BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan yang diarahkan
kepada peningkatan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat dan dapat menolong
dirinya sendiri, pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kualitas sumber
daya manusia, yang secara terus menerus dapat ditingkatkan baik dari aspek
jasmani, spiritual, dan kepribadian. Begitu juga halnya dengan program
pemberantasan penyakit, salah satu pokok kegiatannya adalah meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri, baik dalam mencegah,
ataupun menghilangkan kesakitan, kematian maupun akibat buruk dari suatu
infeksi penyakit menular ataupun tidak menular. Dari semua penyakit infeksi,
penyakit hepatitis merupakan penyebab kematian nomor sembilan dunia (Depkes RI,
2002).
Hepatitis adalah penyakit radang
hati, hati dapat meradang akibat infeksi virus (disebut infeksi virus) atau zat
kimia beracun (Willie Japaries, 1991).
Hepatitis virus dapat didefinisikan
sebagai suatu infeksi sistemik yang menimbulkan peradangan dan nekrosis sel
hati, yang mengakibatkan terjadinya serangkaian kelainan klinik, biokimiawi,
imunoserologik dan morfologik. Sebagai penyebabnya saat ini diketahui ada lima (5) jenis virus
hepatitis, masing-masing dengan ciri imunoserologik khusus dan sifat
epidemiologic yang khas. Kelima jenis virus hepatitis tersebut adalah :
Hepatitis Virus A (HVA), Hepatitis Virus B (HVB), Hepatitis Virus C (HVC) : d/n
“posttransfusion/parential” Non A Non B hepatitis), Hepatitis D (HDV),
Hepatitis E (HEV) : d/n “epidemic/ entral/enterically-transmitted” Non A Non B
hepatitis) (H. Ali Sulaiman).
Untuk memastikan seseorang terinfeksi
virus hepatitis, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
laboratorium klinik merupakan faktor penentu dalam menilai kondisi perjalanan
penyakit dari penyakit hepatitis dan juga merupakan faktor pertimbangan dalam
pemulangan pasien. Pemeriksaan laboratorium klinik yang diperlukan adalah
pemeriksaan kimia klinik yaitu pemeriksaan darah dengan menggunakan zat kimia, pemeriksaan
serologi yaitu pemeriksaan antigen dan antibodi, pemeriksaan hematologi yaitu
pemeriksaan darah, hemoglobin dan leukosit.
Lama perawatan pasien hepatitis
berparlasi, ada yang cepat dan ada yang lama. Pedoman pemulangan pasien
hepatitis harus diketahui perawat, pedomannya adalah : gejala fisik atau klinis
sudah menghilang atau berkurang, gejala laboratories menunjukkan perbaikan.
Gejala laboratories biasanya tidak harus menunggu sampai dengan menjadi normal
betul pasien sudah dipulangkan, oleh sebab itu saya menulis skripsi ini dengan
pertanyaan kapankah pasien hepatitis sebaiknya dipulangkan dengan mengingat
bahwa pertimbangan klinis dan laboratories sudah membaik, walaupun saya
mengetahui bahwa sakit hepatitis kebanyakan sifatnya kronis sehingga pasien
tidak perlu berlama-lama istirahat di rumah sakit cukup istirahat di rumah.
Selain itu adanya peningkatan kasus
pasien hepatitis 2 tahun terakhir yang dirawat di ruang melati RSUD dr. M.
Yunus Bengkulu serta rata-rata penderita hepatitis dirawat dengan hari yang
bervariasi berkisar dari satu minggu sampai empat bulan, bahkan bisa lebih dari
empat bulan. Hal ini ditentukan dari keparahan penyakit hepatitis tersebut dan
dari ketiga pemeriksaan laboratorium klinis di atas sangat mempengaruhi lamanya
hari perawatan.
Selain pemeriksaan laboratorium itu dan adanya peningkatan penderita
hepatitis pada tahun 2005 sebanyak 34 orang pasien yang dirawat, kemudian pada
tahun 2006 sebanyak 81 orang yang dirawat dan pada tahun 2006 ini penyakit dari
hepatitis sudah menduduki urutan ke-16 setelah penyakit diabetes melitus.
Penyakit yang menduduki urutan pertama adalah diare dan gastrointestinal,
malaria, despepsia, demam tifoid, kemudian anemia menduduki urutan yang kelima
(Data Medical Record RSUD dr. M.
Yunus Bengkulu).
Pada umumnya rata-rata dirawat pada pasien hepatitis berkisar 6-7
hari. Ini ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium
klinik, hari perawatan bisa lebih dari 6-7 hari tergantung dari keparahan
penyakit yang dibuktikan dari hasil laboratorium klinik.
Berdasarkan uraian nilai laboratorium klinik dan data Medical Record RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Faktor Nilai Laboratorium Klinik Terhadap Lama Hari
Perawatan Pasien Hepatitis di Ruang Rawat Inap Melati RSUD dr. M. Yunus Propinsi
Bengkulu”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang
masalah di atas, maka dirumuskan masalah penelitian adalah apakah ada pengaruh
faktor-faktor nilai laboratorium klinik terhadap lama hari perawatan pasien hepatitis
di ruang rawat inap melati RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1.
