Friday 22 May 2015

HUBUNGAN PREEKLAMPSIA DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan usaha meningkatkan kualitas manusia, dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Pelaksanaannya mengacu kepada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju, dan kukuh kekuatan moral dan etikanya. Tujuan pembangunan nasional itu sendiri adalah sebagai usaha meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia, dan pelaksanaannya bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga merupakan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia, maksudnya adalah setiap warga negara Indonesia harus ikut serta dan berperan dalam melaksanakan pembangunan sesuai dengan profesi dan kemampuan masing-masing (Diknas, 2000).
Diberlakukannya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maka pemerintah daerah berhak untuk mengatur dirinya sendiri melalui sistem desentralisasi, begitu juga dengan sektor kesehatan dimana pemerintah harus mampu dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan cara penerapan paradigma pembangunan kesehatan baru yaitu paradigma sehat yang merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan bangsa yang proaktif dengan visi menuju Indonesia sehat 2010 (Depkes RI, 1999).
Di dalam rencana strategi nasional  making pregnancy safer (MPS) di Indonesia 2001-1010 disebutkan bahwa dalam konteks rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010, visi MPS adalah “kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman, serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat, sehingga dapat meningkatkan sumber daya manusia (Sarwano, 1999). Menurut WHO (1996) di negara berkembang angka kematian ibu (AKI) 585 per 100.000 kelahiran hidup setiap tahunnya dan 200.000 (4 %) dari kehamilan tersebut berakhir dengan kematian yang disebabkan trias klasik yaitu pendarahan 40-60 %, infeksi 30-40 % serta preeklampsia 10-20 % (Mose, 2004).
Di propinsi Bengkulu persentase BBLR pada tahun 2006 adalah 0,86 %, angka ini menunjukkan bahwa persentase BBLR telah memenuhi target yaitu sebesar 10,8 %, ini merupakan salah satu keberhasilan dimana telah dilakukan salah satu upaya penanggulangan kekurangan energi kalori (KEK), selama 90 hari dan dilakukan pemantauan perkembangan berat badan bayi yang dilahirkan. Untuk penanganan bayi dengan BBLR meliputi pelayanan kesehatan neonatal dasar, pencegahan hipotermia, ASI dini dan eksklusif, pencegahan infeksi dan penanganan masalah pada BBLR yang diberikan di sarana pelayanan kesehatan (Dinkes Prop, 2006).
Rumah sakit umum daerah Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu merupakan rumah sakit milik Pemda Tingkat I Bengkulu dengan klasifikasi kelas B Non Pendidikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor: 1065/MenKes/SK/1992 dan diperkuat oleh Peraturan Daerah No. 4 Tahun 1993. Berdasarkan surat keputusan Mendagri No. 445.28.336 tanggal 10 Juli 1995 RSUD Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu resmi menjadi rumah sakit umum swadana daerah yang diperkuat dengan Perda No. 665 tahun 1995 tanggal 13 Desember 1995, dan berdasarkan Perda No. 7 tahun 2002 tentang organisasi RSUD Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu dinyatakan bahwa RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu merupakan lembaga teknis daerah yang berbentuk badan (RSUD, 2006).
RSUD Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu merupakan rumah sakit rujukan tertinggi di propinsi Bengkulu, dan telah melaksanakan berbagai upaya yang ditujukan guna membantu penyembuhan penderita yang datang berobat ke rumah sakit. Upaya tersebut meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, dengan visi “Menjadi pusat rujukan medis terbaik di propinsi Bengkulu dengan pelayanan prima” melalui misi: memberikan pelayanan yang cepat, tepat dan ramah serta terjangkau bagi semua masyarakat tanpa membedakan latar belakang, meningkatkan sumber daya manusia sebagai tenaga profesional dalam memberikan pelayanan kesehatan, memenuhi kebutuhan sarana dan fasilitas rumah sakit untuk menunjang kualitas pelayanan, meningkatkan kesejahteraan karyawan sebagai motivasi kerja dalam memberikan pelayanan prima meningkatkan disiplin anggaran untuk efisiensi pengeluaran (RSUD, 2006).
Berdasarkan data RSUD Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu pada tahun 2005 ditemukan jumlah ibu yang mengalami preeklampsia sebanyak 23 orang dan yang meninggal akibat preeklampsia 3 orang, sedangkan pada tahun 2006 ditemukan jumlah ibu yang mengalami preeklampsia sebanyak 37 orang dan yang meninggal sebanyak 4 orang jadi dari tahun ke tahun angka kejadian preeklampsia bertambah. Sedangkan jumlah ibu yang melahirkan di ruang bersalin sebanyak 1.142 orang dan dari jumlah tersebut terdapat 58 orang bayi yang mengalami BBLR (RSUD, 2006).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengangkat permasalahan hubungan preeklampsia dengan BBLR di ruangan  mawar  RSUD Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu.

1.2  Rumusan Masalah
Dari apa yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara preeklampsia dengan BBLR di ruangan mawar RSUD Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu.



1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1    Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara preeklampsia dan BBLR di ruangan mawar RSUD  Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu Januari 2006-Mei 2007.

