dapat diatasi, pertimbangkan mengakhiri kehamilan berdasarkan:
1)
Kehamilan cukup bulan
2)
Mempertahankan kehamilan sampai
mendekati cukup bulan
3)
Kegagalan pengobatan
preeklampsia berat kehamilan diakhiri tanpa memandang umur
4)
Merujuk penderita ke rumah sakit
untuk pengobatan yang adekuat.
Mengakhiri kehamilan merupakan pengobatan utama untuk memutuskan
melanjutkan preeklampsia menjadi eklampsia. Dengan perawatan sementara di
polindes, maka melakukan rujukan penderita merupakan sikap yang paling tepat.
Konsep BBLR
BBLR adalah bayi yang pada waktu lahir berat kurang dari 2500 gram
(Depkes RI, 1991). Sedangkan menurut Saifudin (2002). mengatakan bahwa Bayi
BBLR adalah bayi yang pada waktu lahir berat kurang dari 2500 gram. Bayi dengan
BBLR terjadi akibat kelahiran sebelum waktunya atau umur kehamilan belum
mencapai sembilan bulan, bayi lahir cukup tapi pertumbuhan dalam kandungan
tidak baik oleh karena itu ibu kurang gizi, kurang darah, sering sakit, banyak
merokok atau bekerja berat.
Etiologi
Menurut Manuaba (1999) bayi dengan BBLR disebabkan oleh:
1. Faktor Ibu
a. Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan
kehamilan, misalnya toksemia gravidarum, pendarahan antepartum, trauma fisik
dan psikologis malnutrisi, kelainan uterus, penyakit jantung,
hipertensi, jarak kehamilan terlalu dekat, infeksi dan lain-lain.
b. Usia
Angka kejadian prematuritas tinggi pada usia
ibu dibawah 20 tahun, pada multigravida yang jarak antara dua kehamilannya
terlalu dekat, kejadian terendah ialah pada usia ibu antara 25-35 tahun.
c. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan ini sangat berperan terhadap
timbulnya prematuritas, kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial
ekonomi rendah hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan
pengawasan antenatal yang kurang.
2. Faktor Janin
Cacat bawaan, kehamilan ganda, hidromnion,
ketuban pecah dini, infeksi dalam kandungan (toksoplasmosis, rubella,
sitomegalovirus, herpes Simpleks (TORCH)).
3. Kebiasaan
Pekerjaan yang melelahkan (buruh kasar)
Patofisiologi
Sumber : Manuaba, 1999
Keterangan :
Bila seseorang ibu atau wanita dalam
pertumbuhan (usia kurang dari 20 tahun) dan kehamilan ditambah lagi keadaan
kurang saat hamil hal ini akan dapat memperburuk kondisi ibu dan janin yang
dikandungnya, karena antara ibu dan janin terjadi perebutan makanan untuk
pertumbuhannya masing-masing dan menyebabkan bayi lahir dengan berat badan
lahir rendah atau bayi-bayi bisa lahir prematur. Hal ini akan menjadi faktor terjadinya masalah pada
bayi baik pertumbuhan dan perkembangannya (Manuaba, 1999).
Klasifikasi
Menurut Sarwono, (2002) berkaitan dengan
penanganan dan harapan hidup bayi, bayi dengan berat lahir rendah dapat
dibedakan dalam :
1.
Berat badan lahir 1500-2500
gram
2.
Berat badan lahir < 1500
gram
3.
Berat badan lahir < 1000
gram
Sedangkan menurut Moore (1997) berkaitan dengan penanganan dan
harapan hidup bayi, bayi dengan berat lahir rendah dapat dibedakan dalam:
1.
Small For Gestational Age (SGA) yaitu berat lahir 1500-2500 gram
2.
Very Low Birth Weight (VLBW) yaitu berat lahir < 1500 gram
3.
Extremely Low Birth Weight < 1000 gram
Gejala Klinis
Menurut Saifuddin (2001), gejala klinis yang
sering timbul pada bayi BBLR sebagai berikut:
1.
Berat badan kurang dari 2500
gram, lingkar dada kurang dari 30 cm dan lingkar kepala kurang dari 33 cm.