Tujuan Umum
Untuk mempelajari pengaruh faktor nilai laboratorium
klinik terhadap lama hari perawatan pasien hepatitis di ruang rawat inap melati
RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu.
1.3.2.
Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui nilai
laboratorium kimia klinik pasien hepatitis yang dirawat di Ruang Rawat Inap
Melati RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu.
2.
Untuk mengetahui nilai
laboratorium serologi pasien hepatitis yang dirawat di Ruang Rawat Inap Melati
RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu.
3.
Untuk mengetahui nilai
laboratorium hematologi pasien hepatitis yang dirawat di Ruang Rawat Inap
Melati RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu.
4.
Untuk mengetahui lama hari
perawatan pasien hepatitis yang dirawat di Ruang Rawat Inap Melati RSUD dr. M.
Yunus Propinsi Bengkulu.
5.
Untuk mengetahui pengaruh nilai
laboratorium kimia klinik yang berpengaruh terhadap lamanya hari perawatan
pasien di Ruang Rawat Inap Melati RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu.
6.
Untuk mengetahui pengaruh nilai
laboratorium serologi yang berpengaruh terhadap lamanya hari perawatan pasien
di Ruang Rawat Inap Melati RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu.
7.
Untuk mengetahui pengaruh nilai
laboratorium hematologi yang berpengaruh terhadap lamanya hari perawatan pasien
di Ruang Rawat Inap Melati RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1.
Bagi RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu
Diharapkan dapat menjadi sumbangan
pemikiran untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
1.4.2.
Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dapat dijadikan sebagai
acuan untuk penelitian berikutnya yang sejenis.
1.4.3.
Bagi Masyarakat
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat
terutama keluarga yang menderita penyakit hepatitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hepatitis
2.1.1. Definisi
Hepatitis virus adalah radang hati
yang disebabkan oleh virus, tetapi dapat juga disebabkan oleh zat-zat toxic
(Ngastiyah, 2005).
Hepatitis virus dapat didefinisikan
sebagai suatu infeksi sistemik yang menimbulkan peradangan dan nekrosis sel
hati, yang mengakibatkan terjadinya serangkaian kelainan klinik, biokimiawi,
imunoserologik dan morfologik (H. Ali Sulaiman, 1997).
Hepatitis adalah penyakit radang
hati, hati dapat meradang akibat infeksi virus (disebut infeksi virus), zat
kimia beracun) (Willie Japries, 1991).
2.1.2. Etiologi
Terdapat empat jenis virus hepatitis
yaitu :
1.
Virus A penyebab dari hepatitis
A atau dikenal dengan hepatitis infeksiosa.
2.
Virus B penyebab dari hepatitis
B atau serum hepatitis atau disebut ikterius serum hemologik.
3.
Virus lain ialah virus non A,
dan Non B yang sering dijumpai pada pasien pasca transfusi.
4.
Virus C, dan lain-lain.
Diantara keempat virus tersebut yang
paling berbahaya adalah virus hepatitis B, karena virus ini intinya dapat
menyatu dengan inti sel hati dan hal itu memungkinkan terjadinya keganasan atau
kanker hati di kemudian hari (Ngastiyah, 2005).
2.1.3. Patologi Hati
Patologi dasar hepatitis virus A, B
dan non A, non B sebenarnya identik. Lesi esensial adalah peradangan akut ke
seluruh hati. Nekrosis sel disertai dengan infiltrasi dan reaksi leukositik dan
histiositik. Sel hati yang bertahan hidup mempertahankan glikogennya. Perubahan
perlemakan jarang terjadi. Bisa terlihat fokal-fokal bercak-bercak. Proliferasi
ductus bilifer biasa terjadi dan kerusakan bias terjadi dan gambaran gangguan
kadang-kadang ditemukan, hepatitis ditemukan bahkan sebelum berkembangnya
ikterus.
Jalinan retikulin biasanya terlindung
baik, bahkan dalam tengah-tengah disorganisasi hebat. Jalinan ini memberikan
jalan sewaktu sel hati beregenerasi. Sel radang hilang bertahap dari zona porta
dan beberapa jaringan ikat porta yang baru sering dapat ditemukan selama
berbulan-bulan. Selama pemulihan, aktivitas retikulo-endotel meningkat
seluruhnya, jelas fenomena scavenger
terlihat peningkatan ringan dalam lemak yang dapat diwarnai (Sheila Sherlock,
1989).
2.1.4. Patofisiologi
Virus dapat masuk ke aliran darah
dengan inokulasi langsung melalui membran mukosa atau merusak kulit untuk
mencapai hati. Di hati replikasi perlu inkubasi 6 minggu sampai 6 bulan sebelum
penjamu mengalami gejala, tingkat kerusakan hati, dan hubungannya dengan demam
yang diikuti ruam, kekuningan, atritis, nyeri perut dan mual. Pada kasus yang
ekstrem, dapat terjadi kegagalan hati diikuti dengan ensepalopati, mortalitas
dikaitkan dengan keparah mendekati 50% (Brunner dan Suddarth, 2001).