1.3.2    Tujuan Khusus
1.      Untuk mengetahui gambaran kejadian preeklampsia di ruangan mawar RSUD  Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu Januari 2006-Mei 2007.
2.      Untuk mengetahui gambaran kejadian BBLR di ruangan mawar RSUD  Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu Januari 2006-Mei 2007.
3.      Untuk mengetahui hubungan preeklampsia dengan BBLR di ruangan mawar RSUD  Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu Januari 2006-Mei 2007.

1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1    Bagi Dinas Kesehatan
Diharapkan dapat menjadi pedoman untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit Dr. M. Yunus propinsi Bengkulu
1.4.2    Bagi Rumah Sakit Umum Dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu
Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
1.4.3    Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian berikutnya yang sejenis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Preeklampsia
Preeklampsia adalah berkembangnya hipertensi dengan proteinuria atau edema atau keduanya yang disebabkan oleh kehamilan atau dipengaruhi oleh kehamilan yang sekarang (Mansjoer, 1994). Menurut Bahri (1999) preeklampsia adalah dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Sedangkan menurut Gant (1995) preeklampsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai proteinuria, edema atau keduanya yang terjadi akibat kehamilan.
2.1.1       Etiologi
Menurut Sulaeman (1981) etiologi penyakit ini belum diketahui, faktor-faktor predisposisi meliputi:
1.      Mempunyai riwayat preklampsia dan eklampsia dalam keluarga.
2.      Mempunyai penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya.
3.      Umur di atas 35 tahun.
4.      Nulipara untuk belasan tahun.
5.      Pasien yang miskin dengan pemeriksaan antenatal yang kurang atau tidak sama sekali dan nutrisi yang buruk, terutama diet dengan kurang protein.
6.      Primigravida, terutama primigravida muda.
7.      Kehamilan-kehamilan dengan tropoblas yang berlebihan seperti kehamilan ganda, mola hidatidosa, diabetes melitus dan hidrosefalus.

2.1.2       Klasifikasi
Menurut Manuaba (1994), klasifikasi preeklampsia dibagi menjadi dua, yaitu:
1.      Preeklampsia Ringan
a.        Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
b)       Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
c)       Kenaikan berat badan 1 Kg atau lebih dalam seminggu.
d)      Proteinuria 0,3 gram atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada urin kateter atau urin aliran pertengahan.
2.      Preeklampsia Berat
Bila salah satu diantara gejala atau tanda ditemukan pada ibu hamil sudah dapat digolongkan preeklampsia berat:
a)      Tekanan darah 160/110 mmHg.
b)     Oliguria, urin kurang dari 400 cc/24 jam.
c)      Proteinuria lebih dari 3 gram/liter
d)     Keluhan subyektif seperti nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri kepala dan gangguan kesadaran.
e)      Pemeriksaan seperti, kadar fungsi hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada retina, trombosit kurang dari 100.000/mm.

2.1.3       Diagnosa
Diagnosa dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun preeklampsia sukar dicegah, namun preeklampsia dapat dihindarkan dengan penanganan secara sempurna. Pada umumnya diagnosa preeklampsia didasarkan atas adanya 2 dari trias tanda utama: hipertensi, edema dan proteinuria. Hal ini memang berguna untuk kepentingan diagnostik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat merupakan bahaya kendatipun ditemukan sendiri. Oleh sebab itu tiap kasus preeklampsia harus ditangani sungguh-sungguh (Bari, 1999).

2.1.4       Patofisiologi
1.      Vasosme
Vasosme merupakan dasar patofisiologi untuk oleh preeklampsia, penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah dan menerangkan proses terjadinya hipertensi arterial. Pelebaran sigmental, mungkin mendorong lebih jauh timbulnya kerusakan vaskuler mengingat keutuhan endotel dapat terganggu oleh segmen pembuluh darah melebar dan terenggang. Lebih lanjut, angiotensin II tampaknya mempengaruhi sel endotel dengan membuatnya berkontraksi, semua faktor ini dapat menimbulkan kebocoran sel antar endotel, sehingga melalui kebocoran tersebut, unsur-unsur pembentuk darah, seperti trombosit dan fibrinogen, tertimbun pada lapisan subendotel. Perubahan vaskuler yang disertai dengan hipoksia pada jaringan setempat dan sekitarnya, diperkirakan menimbulkan pendarahan, nekrosis dan kelainan organ akhir lainnya yang sering dijumpai pada preeklampsia berat, dengan skema ini, penimbunan fibrin akan terjadi.
2.      Respon presor yang meningkat
Kepekaan pembuluh darah yang meningkat terhadap angiotensin II jelas mendahului awal terjadi hipertensi karena kehamilan. Respon presor yang nyata terhadap angiotensin II, secara khusus disebabkan oleh penurunan daya respon vaskuler. Beberapa faktor yang berperan dalam proses terjadinya resistensi terhadap angiotensin II, misalnya sekresi aldosteron meningkat mencolok pada ibu hamil dan keadaan ini diatur oleh pengaruh angiotensin II pada zona glomerolus korteks adrenal. Dengan cara kerja tersebut preeklampsia dapat terjadi setelah terjadi peningkatan salah satu prostaglandin atau penurunan sintesis atau pelepasan prostaglandin atau mungkin keduanya (Gant, 1995).