2.
Kulit keriput tipis merah penuh
bulu halus
3.
Pada dahi pelipis telinga,
lengan, lemak dalam jaringan subkutan sedikit.
4.
Pada bayi premature pada lelaki
testis belum turun dan pada wanita labia minora lebih menonjol
5.
Gerakan pasif dan tangis hanya
merintih, waktu lapar tidak menangis, lebih banyak tidur.
6.
Suhu tubuh mudah berubah
menjadi hipotermi.
hipotermi disebabkan oleh:
a.
Pusat pengaturan panas belum
berfungsi dengan baik.
b.
Permukaan tubuh relatif lebih
luas, sehingga pengeluaran panas melalui tubuh lebih besar
c.
Alat pernafasan belum bekerja
sempurna
Komplikasi
Menurut Prawiro, (1999) alat tubuh bayi
prematur belum berfungsi dengan baik seperti bayi matur, oleh karena itu kurang
sempurnanya alat-alat dalam tubuh baik anatomi maupun fisiologi maka akan
timbul beberapa kelainan diantaranya:
1.
Sindrom aspirasi
mekonium
Kesulitan pernafasan, sindrom
aspirasi mekonium keadaan hipoksia intrauterine akan mengakibatkan janin
mengadakan gasping, dalam uterus selain itu akan melepaskan ke dalam
likour amnion seperti yang sering terjadi pada subacute fetal distress,
akibatnya cairan yang mengandung mekonium itu lengket masuk ke dalam paru janin
karena inhalasi pada saat bayi lahir akan menderita gangguan pernafasan
idiopatik ditambah dengan pemberian antibiotik.
2.
Hipoglikemia simtomatik
Keadaan ini terutama pada bayi laki-laki
penyebabnya belum jelas, mungkin disebabkan karena persediaan glikogen sangat
kurang. Gejala klinisnya tidak jelas tetapi pada umumnya bayi tidak menunjukkan
gejala, kemudian tampak seperti kaget, serangan apnoe, sianosis, pucat, tidak
mau minum, cemas, apatis, dan kejang.
3.
Asfiksia neonatorum
Bayi dismatur lebih sering menderita asfiksia
neonatorum dibandingkan dengan bayi biasa, karena bayi dismatur replek hisap,
telan, dan batuk belum sempurna, kapasitas lambung masih sedikit sehingga waktu
pengosongan lambung enzim pencernaan masih kurang terutama enzim lipase
sehingga menyebabkan daya untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak, laktosa,
vitamin yang larut dalam lemak dan beberapa mineral tentu berkurang kerja
dari sfingter kardioesofhagus yang belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi
isi lambung ke esofagus dan mudah terjadi aspirasi.
4.
Hiperbillirubinemia
Bayi lebih sering mendapat
hiperbillirubinemia dibandingkan dengan bayi yang sering seusia dengan masa
kehamilannya, hal ini mungkin disebabkan gangguan pertumbuhan hati.
Perawatan
Berdasarkan umur kehamilan perawatan bayi
BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1.
Prematuritas murni
Usia kehamilan kurang dari 37 minggu
dan berat badannya sesuai dengan berat badan usia kehamilan tersebut atau bisa
disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
2.
Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk
usia kehamilan tersebut. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan
intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (Hidayat,
1985).
3.
Perawatan BBLR dengan
prematuritas murni:
Pengaturan suhu seorang bayi akan
berkembang secara memuaskan pada suhu rectal 35,5.
Hubungan Preeklampsia dengan BBLR
Menurut Glover (1986), BBLR bisa disebabkan oleh Preeklampsia yang
merupakan salah satu komplikasi yang terjadi saat kehamilan. Sedangkan menurut Manuaba,
dkk (1998) menyatakan bahwa Preeklampsia dapat menyebabkan terjadinya BBLR,
tekanan darah tinggi yang mengakibatkan penurunan zat asam yang mengalir dari
ibu dan ke janin yang dikandung melalui plasenta, menurunnya aliran darah ke
plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta sehingga pertumbuhan janin akan
terganggu sehingga menyebabkan bayi dapat lahir dengan BBLR.