2.1.5. Gambaran Klinis
Menurut Ngastiyah (2005) gambaran
klinis hepatitis ini dibagi dalam tiga stadium, yaitu :
1.
Stadium praikterik berlangsung
4-7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, demam,
nyeri pada otot, dan ngeri di perut kanan atas. Urin menjadi lebih coklat.
2.
Stadium ikterik yang
berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada sclera, kemudian
pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang, tetapi pasien masih lemah,
anoreksia dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda, hati
membesar dan nyeri tekan.
3.
Stadium pascaikterik
(rekonvalesensi). Ikterus mereda, warnaurin dan tinja menjadi normal lagi.
Penyembuhan pada anak-anak lebih cepat dari pada orang dewasa, yaitu pada akhir
bulan kedua, karena penyebab yang biasanya berbeda.
Gambaran klinis hepatitis virus
bervariasi, mulai dari yang tidak merasakan apa-apa atau yang hanya mempunyai
keluhan sedikit saja sampai keadaan yang berat, bahkan koma dan kematian dalam
beberapa hari saja.
Pada golongan hepatitis inapparent,
tidak ditemukan gejala. Hanya diketahui jika dilakukan pemeriksaan faal hati
(peningkatan serum transaminase) dan biopsy menunjukkan kelainan.
Pada hepatitis anikterik, keluhan
sangat ringan dan samar-samar, umumnya anoreksia dan gangguan pencernaan. Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan hiperbilirubinemia ringan dan bilirubinuria.
Urin secara makroskopik berwarna seperti teh tua dan apabila dikocok akan
memperlihatkan busa berwarna kuning kehijauan (Ngastiyah, 2005).
2.1.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan adanya
anti HAV IgM dalam serum yang menunjukkan adanya infeksi hepatitis A yang masih
baru terjadi anti HAV IgE tidak mempunyai nilai diagnostic karena positif pada
hampir semua orang dewasa. Adanya anti IgE menunjukkan bahwa yang bersangkutan
pernah terinfeksi hepatitis A kebal untuk infeksi berikutnya.
2.1.7. Pemeriksaan Laboratorium
1.
Tes Fungsi Hati
Kelainan pertama yang terlihat
adalah bilirubin dalam urine, bahkan dapat terlihat sebelum ikterus timbul.
Juga bilirubinuria timbul sebelum kenaikan bilirubin dalam serum dan kemudian
ini menghilang dalam urine, walaupun bilirubin serum masih positif.
Urobilinogen dalam urine dapat timbul pada akhir fase preikterus. Pada waktu
ikterus sedang menaik, terdapat sangat sedikit bilirubin dalam intestine,
sehingga urobilinogen menghilang dalam urine.
2.
Pemeriksaan darah
Yang penting adalah perlu diamati
serum bilirubin, SGOT, SGPT, dan asam empedu, seminggu sekali selama dirawat di
RS.
Pada masa preikterik hanya ditemukan
kenaikan dari bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk), walaupun bilirubin
total masih dalam batas normal.
Pada minggu pertama dari fase
ikterik, terdapat kenaikan kadar serum bilirubin total (baik yang terkonjugasi
maupun yang tidak terkonjugasi). Kenaikan kadar bilirubin bervariasi antara
6-12 mg%, tergantung dari berat ringannya penyakit. Bila diikuti setiap hari
terus menerus maka kadar bilirubin total terus meningkat selama 7-10 hari.
Umumnya kadar bilirubin mulai menurun setelah minggu kedua dari fase ikterik
(Sujono Hadi, 2002).
2.1.8. Nilai Laboratorium Klinik Normal
Pemeriksaan laboratorium klinik yang diperlukan adalah :
Pemeriksaan A : Kimia klinik
yaitu pemeriksaan :
a.
Bilirubin total, nilai normal
(0,1-1,2 mg/100 ml)
b.
Bilirubin direk, nilai normal
(< 0,25 mg/100 ml)
c.
Bilirubin indirek, nilai normal
(< 0,6 mg/dl)
d.
SGOT, nilai normal (< 35
unit/l)
e.
SGPT, nilai normal (< 41
unit/l)
f.
LDH, nilai normal (80-240
unit/l)
g.
Bilirubin urin, nilai normal
(-) negatif.
Pemeriksaan B : Serologi
(pemeriksaan antigen dan anti bodi) :
a.
HBSAg negatif (-)
b.
HBS Antibodi positif (+)
Pemeriksaan C : Hematologi
a.
Hemaglobin nilai normal (12-16/14-18
gr/100 ml)
b.
Lekosit nilai normal (4-10 ribu/mm3)
(Mansjoer, 1999)
2.1.9. Klasifikasi Berbagai
Bentuk Hepatitis
1.
Hepatitis Sembuh Sendiri Klasik
(Zelfbegrenzende hepatitis)
Hepatitis yang dapat sembuh dengan
sendirinya adalah hepatitis akut tanpa komplikasi atau hepatitis kronik lobular
(HKL). Secara histopatologik, kelainan-kelainan ini ditandai oleh kerusakan sel
secara satu-satu yang tersebar merata diparenkim; kadang-kadang terdapat
sedikit perembetan ke lempeng-batas (grensplaten) oleh infiltrate inflamatis
tanpa terjadinya nekrosis piece-meal
yang sejati. Prognosis ditandai oleh kesembuhan atau perjalanannya yang kronik
yang tidak berakhir dengan sirosis, yang antara lain dapat bertindak sebagai
etiologi adalah kepekaan terhadap obat atau virus.