2.1.5       Akibat Pada Ibu dan Janin
Kemunduran fungsi sejumlah organ dan system yang kemungkinan sebagian besar terjadi akibat pasospasme, ditemukan pada preeklampsia, perlu ditekankan pada kelainan ini sering timbul bersama pada ibu maupun janinnya. Penyebab utama kelainan pada janin terjadi akibat perubahan dalam perfusi darah uteroplasma.
1.      Perubahan kardivaskuler
Untuk menilai fungsi jantung perlu diperhatikan 4 masalah:
a.       Preload tekanan diastolik-akhir dan volume ventrikel
b.      Afterload-tegangan atau tekanan sistolik intramiokardial terhadap ejeksi
c.       Kontraktilitas atau inotropik miokardium
d.      Frekuensi denyut jantung
2.      Perubahan hemodinamik
Pada wanita dengan preeklampsia ditemukan tekanan vaskuler sistemik yang tinggi serta fungsi ventrikel yang hiperdinamis.
3.      Perubahan hematologis
Perubahan-perubahan hematologis diperkirakan sebagai penyebab preeklampsia
a.    Trombositopenia dapat terjadi dan kedangkalan ditemukan begitu berat sehingga dapat mengancam jiwa penderitaannya
b.    Kadar sebagian faktor pembekuan plasma dapat menurun
c.    Eritrosis dapat mengalami trauma sehingga berubah bentuknya dan cepat mengalami hemolisis.
4.      Perubahan endokrin dan metabolic
a.     Perubahan endokrin
Selama kehamilan normal, kadar renin, angiotensin II dan aldesteron dalam plasma meningkat. Berlawanan dengan keadaan tersebut pada keadaan hipertensi karena kehamilan, umumnya menurun hingga mendekati rentang nilai normal seperti pada wanita yang tidak hamil
b.     Ginjal
Dengan timbulnya hipertensi karena kehamilan, perfusi darah ginjal dan kecepatan filtrasi glomerolus menurun secara bervariasi, perubahan-perubahan tersebut tampaknya menyebabkan proteinuria dan mungkin sekali ada hubungannya dengan retensi garam dan air.
c.      Proteinuria
Pada wanita hamil dengan hipertensi, harus terdapat proteinuria dengan kadar yang cukup agar diagnosis preeklampsia dapat dibuat secara akurat.
5.      Perubahan mikroskopis
Perubahan yang dapat dilihat dengan mikroskop cahaya dan elektron biasanya ditemukan pada ginjal. Glomerolus membesar (kira-kira 20 %) dan sering menonjol ke dalam leher tuberolus. Perubahan ginjal yang terlihat pada mikroskop elektron oleh para ahli telah dianggap sebagai tanda patognomosis untuk preeklampsia.
a.       Hepar
Pada preeklampsia kadangkala dijumpai pada hasil tes faal hepar dan keutuhan hepar yang mencakup kelambatan ekskresi bromosulfoftalen dan peningkatan kadar enzim aspartat aminotransferase dalam serum.
b.      Otak
Aliran darah otak, konsumsi oksigen dan tekanan vaskuler tidak berubah pada wanita hamil yang menderita preeklampsia, ataupun hipertensi esensial, namun demikian tidak tertutup kemungkinan timbulnya daerah hipoperfusi atau hiperfusi pada otak.
c.       Perfusi darah uteroplasenta
Berkurangnya perfusi darah plasenta yang terjadi akibat spasme pembuluh darah uterus merupakan penyebab utama peningkatan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan hipertensi yang diinduksikan atau diperberat oleh kehamilan.


6.      Perubahan histology pada jaringan pembuluh darah plasenta
Pada preeklampsia terdapat lesi patognomosis dalam pembuluh darah uteroplasenta. Perubahan dini pada keadaan preeklampsia mencakup kerusakan endotel pembuluh darah. Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta yang menyebabkan pertumbuhan janin terganggu (Gant, 1995).

2.1.6       Penanganan
Penanganan preeklampsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan menjadi eklampsia dan pertolongan kebidanan dengan melahirkan janin dengan keadaan optimal dan bentuk pertolongan dengan trauma minimal. Pada preeklampsia ringan dengan penanganan simtomatis dan berobat jalan dengan memberikan:
1.      Sedativa ringan: Phenobarbital 3x 30 mg, diazepam 3x 10 mg
2.      Obat penunjang: vitamin B kompleks, vitamin C atau E, zat besi
3.      Nasehat:
a.     Lebih banyak istirahat, tidur miring ke arah punggung bayi.
b.     Segera datang memeriksakan diri, bila terdapat sakit kepala, mata kabur, edema mendadak atau berat badan naik, pernafasan semakin sesak, nyeri pada epigastrium, kesadaran makin berkurang, pengeluaran urin berkurang.