Tabel 2.3.1
Diagnosa Keperawatan pada Klien dengan Preeklampsia
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
kriteria Hasil
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1.
2.
|
Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan retensi garam dan air
dalam jaringan interseluler.
Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena (hipovolemia)
ibu.
|
Tujuan Umum
:
Keseimbangan
cairan dan elektrolit yang adekuat terpenuhi.
Tujuan
Khusus : Klien tidak lagi mengalami retensi garam dan air dalam jaringan
interseluler (edema).
Tujuan Umum
:
Adanya
perbaikan perfusi jaringan
Tujuan
Khusus :
Aliran balik
vena dapat normal kembali.
Tidak ada
penurunan frekuensi jantung janin pada CST/OCT.
|
1.
Mengucapkan
pemahaman tentang kebutuhan akan pemantauan yang ketat dan berat badan, TD,
protein urin dan edema.
2.
Berpartisipasi
dalam regimen terapeutik dan pemantauan sesuai indikasi.
3.
Menunjukkan
hematokrit (HT) dalam batas normal dan edema fisiologis tanpa adanya tanda
pitting.
4.
Bebas
dari tanda-tanda edema umum (misalnya : nyeri epigastrik, gejala-gejala serebral,
dispnea, mual/muntah
1.
Mendemontrasikan
reaktifitas SSP normal pada NST (Test Non Stres) bebas dari deserasi lanjut,
tidak ada penurunan frekuensi jantung janin pada CST/OCT (Contraktion Stres
Test/Oxytocin Challenge Test).
2. Cukup bulan : AGA.
|
Intervensi
|
Rasional
|
5
|
6
|
Mandiri :
1. Timbang berat badan klien secara
rutin
2. Perhatikan tanda edema berlebihan
atau berlanjut. Kaji terhadap kemungkinan eklampsia.
3. Perhatikan perubahan pada kadar
Ht/HB.
4. Kaji ulang masukan % keluaran, perhatikan
warna urin, dan ukur berat jenis sesuai indikasi.
5. Pantau masukan & keluaran,
perhatikan warna urin, dan ukur berat jenis sesuai indikasi.
6. Tes rabas urin bersih terhadap
protein setiap kunjungan, atau setiap hari/jam bila dirawat di RS. Laporkan
temuan 2 + atau lebih besar.
7. Kaji adanya bunyi paru & frekuensi
usaha pernafasan.
8. Pantau TD & nadi (rujuk pada DK :
curas jantung, penurunan).
Kolaborasi :
9. Tinjau ulang masukan natrium sedang
sampai 6 gr/hari. Instruksi klien untuk menghindari makanan tinggi natrium (mis
: daging babi diasinkan daging, hot dog, & keripik kentang).
10.
Lakukan
tiras baring dengan aturan yang ketat pada klien ; anjurkan pada posisi
infus, sesuai indikasi.
11.
Gantikan
cairan baik secara oral atau parental, melakukan pompa infus, sesuai
indikasi.
12.
Bila
kekurangan cairan berat dan klien di rawat di RS :
a.
Pasang
kateter indwelling bila keluar ginjal berkurang atau kurang dari 50 ml/jam.
b.
Bantu
dengan pemasangan jalur dan atau pemantauan parameter hemodematik invasive,
seperti tekanan sentral (CVP) & tekanan bagi arteri pulmonal (PAWP).
c.
Berikan
ekspander plasma atau diuretic osmotic, bila perlu.
Mandiri :
1. Pantau as-urat serum & kadar
kreatinin, & nitrogen urea darah (BUN).
2. Berikan info mengenai
pengkajian/pencatatan gerakan janin di rumah setiap hari.
3. Identifikasi factor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas janin.
4. Tinjau ulang tanda abrupsi plasenta
(mis : perdarahan vagina, nyeri tekan uterus, nyeri abdomen, &
peningkatan aktivitas janin)
5. Evaluasi pertumbuhan janin, ukur
kemajuan fundus setiap kunjungan.