2.
Hepatitis Kronik Persisten
(HKP)
HKP ditandai dengan infiltrat-infiltrat
monulir yang berdesintasi tinggi yang terdapat di daerah-daerah porta yang
disertai atau tidak disertai kerusakan sel secara satu-satu parenkim.
Kadang-kadang terjadi perembetan infiltrate inflamatif ke berbagai
lempeng-lempeng batas (grensplaten), bahkan kadang-kadang dapat ditemukan nekrosis
piece meal. Yang tercakup dalam
kelompok hepatitis ini antara lain adalah HKP (dalam arti sempit) yang ditandai
oleh perjalanan yang kronik yang tidak mengakibatkan sirosis serta hepatitis
kronik aktif yang sedang dalam fase tenang yang bisa atau tidak bisa
dipengaruhi oleh prednisone. HKP banyak yang dilatarbelakangi oleh hepatitis
virus terutama ialah hepatitis virus-B, sedangkan yang dilatarbelakangi oleh hypersensitive
terhadap obat hanya sedikit. Atas dasar
pola pembagian antigen virus, kasus-kasus HKP yang disebabkan oleh virus
hepatitis virus-B terbagi menjadi HKP dalam arti kata sempit (pembawa = carrier) dan HKP yang berada dalam fase
tenang.
3.
Hepatitis Kronik Aktif (HKA)
HKA ditandai oleh satu pembesaran
didaerah porta, yang secara histopatologik penting adalah nekrosis piece meal (NPM) : perembetan infiltrate
dapam panrekin di zona 1 asinus serta kerusakan sel secara satu-satu di zona
yang sama, karena pajangan dari daerah porta menjadi besar dengan cara
mengorbankan bagian afinus yang di sekitarnya, maka dapatlah penjembatan porto
portal. Prognosis kasus yang tidak mendapat pengobatan ditandai dengan
perjalanannya yang kronik progresif yang bisa berkembang menjadi sirosis
makronodula.
4.
Hepatitis Kolestatik
Tanpa
melihat etiologi hepatitis akut, penumpukan pigmen empedu dan kemandegan cairan
di kanalikulus yang ditimbulkan oleh reaksi di parenkim dan perubahan metabolik
di sel dapat dianggap sebagai gejala. Pada hepatitis sembuh sendiri yang eviden,
kolestatis tidak berperan sebagai etiologi, patogenesis dan prognesis.
Kolestatis yang dapat berperan adalah kolestatis yang jelas selain dapat
terjadi pada hepatitis A, juga relatif sering terdapat pada hypersensitive
terhadap obat. Gambaran histologik kolestatis di atas hampir-hampir tidak bisa
diperbedakan dengan kolestatis yang ekstrahepatik, dibandingkan dengan
kemungkinan-kemungkinan yang diperoleh dengan diagnostik-klinik modern, suatu
biopsy pada HKA kurang penting (C.H. Gips, 1995).
2.1.10. Pengobatan /
Penatalaksanaan
Terdiri dari istirahat, diet dan
pengobatan medikamentosa :
1.
Istirahat. Pada periode akut
dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat mutlak tidak terbukti
dapat mempercepat penyembuhan. Kekecualian diberikan pada mereka dengan umur
tua dan keadaan umumnya buruk.
2.
Diet. Jika pasien mual, tidak
nafsu makan atau muntah-muntah, sebaiknya diberikan infus. Jika sudah tidak
mual lagi, berikan makanan yang cukup kalori (30-35 kalori/kg, BB) dengan
protein cukup (1 g/kg BB). Pemberian lemak sebenarnya tidak perlu dibatasi,
dulu ada kecenderungan untuk membatasi lemak, karena disamakan dengan penyakit
kandung empedu, dapat diberikan diet hati II-III.
3.
Medika mentosa
a.
Kortikosteroid tidak diberikan
bila untuk mempercepat penurunan bilirubin darah, kortikosteroid dapat
digunakan pada kolestatis yang berkepanjangan, dimana transminase serum sudah
kembali normal, tetapi bilirubin masih tinggi. Pada keadaan ini dapat diberikan
prednisone 3 x 10 mg selama 7 hari kemudian dilakukan tapering off.
b.
Berikan obat-obatan yang
melindungi hati.
c.
Antibiotik tidak jelas
kegunaannya, cholestasis.
d.
Jangan berikan antiemetic. Jika
perlu sekali dapat diberikan golongan fenotiazin.
e.
Vitamin K diberikan pada kasus
dengan kecenderungan perdarahan, bila pasien dalam keadaan prekoma atau koma,
penanganan seperti pada koma hepatica.
2.1.11. Pencegahan
Virus diekskresi dalam tinja selama 2
minggu sebelum pasien menunjukkan tanda ikterus, sehingga virus ini sudah
menyebar sebelum diagnosis ditegakkan, karenanya isolasi pasien terhadap
sekitarnya tidak mempengaruhi penyebaran penyakit ini.