4.      Jadwal pemeriksaan hamil dipercepat dan diperketat
Petunjuk untuk segera memasukkan penderita ke rumah sakit atau merujuk penderita perlu memperhatikan hal sebagai berikut:
a.       Bila tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
b.      Protein dalam urin plus atau lebih
c.       Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu
d.      Edema bertambah
e.       Terdapat gejala dan keluhan subyektif
Bidan yang mempunyai polindes dapat merawat penderita preeklampsia berat untuk sementara, sampai menunggu melakukan rujukan sehingga penderita mendapat pertolongan yang sebaik-baiknya.
Penderita diusahakan agar:
1.      Terisolasi sehingga tidak mendapat rangsangan suara ataupun sinar
2.      Dipasang infus glukosa 5 %
3.      Dilakukan pemeriksaan:
a.    Pemeriksaan umum: pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan
b.   Pemeriksaan kebidanan: pemeriksaan Leopold, denyut jantung janin, pemeriksaan dalam (evaluasi pembukaan dan keadaan janin dalam rahim)
c.    Evaluasi keseimbangan cairan

4.      Pengobatan
a.    Sedativa: Phenobarbital 3x 100 mg, diazepam 3x 20 mg
b.    Menghindari kejang
1)    Magnesium Sulfat
a)    Dosis 8 g IM, dosis ikutan 4 g/6 jam
b)   Observasi: pernafasan tidak kurang 16 menit, reflek patella (-, urin tidak kurang dari 600 cc/24 jam, tidak ada denyut jantung.
2)    Diazepam
a)      Dosis mg IV, dosis ikutan 20 mg/drip 20 tetes
b)      Dosis maksimal 120 mg/24 jam
c.    Kombinasi pengobatan
1)    Pethidin 50 mg IM
2)    Kloropomazin 50 mg IM
3)    Diazepam 20 mg IM
d.    Bila terjadi oliguria diberikan glukosa 40 % IV untuk menarik cairan dari jaringan, sehingga dapat merangsang diuresis.
e.    Setelah keadaan preeklampsia berat dapat diatasi, pertimbangkan mengakhiri kehamilan berdasarkan:
1)      Kehamilan cukup bulan
2)      Mempertahankan kehamilan sampai mendekati cukup bulan
3)      Kegagalan pengobatan preeklampsia berat kehamilan diakhiri tanpa memandang umur
4)      Merujuk penderita ke rumah sakit untuk pengobatan yang adekuat.
Mengakhiri kehamilan merupakan pengobatan utama untuk memutuskan melanjutkan preeklampsia menjadi eklampsia. Dengan perawatan sementara di polindes, maka melakukan rujukan penderita merupakan sikap yang paling tepat.

            Konsep BBLR
BBLR adalah bayi yang pada waktu lahir berat kurang dari 2500 gram (Depkes RI, 1991). Sedangkan menurut Saifudin (2002). mengatakan bahwa Bayi BBLR adalah bayi yang pada waktu lahir berat kurang dari 2500 gram. Bayi dengan BBLR terjadi akibat kelahiran sebelum waktunya atau umur kehamilan belum mencapai sembilan bulan, bayi lahir cukup tapi pertumbuhan dalam kandungan tidak baik oleh karena itu ibu kurang gizi, kurang darah, sering sakit, banyak merokok atau bekerja berat.
                      Etiologi
Menurut Manuaba (1999) bayi dengan BBLR disebabkan oleh:
1.     Faktor Ibu
a.     Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan, misalnya toksemia gravidarum, pendarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis malnutrisi, kelainan uterus, penyakit jantung, hipertensi, jarak kehamilan terlalu dekat, infeksi dan lain-lain.
b.    Usia
Angka kejadian prematuritas tinggi pada usia ibu dibawah 20 tahun, pada multigravida yang jarak antara dua kehamilannya terlalu dekat, kejadian terendah ialah pada usia ibu antara 25-35 tahun.
c.     Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya prematuritas, kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan  antenatal yang kurang.
2.     Faktor Janin
Cacat bawaan, kehamilan ganda, hidromnion, ketuban pecah dini, infeksi dalam kandungan (toksoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, herpes Simpleks (TORCH)).
3.     Kebiasaan
Pekerjaan yang melelahkan (buruh kasar)





                      Patofisiologi


 


















   


Sumber : Manuaba, 1999
Keterangan :
Bila seseorang ibu atau wanita dalam pertumbuhan (usia kurang dari 20 tahun) dan kehamilan ditambah lagi keadaan kurang saat hamil hal ini akan dapat memperburuk kondisi ibu dan janin yang dikandungnya, karena antara ibu dan janin terjadi perebutan makanan untuk pertumbuhannya masing-masing dan menyebabkan bayi lahir dengan berat badan lahir rendah atau bayi-bayi bisa lahir prematur. Hal ini akan menjadi faktor terjadinya masalah pada bayi baik pertumbuhan dan perkembangannya (Manuaba, 1999).