6. Perhatikan respo n janin pada
obat-obatan seperti MgSO4, fenobarbitul & diazparti.
7. Pantau DJJ secara manual atau
elektronik, sesuai indikasi
Kolaborasi :
8. Kaji respon janin pada kriteria BPP
atau CST, sesuai indikasi status ibu (rujuk pada diagnosa : cedera, resiko
tinggi terhadap ibu).
9. Bantu dengan pengkajian maturitas
& kesejahteraan janin dengan menggunakan rasio langsung, adanya pg, kadar
estriol, (gerakan pernafasan janin FBM), & memulai sonografi berurutan
pada gestasi minggu ke 20-26 (rujuk pada MK : kehamilan resiko tinggi, DK :
cedera, resti tersebut, janin).
10.Bantu dengan pengkajian tersebut
volume plasma ibu pada gestasi minggu ke 24-26 dengan menggunakan Evans blue
dye, jika diindikasikan.
11.Bila HKK berat & memerlukan
kelahiran prenatur pada gestasi antara minggu ke 28 & 34, berikan
kortikosteroid (deksametason betason) IM sedikitnya 24-48 jam tetapi tidak
> 7 hari sebelum melahirkan.
|
1.
Penambahan
berat badan bermakna dan tiba-tiba (mis : > 1,5 kg/bulan dalam trimester
kedua atau > 0,5 kg/minggu pada trimester ketiga) menunjukkan retensi
cairan. Gerakan cairan dengan vascular ke ruang interstitial mengakibatkan
edema.
2.
Edema
dan deposisi fibrin intravaskuler dalam hepar terselubung dimanifestaikan
dengan nyeri KKA, dispnea, menandakan adanya hubungan dengan pulmonal edema
serebral kemungkinan mengarah pada kejang, mual serta muntah menandakan edema
gastrointestinal (GI).
3.
Mengidentifikasikan
derajat hemokonsentrasi yang disebabkan oleh perpindahan cairan. Bila Ht
kurang dari 3 kali kadar hubungan, terjadi hemokonsentrasi.
4.
Insiden
hipolemia & hipoperfusi prenatal dapat diturunkan dengan nutrisi yang
adekuat, ketidakadekuatan protein/kalori merupakan resiko pembentukan edema
& HKK, untuk menggantikan kehilangan mungkin diperlukan masukan protein
80-100 gr setiap hari.
5.
Pengeluaran
urin adalah indicator sensitive dari sirkulasi volume darah. Oliguria &
berat jenis 1,040 menandakan hipovolume berat & ada masalah pada ginjal.
(Catatan : pemberian MgSO4 dapat menyebabkan peningkatan pengeluaran
sementara).
6.
Membantu
dalam menentukan derajat berarti/kemajuan kondisi. Hasil 2 + menandakan edema
glomerular atau spasme, proteinuria mempengaruhi perpindahan air dari
percabangan vaskuler.
7.
Dispnea
& krekel dapat mengindikasikan adanya edema paru.
8.
Peningkatan
tekanan darah dapat terjadi karena respon terhadap katekolamin, vasopresin,
prostag landing, & sebagai anjuran temuan terjadi penurunan kadar dengan
prostasiklin.
9.
Mungkin
perlu untuk memantau perubahan lebih kuat
10.
Posisi
rekumben miring kiri menurunkan tekanan pada verakava, meningkatkan aliran
balik vena dan volume sirkulasi ini berfungsi plasenta dan ginjal,
menurunkan.
11.
Aktivitas
adrenal, dan dapat menurunkan TD & menggantikan penurunan BB sampai 4 LB
(1,81 kg) dalam periode 24 jam selama diuresis.
12.
Menggantikan
cairan memperbaiki hipovemia, yang harus diberikan dengan hati-hati untuk
mencegah kelebihan beban, khususnya bila cairan interstitial mengalir bail ke
dalam bila aktivitas dikurangi pada masalah ginjal, masukan cairan dibatasi ;
mis : bila keluaran berkurang (kurang dari 700 ml/24 jam), masukan cairan
total dibatasi untuk mengira-ngira haluaran & kehilangan yang tidak
kelihatan.
a. Memungkinkan pemantauan lebih akurat
terhadap perfusi keluaran/ginjal.
b.