Immune Serum Globulin (ISG) harus
diberikan pada orang-orang yang berhubungan erat dengan pasien. Bila mungkin
orang-orang ini diperiksa lebih dulu ada tidaknya anti HAV. Bila (+) ISG tidak
perlu diberikan.
Bilamana
ditemukan sumber infeksi seperti makanan, minuman atau air, semua orang yang
terpapar harus di ISG, terutama pada wabah yang terjadi di sekolah, rumah
sakit, penjara, dan lain-lain (Ali Sulaiman, 1997).
2.1.12. Hubungan Faktor Nilai
Laboratorium Klinik Terhadap Lamanya Hari Perawatan Pada Pasien Hepatitis.
Hepatitis mengacu pada adanya
peradangan hati, patologi dapat disebabkan oleh zat kimia atau infeksi.
Penyebab infeksi meliputi banyak agens yang dapat menyebabkan kerusakan dan
peradangan (Brunner dan Suddarth, 2001).
Pada pasien hepatitis, biasanya
mengalmi gejala seperti sakit kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri
pada otot dan nyeri pada perut kanan atas, kemudian urin menjadi lebih coklat.
Pada umumnya gejala umum ini muncul pada penderita hepatitis, tetapi tidak
semua gejala ini terlihat seperti pada pasien hepatitis B. Gejala yang timbul
sangat bervariasi ada yang ringan dan ada juga yang sangat hebat hingga membawa
maut. Satu-satunya untuk memastikan adanya virus hepatitis dengan melakukan
pemeriksaan laboratorium. Rata-rata lama dirawat pada pasien hepatitis adalah
6-7 hari (Marilynn E, Doenges, 1999).
2.2. Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Hepatitis (Doenges, 1999)
2.2.1. Dasar Data Pengkajian
Data tergantung pada penyebab dan beratnya
kerusakan/gangguan hati :
1.
Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan,
malaise umum.
2.
Sirkulasi
Tanda : Bradikardia
(hiperbilirubinemia berat)
Ikterus pada sclera, kulit, membran mukosa.
3.
Eliminasi
Gejala : Urine gelap
Diare/konstipasi; feses warna tanah liat.
Adanya/berulangnya hemodialisis.
4.
Makanan / cairan
Gejala : Hilang
nafsu makan (anoreksia), penurunan berat badan atau (edema), mual/muntah
Tanda : Asites
5.
Neurosensori
Tanda : Peka rangsang, cenderung
tidur, letargi, astriksia
6.
Nyeri / kenyamanan
Gejala : Keram abdomen, nyeri tekan
pada kuadran kanan atas.
Miolgia, artralgia, sakit kepala
Gatal (pruritus)
Tanda : Otot tegang, gelisah.
7.
Pernapasan
Gejala : Tidak minat/enggan merokok
(perokok)
8.
Keamanan
Gejala : Adanya transfusi darah/produk
darah
Tanda : Demam
Urtikaria, lesi makulopapular, eritema tak beraturan.
Tanda : Eksaserbasi jerawat
Angioma jaring-jaring, eritema
palmar, ginekomastia (kadang-kadang ada pada hepatitis alkoholik)
Splenomeglai, pembesaran nodus
servikal posterior.
2.2.2. Prioritas Keperawatan
1.
Mempertahankan nutrisi adekuat
2.
Mencegah komplikasi
3.
Meningkatkan konsep diri,
penerimaan situasi
4.
Memberikan informasi tentang
proses penyakit/prognosis, potensi komplikasi dan kebutuhan pengobatan.
2.2.3. Diagnosa Keperawatan
1.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan kalori / status
hipermetabolik
2.
Resiko tinggi terhadap
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui
muntah dan diare.
3.
Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat dan depresi imun.
4.
Resiko tinggi terhadap
integritas jaringan berhubungan dengan zat kimia : akumulasi garam empedu dalam
jaringan.
5.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan umum; penurunan ketahanan otot.
2.2.4. Intervensi Keperawatan
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Kriteria
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan kebutuhan kalori
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x 24 jam kebutuhan nutrisi klien dapat teratasi dengan baik.
|
- Menunjukkan perilaku perubahan pola
hidup untuk meningkatkan/ mempertahankan berat badan yang sesuai
- Menunjukkan peningkatan berat badan
mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi
|
Mandiri :
- Awasi pemasukan diet/jumlah kalori.
Berikan sedikit dalam frekuensi sering dan tawarkan makan pagi paling besar.
- Berikan perawatan mulut sebelum
makan.
- Anjurkan makan pada posisi duduk
tegak.
- Dorong pemasukan sari jeruk, minuman
karbonat dan permen berat sepanjang hari.
Kolaborasi :
- Konsul pada ahli diet, dukungan tim
nutrisi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan pasien, dengan masukan lemak
dan protein sesuai toleransi.
- Awasi glukosa darah
- Berikan obat sesuai indikasi :
§ Antiemetik, contoh metalopremide
(reglan), trimetobenzomid (tigam)
§ Antasida, contoh Mylanta, titralak.