                      Klasifikasi
Menurut Sarwono, (2002) berkaitan dengan penanganan dan harapan hidup bayi, bayi dengan berat lahir rendah dapat dibedakan     dalam :
1.      Berat badan lahir 1500-2500 gram
2.      Berat badan lahir < 1500 gram
3.      Berat badan lahir < 1000 gram
Sedangkan menurut Moore (1997) berkaitan dengan penanganan dan harapan hidup bayi, bayi dengan berat lahir rendah dapat dibedakan dalam:
1.      Small For Gestational Age (SGA) yaitu berat lahir 1500-2500 gram
2.      Very Low Birth Weight (VLBW) yaitu berat lahir < 1500 gram
3.      Extremely Low Birth Weight < 1000 gram



                      Gejala Klinis
Menurut Saifuddin (2001), gejala klinis yang sering timbul pada bayi BBLR sebagai berikut:
1.      Berat badan kurang dari 2500 gram, lingkar dada kurang dari 30 cm dan lingkar kepala kurang dari 33 cm.
2.      Kulit keriput tipis merah penuh bulu halus
3.      Pada dahi pelipis telinga, lengan, lemak dalam jaringan subkutan sedikit.
4.      Pada bayi premature pada lelaki testis belum turun dan pada wanita labia minora lebih menonjol
5.      Gerakan pasif dan tangis hanya merintih, waktu lapar tidak menangis, lebih banyak tidur.
6.      Suhu tubuh mudah berubah menjadi hipotermi.
hipotermi disebabkan oleh:
a.       Pusat pengaturan panas belum berfungsi dengan baik.
b.      Permukaan tubuh relatif lebih luas, sehingga pengeluaran panas melalui tubuh lebih besar
c.       Alat pernafasan belum bekerja sempurna

                      Komplikasi
Menurut Prawiro, (1999) alat tubuh bayi prematur belum berfungsi dengan baik seperti bayi matur, oleh karena itu kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuh baik anatomi maupun fisiologi maka akan timbul beberapa kelainan diantaranya:
1.      Sindrom aspirasi mekonium
Kesulitan pernafasan, sindrom aspirasi mekonium keadaan hipoksia intrauterine akan mengakibatkan janin mengadakan gasping, dalam uterus selain itu akan melepaskan ke dalam likour amnion seperti yang sering terjadi pada subacute fetal distress, akibatnya cairan yang mengandung mekonium itu lengket masuk ke dalam paru janin karena inhalasi pada saat bayi lahir akan menderita gangguan pernafasan idiopatik ditambah dengan pemberian antibiotik.
2.      Hipoglikemia simtomatik
Keadaan ini terutama pada bayi laki-laki penyebabnya belum jelas, mungkin disebabkan karena persediaan glikogen sangat kurang. Gejala klinisnya tidak jelas tetapi pada umumnya bayi tidak menunjukkan gejala, kemudian tampak seperti kaget, serangan apnoe, sianosis, pucat, tidak mau minum, cemas, apatis, dan kejang.
3.      Asfiksia neonatorum
Bayi dismatur lebih sering menderita asfiksia neonatorum dibandingkan dengan bayi biasa, karena bayi dismatur replek hisap, telan, dan batuk belum sempurna, kapasitas lambung masih sedikit sehingga waktu pengosongan lambung enzim pencernaan masih kurang terutama enzim lipase sehingga menyebabkan daya untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak, laktosa, vitamin yang larut dalam lemak dan beberapa mineral tentu berkurang kerja dari sfingter kardioesofhagus yang belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke esofagus dan mudah terjadi aspirasi.
4.      Hiperbillirubinemia
Bayi lebih sering mendapat hiperbillirubinemia dibandingkan dengan bayi yang sering seusia dengan masa kehamilannya, hal ini mungkin disebabkan gangguan pertumbuhan hati.

                      Perawatan
Berdasarkan umur kehamilan perawatan bayi BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1.      Prematuritas murni
Usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan usia kehamilan tersebut atau bisa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
2.      Dismaturitas
      Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk usia kehamilan tersebut. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (Hidayat, 1985).

3.      Perawatan BBLR dengan prematuritas murni:
Pengaturan suhu seorang bayi akan berkembang secara memuaskan pada suhu rectal 35,5.

            Hubungan Preeklampsia dengan BBLR
Menurut Glover (1986), BBLR bisa disebabkan oleh Preeklampsia yang merupakan salah satu komplikasi yang terjadi saat kehamilan. Sedangkan menurut Manuaba, dkk (1998) menyatakan bahwa Preeklampsia dapat menyebabkan terjadinya BBLR, tekanan darah tinggi yang mengakibatkan penurunan zat asam yang mengalir dari ibu dan ke janin yang dikandung melalui plasenta, menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta sehingga pertumbuhan janin akan terganggu sehingga menyebabkan bayi dapat lahir dengan BBLR.


Tabel 2.3.1 Diagnosa Keperawatan pada Klien dengan Preeklampsia

No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
kriteria Hasil
1
2
3
4
1.

















2.





Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan retensi garam dan air dalam jaringan interseluler.











Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena (hipovolemia) ibu.
Tujuan Umum :
Keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat terpenuhi.