Memberikan
pengukuran volume cairan yang lebih akurat pada kehamilan normal, volume
plasma merupakan 30-50 %,
c.
Dapat
membantu untuk mengalirkan kembali cairan ke dalam ruang intravaskuler.
Tindakan ini controversial karena dapat menurunkan karena dapat menurunkan
fungsi jantung & sirkulasi plasenta.
1.
Pernikahan
kadar, khusus as-urat, menandakan kerusakan fungsi ginjal, membuka kondisi
ibu & hasil janin buruk.
2.
Penurunan
aliran darah plasenta mengakibatkan pertukaran gas & kerusakan fungsi
nutrisi plasenta perfusi plasenta yang buruk potensial menghasilkan
malnutrisi, BBLR & prematuritas berkenaan dengan kelahiran dini, abrupsi
plasenta & kematian janin. Penurunan aktivitas janin menandakan kondisi
yang menghasilkan janin & terjadi terdahulu supaya perubahan DJJ dapat
didetksi.
3.
Merokok,
penggunaan obat, kadar glukosa serum, bunyi lingkungan, waktu dalam sehari
& siklus tidur bangun dengan janin dapat meningkatkan atau menurunkan
gerakan janin.
4.
Penalaran
& intervensi dini merupakan kemungkinan hasil yang positif.
5.
Pada
fungsi plasenta dapat menyertai HKK, mengakibatkan IUGR stress intra uterus
tronis & insufisiensi uetroplasenta menurunkan jumlah kontribusi janin
pada PP numpuk cairan amriotik.
6.
Efek
depresi dari medikasi dapat menurunkan pernafasan & fungsi sehingga janin
serta tingkat aktivitas, janin meskipun sirkulasi plasenta mungkin adekuat.
7.
Mengevaluasi
kesejahteraan janin peningkatan DJJ dapat menandakan respons kompensasi pada
hipoksia prematuritas, atau abrupsi plaenta.
8.
BPP
membantu mengevaluasi janin & lingkungan janin pada 5 parameter khusus
untuk mengkaji-mengkaji fungsi SPP & kontribusi janin pada volume cairan
amniotic CST mengkajikan fungsi & cadang plasenta.
9.
Pada
adanya deteriorasi kondisi ibu/janin resiko melahirkan bayi preterm didesak
melawan resiko melanjutkan kehamilan, dengan menggunakan hasil dari
pemeriksaan evaluatif terhadap maturitas paru dan ginjal, pertumbuhan janin
dan fungsi plasenta. IUGR dihubungkan dengan penurunan volume ibu &
perubahan vaskuler.
10.
Untuk
mengidenfikasikan resiko IUGR & kematian janin intra uterus yang
berhubungan dengan penurunan volume plasma & perfusi plasenta.
11.
Penurunan
fungsi & ukuran hubungkan dengan HKK.
|
Kerangka Konsep
|
Definisi Operasional
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Cara Ukur
|
Alat Ukur
|
Hasil Ukur
|
Skala Ukur
|
Independent
Preeklampsia
|
Preeklampsia suatu penyakit dengan tanda-tanda TD 160/110 mmHg,
oliguria, proteinuria.
|
Diagnosa dokter
|
Observasi
|
0 = Preeklampsia jika TD > 160/110 mmHg
1 = Tidak preeklampsia jika TD < 140/90-90/60
mmHg
|
Nominal
|
Dependent
BBLR
|
Bayi baru lahir yang memiliki berat badan < 2500 gram, tanpa
memandang usia kehamilan
|
Diagnosa dokter
|
Observasi
|
0 = BBLR jika berat lahir < 2500 gram
1 = Tidak BBLR jika berat lahir < 2500 gram
|
Nominal
|
Hipotesis
Ho : Tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara preeklampsia dengan berat badan lahir
rendah di ruangan mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara
preeklampsia dengan berat badan lahir rendah di ruangan mawar RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruangan
mawar RSUD dr. M. Yunus Provinsi Bengkulu dari bulan Maret 2007 sampai dengan Juni
2007.