§ Vitamin contoh B kompleks, C.
tambahan diet lain sesuai indikasi.
- Berikan tambahan makanan/nutrisi
dukungan total bila dibutuhkan
|
- Makan banyak, sulit untuk mengatur
bila pasien anoreksia. Anoreksia juga paling buruk selama siang hari, membuat
masukan makanan yang sulit pada sore hari.
- Menghilangkan rasa tak enak dapat
meningkatkan nafsu makan.
- Menurunkan rasa penuh pada abdomen
dan dapat meningkatkan pemasukan.
- Bahan ini merupakan ekstra kalori dan
dapat lebih mudah dicerna/toleran bila makanan lain tidak.
- Berguna dalam membuat program diet
untuk memenuhi kebutuhan individu. Metabolisme lemak bervariasi tergantung
pada produksi dan pengeluaran empedu dan perlunya pembatasan masukan lemak
bila terjadi diare.
- Hiperglikemia/hipoglikemia dapat
terjadi, memerlukan perubahan diet atau pemberian insulin.
- Diberikan ½ jam sebelum makan, dapat
menurunkan mual dan meningkatkan toleransi pada makanan. Catatan : compozine
dikontraindikasikan pada penyakit hati.
- Kerja pada asam gaster, dapat
menurunkan iritasi/resiko perdarahan.
- Memperbaiki kekurangan dan membantu
proses penyembuhan.
- Mungkin perlu untuk memenuhi
kebutuhan kalori bila tanda kekurangan terjadi/gejala memanjang.
|
2
|
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
x 24 jam resiko tinggi kekurangan cairan dapat teratasi dengan baik
|
-
Mempertahankan
hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil
-
Turgor
kulit baik
-
Pengisian
kapiler
-
Nadi
perifer baik
-
Haluaran
urin individu sesuai
|
Mandiri
- Awasi masukan dan haluaran,
bandingkan dengan berat badan harian. Catat kehilangan melalui usus, contoh
muntah dan diare.
- Kaji tanda vital, nadi perifer,
pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
- Periksa asites atau pembentukan
edema. Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi
- Biarkan pasien menggunakan lap
katun/spon dan pembersih mulut untuk sikat gigi.
- Observasi tanda perdarahan terus
menerus dari gusi/bebas injeksi.
Kolaborasi :
- Awasi nilai laboratorium, contoh
Hb/Ht, Na+, albumen, dan waktu pembekuan.
- Berikan cairan IV (biasanya glukosa)
elektrolit :
§ Protein hidroliset ;
§ Vitamin K ;
§ Antasida/reseptor H2
antagonis, contoh simetidin (Tagamet)
§ Obat-obat anti diare, misal :
defemoksilat dan atripin (lomotil)
§ Plasma beku segera (fresh frozen
plasma/FFP)
|
- Memberikan informasi tentang
kebutuhan penggantian/efek terapi, catatan : diare dapat berhubungan dengan
respons terhadap infeksi dan mungkin terjadi sebagai masalah yang lebih
serius dari obstruksi aliran darah portal dengan kongesti vaskuler pada
traktur GI/sebagai hasil penggunaan obat (neomycin) laktosa untuk menurunkan
kadar ammonia serum pada adanya ensepalopati hepatik.
- Indikator volume sirkulasi/perfusi
- Menurunkan kemungkinan perdarahan ke
dalam jaringan
- Menghindari trauma dan peradangan
gusi
- Kadar protombin dan waktu koagulasi
memanjang bila observasi vitamin K terganggu pada traktus EI dan sintesis
protrombin menurun karena mempengaruhi hati.
- Menunjukkan hidrasi dan
mengidentifikasi retensi natrium/kadar protein yang dapat menimbulkan
pembentukan edema.
- Memberikan cairan dan penggantian
elektrolit.
- Memperbaiki kekurangan albumen/
protein dapat membantu mengembalikan cairan dari jaringan ke sistem
sirkulasi.
- Karena observasi terganggu,
penambahan dapat mencegah masalah koagulasi, yang dapat terjadi bila faktor
pembekuan/waktu protrombin ditekan.
- Menetralisir/menurunkan sekresi
gaster untuk merendahkan resiko iritasi/ perdarahan gaster.
- Mengurangi kehilangan cairan/
elektrolit dari saluran GI
- Mungkin diperlukan untuk menggantikan
faktor pembekuan pada adanya defek koagulasi.
|
3
|
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan pertahanan primer tidak adekuat dan depresi imun
|
Resiko tinggi terhadap infeksi teratasi
|
-
Menyatakan
pemahaman penyebab individu/ faktor resiko
-
Menunjukkan
teknik; melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari infeksi ulang/
transmisi orang lain
|
Mandiri :
- Lakukan teknik isolasi untuk infeksi
enterik dan pernapasan sesuai kebijakan rumah sakit; termasuk cuci tangan
efektif.
- Awasi/batasi pengunjung sesuai
indikasi.
- Jelaskan prosedur isolasi pada
pasien/ orang terdekat.