Tujuan Khusus : Klien tidak lagi mengalami retensi garam dan air dalam jaringan interseluler (edema).








Tujuan Umum :
Adanya perbaikan perfusi jaringan
Tujuan Khusus :
Aliran balik vena dapat normal kembali.
Tidak ada penurunan frekuensi jantung janin pada CST/OCT.
1.    Mengucapkan pemahaman tentang kebutuhan akan pemantauan yang ketat dan berat badan, TD, protein urin dan edema.
2.    Berpartisipasi dalam regimen terapeutik dan pemantauan sesuai indikasi.
3.    Menunjukkan hematokrit (HT) dalam batas normal dan edema fisiologis tanpa adanya tanda pitting.
4.    Bebas dari tanda-tanda edema umum (misalnya : nyeri epigastrik, gejala-gejala serebral, dispnea, mual/muntah

1.   Mendemontrasikan reaktifitas SSP normal pada NST (Test Non Stres) bebas dari deserasi lanjut, tidak ada penurunan frekuensi jantung janin pada CST/OCT (Contraktion Stres Test/Oxytocin Challenge Test).
2.   Cukup bulan : AGA.









Intervensi
Rasional
5
6
Mandiri :
1.    Timbang berat badan klien secara rutin





2.    Perhatikan tanda edema berlebihan atau berlanjut. Kaji terhadap kemungkinan eklampsia.




3.    Perhatikan perubahan pada kadar Ht/HB.



4.    Kaji ulang masukan % keluaran, perhatikan warna urin, dan ukur berat jenis sesuai indikasi.




5.    Pantau masukan & keluaran, perhatikan warna urin, dan ukur berat jenis sesuai indikasi.




6.    Tes rabas urin bersih terhadap protein setiap kunjungan, atau setiap hari/jam bila dirawat di RS. Laporkan temuan 2 + atau lebih besar.


7.    Kaji adanya bunyi paru & frekuensi usaha pernafasan.
8.    Pantau TD & nadi (rujuk pada DK : curas jantung, penurunan).



Kolaborasi :
9.    Tinjau ulang masukan natrium sedang sampai 6 gr/hari. Instruksi klien untuk menghindari makanan tinggi natrium (mis : daging babi diasinkan daging, hot dog, & keripik kentang).
10.                Lakukan tiras baring dengan aturan yang ketat pada klien ; anjurkan pada posisi infus, sesuai indikasi.


11.                Gantikan cairan baik secara oral atau parental, melakukan pompa infus, sesuai indikasi.

12.                Bila kekurangan cairan berat dan klien di rawat di RS :









a.   Pasang kateter indwelling bila keluar ginjal berkurang atau kurang dari 50 ml/jam.
b.   Bantu dengan pemasangan jalur dan atau pemantauan parameter hemodematik invasive, seperti tekanan sentral (CVP) & tekanan bagi arteri pulmonal (PAWP).
c.   Berikan ekspander plasma atau diuretic osmotic, bila perlu.




Mandiri :
1.    Pantau as-urat serum & kadar kreatinin, & nitrogen urea darah (BUN).
2.    Berikan info mengenai pengkajian/pencatatan gerakan janin di rumah setiap hari.








3.    Identifikasi factor-faktor yang mempengaruhi aktivitas janin.



4.    Tinjau ulang tanda abrupsi plasenta (mis : perdarahan vagina, nyeri tekan uterus, nyeri abdomen, & peningkatan aktivitas janin)
5.    Evaluasi pertumbuhan janin, ukur kemajuan fundus setiap kunjungan.



6.    Perhatikan respo n janin pada obat-obatan seperti MgSO4, fenobarbitul & diazparti.


7.    Pantau DJJ secara manual atau elektronik, sesuai indikasi


Kolaborasi :
8.    Kaji respon janin pada kriteria BPP atau CST, sesuai indikasi status ibu (rujuk pada diagnosa : cedera, resiko tinggi terhadap ibu).


9.    Bantu dengan pengkajian maturitas & kesejahteraan janin dengan menggunakan rasio langsung, adanya pg, kadar estriol, (gerakan pernafasan janin FBM), & memulai sonografi berurutan pada gestasi minggu ke 20-26 (rujuk pada MK : kehamilan resiko tinggi, DK : cedera, resti tersebut, janin).
10.Bantu dengan pengkajian tersebut volume plasma ibu pada gestasi minggu ke 24-26 dengan menggunakan Evans blue dye, jika diindikasikan.
11.Bila HKK berat & memerlukan kelahiran prenatur pada gestasi antara minggu ke 28 & 34, berikan kortikosteroid (deksametason betason) IM sedikitnya 24-48 jam tetapi tidak > 7 hari sebelum melahirkan.