3.2. Desain penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan jenis
observasi dengan rancangan cross
sectional yang mana variabel
dependent dan independent diambil secara bersamaan.
3.3. Populasi dan sampel
3.3.1
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu yang melahirkan di ruang mawar RSUD dr. M. Yunus Provinsi Bengkulu
pada bulan Mei Tahun 2007
3.3.2
Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah
seluruh populasi dan diambil total sampling.
3.4. Tehnik pengumpulan data
Untuk mendapatkan data dalam
penelitian ini penulis mengambil data sekunder yaitu data yang dikumpulkan dari
laporan di ruang mawar RSUD dr. M. Yunus dan Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu.
3.5. Pengolahan data
Data yang diperoleh diolah secara
manual, yaitu:
1.
Pemeriksaan (Editing)
Dalam persiapan penelitian ini
pemeriksaan kembali kelengkapan data yang diperoleh kemudian untuk memudahkan
pengecekan kelengkapan data yang diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian
yang dilakukan pengelompokan dan penyusunan data. Data yang dikelompokkan
berdasarkan pertimbangan peneliti sendiri dengan maksud untuk memudahkan
pengolahan data.
2.
Pengkodean (Coding)
Coding merupakan kegiatan merubah
data berbentuk huruf menjadi data bilangan dengan memberikan kode setiap
variabel dengan maksud untuk mempermudah pengolahan data.
3.
Memproses data (Processing)
Setelah jawaban format pengumpulan
data telah diperiksa dan telah melewati pengkodean langkah selanjutnya adalah
memproses data agar dapat dianalisis dengan cara memasukkan data ke komputer.
4.
Entri
Memasukkan data yang sudah dilakukan
editing dan coding tersebut ke dalam komputer dan menggunakan perangkat lunak
komputer.
5.
Pembersihan data (Cleaning)
Merupakan kegiatan mengecek kembali
data yang sudah diproses apakah ada kesalahan atau tidak pada masing-masing
variabel yang sudah diproses sehingga dapat diperbaiki dan dinilai.
3.6. Analisa data
3.6.1
Univariat
Analisis yang dilakukan adalah analisis
univariat dengan maksud untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari
masing-masing variabel yang diteliti baik variabel independent maupun variabel
dependent.
3.6.2
Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk
melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independent dan variabel
dependent dengan uji statistik chi square.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Zaidin, 2000, Dasar-Dasar
Pendidikan Kesehatan Masyarakat, Pondok Duta, Jakarta.
Arikunto Suharsimi, 2000, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rhineka
Cipta.
Depkes, 2003, Profil Kesehatan Bengkulu. Depkes,
Bengkulu.
Doenges, Marilynn, E. 2001, Rencana Perawatan Maternal / Bayi. EGC, Jakarta.
Glover, 1995, Perawatan
Bayi Premature. Seri Kesehatan Wanita. Jakarta.
Gunardi H, 1988, Ilmu
Kesehatan Dalam Pemantauan Bayi Prematur, FKUI RSCM, Jakarta.
Hidayat, Gunardi, 1985, Ilmu Kesehatan dalam Pemantauan Bayi Prematur, Jakarta.
Manuaba, 1999, Ilmu
Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. EGC, Jakarta.
Markum, AH, 1991, Ilmu
Kesehatan Anak, FKUI/RSCM, Jakarta.
Mochtar, Rustam, 1998, Sirobsis Obstetri Fisiologi dan Patologi, EGC, Jakarta.
Nelson, 1998, Ilmu
Kesehatan Anak, Edisi XII, Jakarta.
Notoatmodjo S, 1993, Pengantar Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
------------------, 1993, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, JNPKKR-POGI,
YBP-SP, Jakarta.
Tacker, S, M, 1998, Standar Perawatan Pasien, Edisi II, EGC, Jakarta.
Wiknjosastro, Hanifah, 1999, Ilmu Kebidanan, Edisi 3, YBP-SH, Jakarta.
jika ada judul
No comments:
Post a Comment