- Berikan tentang adanya gama globulin,
ISG, HBIG, vaksin hepatitis B (Recombivax HB, Engerix-B) melalui departemen
kesehatan atau dokter keluarga.
- Berikan obat sesuai indikasi
§ Obat antivirus : vidoralum (vira-a),
asiklovir (Zovirax).
§ Interferon alfa-2B (Intron-A)
§ Antibiotik tepat untuk agen
pencegahan (contoh, gram negatif, bakteri anaerob), atau proses sekunder
|
- Mencegah transmisi virus ke orang
lain melalui cuci tangan efektif dalam mencegah infeksi virus.
- Pasien terpajan terhadap proses
infeksi (khususnya respiratorius) potensial, resiko komplikasi sekunder.
- Pemahaman alasan untuk perlindungan
diri mereka sendiri dan orang lain dapat mengurangi perasaan isolasi dan
stikma.
- Efektif dalam mencegah hepatitis
virus pada orang yang terpajan, tergantung tipe hepatitis dan periode
inkubasi.
- Berguna untuk pengobatan hepatitis
kronis aktif.
- Efektif pada pengobatan penyakit
hati, sehubungan dengan HCV
- Pengobatan hepatitis bacterial, atau
untuk mencegah/membatasi infeksi sekunder
|
4
|
Resiko tinggi terhadap integritas jaringan
berhubungan dengan zat kimia : akumulasi garam empedu dalam jaringan
|
Resiko tinggi terhadap jaringan dapat diatasi
dalam 2 x 24 jam
|
-
Menunjukkan
jaringan/kulit utuh, bebas ekskresi ASI.
-
Melaporkan
tak ada penurunan pruritus/lecet
|
Mandiri :
- Gunakan air dingin dan soda kue atau
mandi kanji, hindari sabun alkali. Berikan minyak kelamin sesuai indikasi.
- Anjurkan menggunakan buku-buku jari
untuk menggarus jika tak terkontrol
- Berikan masase pada waktu tidur.
- Hindari komentar tentang penampilan
pasien
Kolaborasi :
- Berikan obat sesuai indikasi
§ Antihistamin, contoh : metdilazin
(tacaryl) : difenhidramin (Benadryl)
§ Antilipemik, contoh kolestramin
(Questran)
|
- Mencegah kulit kering berlebihan,
memberikan penghilangan gatal
- Menurunkan potensial cidera kulit
- Bermanfaat dalam meningkatkan tidur
dengan menurunkan iritasi kulit
- Meminimalkan struktur psikologis
sehubungan dengan perubahan kulit.
- Menghilangkan gatal. Catatan :
gunakan terus menerus pada penyakit hepatik berat.
- Mungkin digunakan untuk asam empedu
pada usus dan mencegah absorpsinya. Catat efek samping mual dan konstipasi.
|
5
|
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan umum, penurunan kekuatan otot
|
Intoleransi aktifitas dapat diatasi dalam waktu
2 x 24 jam
|
-
Menyatakan
pemahaman situasi/faktor resiko dan program pengobatan individu
-
Menunjukkan
teknik/perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas
-
Melaporkan
kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktifitas
|
Mandiri :
-
Tingkatkan
tirah baring/duduk, berikan lingkungan tenang; batasi pengunjung sesuai
keperluan.
-
Ubah
posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit dengan baik.
-
Lakukan
tugas dengan cepat dan sesuai toleransi
-
Tingkatkan
aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentang gerak sendi
pasif/aktif
-
Dorong
penggunaan teknik manajemen stress, contoh relaksasi progresif. Visualisasi,
bimbingan imajinasi, berikan aktivitas hiburan yang tepat, contoh TV, radio,
membaca.
-
Awasi
terulangnya anoreksia dan nyeri tekan pembesaran hati
Kolaborasi :
-
Berikan
antidote atau bantu dalam proses sesuai indikasi (contoh lavase, katarsir,
hiperventilasi) tergantung pada pemajanan.
-
Berikan
obat sesuai indikasi; sedative, agen antiansietas, contoh diazepam (valium);
lorazepam (ativan)
-
Awasi
kadar enzim hati
|
-
Meningkatkan
istirahat dan ketenangan. Menyediakan energi yang digunakan untuk
penyembuhan. Aktifitas dan posisi duduk tegak diyakini dapat menurunkan
aliran darah ke kaki yang mencegah sirkulasi optimal ke sel hati.
-
Meningkatkan
fungsi pernafasan dan minimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan
resiko kerusakan jaringan.
-
Memungkinkan
periode istirahat tanpa gangguan.
-
Tirah
baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan
aktifitas yang mengganggu periode istirahat
-
Meningkatkan
relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian, dan dapat
meningkatkan koping.
-
Menunjukkan
kurangnya resulasi/ desaserbasi penyakit, memerlukan istirahat lanjut,
mengganti program terapi.
-
Membuang
agen penyebab pada hepatitis toksik dapat membatasi derajat kerusakan
jaringan.
-
Membantu
dalam manajemen kebutuhan tidur, cabut : penggunaan barbiturate dan
tranquilizer seperti compazine.