1.      Penambahan berat badan bermakna dan tiba-tiba (mis : > 1,5 kg/bulan dalam trimester kedua atau > 0,5 kg/minggu pada trimester ketiga) menunjukkan retensi cairan. Gerakan cairan dengan vascular ke ruang interstitial mengakibatkan edema.
2.      Edema dan deposisi fibrin intravaskuler dalam hepar terselubung dimanifestaikan dengan nyeri KKA, dispnea, menandakan adanya hubungan dengan pulmonal edema serebral kemungkinan mengarah pada kejang, mual serta muntah menandakan edema gastrointestinal (GI).
3.      Mengidentifikasikan derajat hemokonsentrasi yang disebabkan oleh perpindahan cairan. Bila Ht kurang dari 3 kali kadar hubungan, terjadi hemokonsentrasi.
4.      Insiden hipolemia & hipoperfusi prenatal dapat diturunkan dengan nutrisi yang adekuat, ketidakadekuatan protein/kalori merupakan resiko pembentukan edema & HKK, untuk menggantikan kehilangan mungkin diperlukan masukan protein 80-100 gr setiap hari.
5.      Pengeluaran urin adalah indicator sensitive dari sirkulasi volume darah. Oliguria & berat jenis 1,040 menandakan hipovolume berat & ada masalah pada ginjal. (Catatan : pemberian MgSO4 dapat menyebabkan peningkatan pengeluaran sementara).
6.      Membantu dalam menentukan derajat berarti/kemajuan kondisi. Hasil 2 + menandakan edema glomerular atau spasme, proteinuria mempengaruhi perpindahan air dari percabangan vaskuler.
7.      Dispnea & krekel dapat mengindikasikan adanya edema paru.
8.      Peningkatan tekanan darah dapat terjadi karena respon terhadap katekolamin, vasopresin, prostag landing, & sebagai anjuran temuan terjadi penurunan kadar dengan prostasiklin.

9.      Mungkin perlu untuk memantau perubahan lebih kuat



10.  Posisi rekumben miring kiri menurunkan tekanan pada verakava, meningkatkan aliran balik vena dan volume sirkulasi ini berfungsi plasenta dan ginjal, menurunkan.
11.  Aktivitas adrenal, dan dapat menurunkan TD & menggantikan penurunan BB sampai 4 LB (1,81 kg) dalam periode 24 jam selama diuresis.
12.  Menggantikan cairan memperbaiki hipovemia, yang harus diberikan dengan hati-hati untuk mencegah kelebihan beban, khususnya bila cairan interstitial mengalir bail ke dalam bila aktivitas dikurangi pada masalah ginjal, masukan cairan dibatasi ; mis : bila keluaran berkurang (kurang dari 700 ml/24 jam), masukan cairan total dibatasi untuk mengira-ngira haluaran & kehilangan yang tidak kelihatan.
a.    Memungkinkan pemantauan lebih akurat terhadap perfusi keluaran/ginjal.

b.    Memberikan pengukuran volume cairan yang lebih akurat pada kehamilan normal, volume plasma merupakan 30-50 %,

c.    Dapat membantu untuk mengalirkan kembali cairan ke dalam ruang intravaskuler. Tindakan ini controversial karena dapat menurunkan karena dapat menurunkan fungsi jantung & sirkulasi plasenta.

1.     Pernikahan kadar, khusus as-urat, menandakan kerusakan fungsi ginjal, membuka kondisi ibu & hasil janin buruk.
2.     Penurunan aliran darah plasenta mengakibatkan pertukaran gas & kerusakan fungsi nutrisi plasenta perfusi plasenta yang buruk potensial menghasilkan malnutrisi, BBLR & prematuritas berkenaan dengan kelahiran dini, abrupsi plasenta & kematian janin. Penurunan aktivitas janin menandakan kondisi yang menghasilkan janin & terjadi terdahulu supaya perubahan DJJ dapat didetksi.
3.     Merokok, penggunaan obat, kadar glukosa serum, bunyi lingkungan, waktu dalam sehari & siklus tidur bangun dengan janin dapat meningkatkan atau menurunkan gerakan janin.
4.     Penalaran & intervensi dini merupakan kemungkinan hasil yang positif.


5.     Pada fungsi plasenta dapat menyertai HKK, mengakibatkan IUGR stress intra uterus tronis & insufisiensi uetroplasenta menurunkan jumlah kontribusi janin pada PP numpuk cairan amriotik.
6.     Efek depresi dari medikasi dapat menurunkan pernafasan & fungsi sehingga janin serta tingkat aktivitas, janin meskipun sirkulasi plasenta mungkin adekuat.
7.     Mengevaluasi kesejahteraan janin peningkatan DJJ dapat menandakan respons kompensasi pada hipoksia prematuritas, atau abrupsi plaenta.

8.     BPP membantu mengevaluasi janin & lingkungan janin pada 5 parameter khusus untuk mengkaji-mengkaji fungsi SPP & kontribusi janin pada volume cairan amniotic CST mengkajikan fungsi & cadang plasenta.
9.     Pada adanya deteriorasi kondisi ibu/janin resiko melahirkan bayi preterm didesak melawan resiko melanjutkan kehamilan, dengan menggunakan hasil dari pemeriksaan evaluatif terhadap maturitas paru dan ginjal, pertumbuhan janin dan fungsi plasenta. IUGR dihubungkan dengan penurunan volume ibu & perubahan vaskuler.
10. Untuk mengidenfikasikan resiko IUGR & kematian janin intra uterus yang berhubungan dengan penurunan volume plasma & perfusi plasenta.

11. Penurunan fungsi & ukuran hubungkan dengan HKK.

            Kerangka Konsep
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
 
Variabel Independent                                     Variabel Dependent


 



            Definisi Operasional
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Independent
Preeklampsia

Preeklampsia suatu penyakit dengan tanda-tanda TD 160/110 mmHg, oliguria, proteinuria.


Diagnosa dokter

Observasi

0 = Preeklampsia jika TD > 160/110 mmHg
1 = Tidak preeklampsia jika TD < 140/90-90/60 mmHg



Nominal
Dependent
BBLR

Bayi baru lahir yang memiliki berat badan < 2500 gram, tanpa memandang usia kehamilan


Diagnosa dokter

Observasi

0 = BBLR jika berat lahir < 2500 gram

1 = Tidak BBLR jika berat lahir < 2500 gram


Nominal

            Hipotesis
Ho  :  Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara preeklampsia dengan berat badan lahir rendah di ruangan mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
Ha  :  Terdapat hubungan yang signifikan antara preeklampsia dengan berat badan lahir rendah di ruangan mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu



BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.    Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruangan mawar RSUD dr. M. Yunus Provinsi Bengkulu dari bulan Maret 2007 sampai dengan Juni 2007.

3.2.    Desain penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan jenis observasi dengan rancangan cross sectional yang mana variabel dependent dan independent diambil secara bersamaan.

3.3.    Populasi dan sampel
3.3.1        Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang melahirkan di ruang mawar RSUD dr. M. Yunus Provinsi Bengkulu pada bulan Mei Tahun 2007
3.3.2        Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dan diambil total sampling.


3.4.    Tehnik pengumpulan data
Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini penulis mengambil data sekunder yaitu data yang dikumpulkan dari laporan di ruang mawar RSUD dr. M. Yunus dan Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu.

3.5.    Pengolahan data
Data yang diperoleh diolah secara manual, yaitu:
1.      Pemeriksaan (Editing)
Dalam persiapan penelitian ini pemeriksaan kembali kelengkapan data yang diperoleh kemudian untuk memudahkan pengecekan kelengkapan data yang diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian yang dilakukan pengelompokan dan penyusunan data. Data yang dikelompokkan berdasarkan pertimbangan peneliti sendiri dengan maksud untuk memudahkan pengolahan data.
2.      Pengkodean (Coding)
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data bilangan dengan memberikan kode setiap variabel dengan maksud untuk mempermudah pengolahan data.
3.      Memproses data (Processing)
Setelah jawaban format pengumpulan data telah diperiksa dan telah melewati pengkodean langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisis dengan cara memasukkan data ke komputer.
4.      Entri
Memasukkan data yang sudah dilakukan editing dan coding tersebut ke dalam komputer dan menggunakan perangkat lunak komputer.
5.      Pembersihan data (Cleaning)
Merupakan kegiatan mengecek kembali data yang sudah diproses apakah ada kesalahan atau tidak pada masing-masing variabel yang sudah diproses sehingga dapat diperbaiki dan dinilai.

3.6.    Analisa data
3.6.1      Univariat
Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat dengan maksud untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti baik variabel independent maupun variabel dependent.
3.6.2      Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independent dan variabel dependent dengan uji statistik chi square.




DAFTAR PUSTAKA
 

Ali Zaidin, 2000, Dasar-Dasar Pendidikan Kesehatan Masyarakat, Pondok Duta, Jakarta.

Arikunto Suharsimi, 2000, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rhineka Cipta.

Depkes, 2003, Profil Kesehatan Bengkulu. Depkes, Bengkulu.

Doenges, Marilynn, E. 2001, Rencana Perawatan Maternal / Bayi. EGC, Jakarta.

Glover, 1995, Perawatan Bayi Premature. Seri Kesehatan Wanita. Jakarta.

Gunardi H, 1988, Ilmu Kesehatan Dalam Pemantauan Bayi Prematur, FKUI RSCM, Jakarta.

Hidayat, Gunardi, 1985, Ilmu Kesehatan dalam Pemantauan Bayi Prematur, Jakarta.

Manuaba, 1999, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. EGC, Jakarta.

Markum, AH, 1991, Ilmu Kesehatan  Anak, FKUI/RSCM, Jakarta.

Mochtar, Rustam, 1998, Sirobsis Obstetri Fisiologi dan Patologi, EGC, Jakarta.

Nelson, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi XII, Jakarta.

Notoatmodjo S, 1993, Pengantar Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

------------------, 1993, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, JNPKKR-POGI, YBP-SP, Jakarta.

Tacker, S, M, 1998, Standar Perawatan Pasien, Edisi II, EGC, Jakarta.

Wiknjosastro, Hanifah, 1999, Ilmu Kebidanan, Edisi 3, YBP-SH, Jakarta.

jika ada judul 


No comments:

Post a Comment