-
Membantu
menentukan kadar aktivitas tepat, sebagai peningkatan prematur pada potensial
resiko berulang.
|
2.3. Kerangka Konsep
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan
pustaka, dapat diambil kesimpulan suatu rumusan, kerangka konsep sebagai
berikut :
|
2.4. Definisi Operasional
Berdasarkan kerangka konseptual di
atas, maka variabel-variabel yang akan diukur, yaitu :
No
|
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Cara Ukur
|
Alat Ukur
|
Hasil Ukur
|
Skala Ukur
|
1
|
Independent
|
|
|
|
|
|
1.1
|
Kimia klinik
|
Pemeriksaan kimia klinik yaitu bilirubin direk,
indirek, total.
|
Obsevasi pendokumentasian
|
Check list
|
Abnormal = 0
Normal = 1
|
Ordinal
|
1.2
|
Serologi
|
Pemeriksaan laboratorium antigen dan antibodi
HBSAg dan HBSantibodi
|
Observasi pendokumentasian
|
Check list
|
Abnormal = 0
Normal = 1
|
Ordinal
|
1.3
|
Hematologi
|
Pemeriksaan laboratorium hemoglobin
|
Observasi pendokumentasian
|
Check list
|
Abnormal = 0
Normal = 1
|
Ordinal
|
2
|
Dependent
|
|
|
|
|
|
2.1
|
Lamanya hari perawatan
|
Pasien yang dirawat di rumah sakit selama
terinfeksi virus hepatitis yang mendapat perawatan di rumah sakit
|
Observasi pendokumentasian
|
Check list
|
1 = < 7 hari
0 = > 7 hari
|
Ordinal
|
2.5. Hipotesis
1.
Ho : Tidak ada pengaruh yang
signifikan antara faktor kimia klinik dengan lamanya hari perawatan pasien
hepatitis yang dirawat di ruang rawat inap RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
Ha : Adanya
pengaruh yang signifikan antara faktor kimia klinik dengan lamanya hari
perawatan pasien hepatitis yang dirawat di ruang rawat inap RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu.
2.
Ho : Tidak ada pengaruh yang
signifikan antara faktor pemeriksaan serologi dengan lamanya hari perawatan
pasien hepatitis yang dirawat di ruang rawat inap RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
Ha : Adanya
pengaruh yang signifikan antara faktor pemeriksaan serologi dengan lamanya hari
perawatan pasien hepatitis yang dirawat di ruang rawat inap RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu.
3.
Ho : Tidak ada pengaruh yang
signifikan antara faktor pemeriksaan hematologi dengan lamanya hari perawatan
pasien hepatitis yang dirawat di ruang rawat inap RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
Ha : Adanya
pengaruh yang signifikan antara faktor pemeriksaan hematologi dengan lamanya
hari perawatan pasien hepatitis yang dirawat di ruang rawat inap RSUD dr. M.
Yunus Bengkulu.
BAB III
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Objek Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di RSUD
dr. M. Yunus Bengkulu dan objek penelitian adalah seluruh pasien hepatitis di
ruang rawat inap penyakit menular dalam tahun 2006.
Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien penderita hepatitis di ruang rawat inap penyakit menular RSUD
dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2006.
Sampel
Penentuan sampel dalam penelitian
ini adalah semua pasien hepatitis di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini secara deskriptif analitik.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data sekunder yang
diperoleh dari Medical Record RSUD
dr. M. Yunus Bengkulu.
Teknik Pengolahan Data
Dalam penelitian ini dianalisa secara :
Analisa Univariat
Analisa yang dilakukan adalah
analisa univariat dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi
dari variabel independent dan variabel dependent.
Analisa Bivariat
Analisa bivariat bertujuan untuk
melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independent dan variabel
dependent dengan menggunakan program software
SPSS for Windows versi 11.0. Uji statistik adalah uji Chi-square (continuity correction).
DAFTAR PUSTAKA
Ali Sulaiman, dkk (1997). Gastroenterologi Hepatologi, Sagung Sento, Jakarta.
Arif Mansjoer. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke 3. Media Aesculapius FKUI. Jakarta.
Brunner dan Suddarth. (2003). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
C.H. Gips. (1989). Diagnosis dan Terapi Penyakit Hati dan Empedu. Hipokrates.
Dinas Kesehatan Propinsi. (2003). Profil Kesehatan Bengkulu tahun 2002.
Bengkulu.
Frances K. Widmonn. (1994). Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9. FKUI/RSCM,
Jakarta.
Marilynn E. Doenges (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC, Jakarta.
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit, Edisi ke 2. EGC, Jakarta.
Sheila Sherlock. (1995). Penyakit Hati dan Sistem Saluran Empedu. Widya Medika, Jakarta.
Speicher, Carle. (1996). Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif. EGC, Jakarta.
Sudjana. (1996). Metoda
Statistik. Tarsito, Bandung.
Sugiono. (2001). Metodologi
Penelitian Administrasi. Alfabeta, Bandung.
Sulistia G. Ganiswara. (1995). Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran.
Universitas Indonesia.
Syaifudin. (1992). Anatomi Fisiologi, EGC, Jakarta.
Sylvia A. Price. (2003). Patofisiologi, Edisi 6. Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
No comments:
Post a Comment