Friday 22 May 2015

PENGARUH FAKTOR NILAI LABORATORIUM KLINIK TERHADAP LAMA HARI PERAWATAN PASIEN HEPATITIS



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Pembangunan kesehatan yang diarahkan kepada peningkatan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat dan dapat menolong dirinya sendiri, pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang secara terus menerus dapat ditingkatkan baik dari aspek jasmani, spiritual, dan kepribadian. Begitu juga halnya dengan program pemberantasan penyakit, salah satu pokok kegiatannya adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri, baik dalam mencegah, ataupun menghilangkan kesakitan, kematian maupun akibat buruk dari suatu infeksi penyakit menular ataupun tidak menular. Dari semua penyakit infeksi, penyakit hepatitis merupakan penyebab kematian nomor sembilan dunia (Depkes RI, 2002).
Hepatitis adalah penyakit radang hati, hati dapat meradang akibat infeksi virus (disebut infeksi virus) atau zat kimia beracun (Willie Japaries, 1991).
Hepatitis virus dapat didefinisikan sebagai suatu infeksi sistemik yang menimbulkan peradangan dan nekrosis sel hati, yang mengakibatkan terjadinya serangkaian kelainan klinik, biokimiawi, imunoserologik dan morfologik. Sebagai penyebabnya saat ini diketahui ada lima (5) jenis virus hepatitis, masing-masing dengan ciri imunoserologik khusus dan sifat epidemiologic yang khas. Kelima jenis virus hepatitis tersebut adalah : Hepatitis Virus A (HVA), Hepatitis Virus B (HVB), Hepatitis Virus C (HVC) : d/n “posttransfusion/parential” Non A Non B hepatitis), Hepatitis D (HDV), Hepatitis E (HEV) : d/n “epidemic/ entral/enterically-transmitted” Non A Non B hepatitis) (H. Ali Sulaiman).
Untuk memastikan seseorang terinfeksi virus hepatitis, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan laboratorium klinik merupakan faktor penentu dalam menilai kondisi perjalanan penyakit dari penyakit hepatitis dan juga merupakan faktor pertimbangan dalam pemulangan pasien. Pemeriksaan laboratorium klinik yang diperlukan adalah pemeriksaan kimia klinik yaitu pemeriksaan darah dengan menggunakan zat kimia, pemeriksaan serologi yaitu pemeriksaan antigen dan antibodi, pemeriksaan hematologi yaitu pemeriksaan darah, hemoglobin dan leukosit.
Lama perawatan pasien hepatitis berparlasi, ada yang cepat dan ada yang lama. Pedoman pemulangan pasien hepatitis harus diketahui perawat, pedomannya adalah : gejala fisik atau klinis sudah menghilang atau berkurang, gejala laboratories menunjukkan perbaikan. Gejala laboratories biasanya tidak harus menunggu sampai dengan menjadi normal betul pasien sudah dipulangkan, oleh sebab itu saya menulis skripsi ini dengan pertanyaan kapankah pasien hepatitis sebaiknya dipulangkan dengan mengingat bahwa pertimbangan klinis dan laboratories sudah membaik, walaupun saya mengetahui bahwa sakit hepatitis kebanyakan sifatnya kronis sehingga pasien tidak perlu berlama-lama istirahat di rumah sakit cukup istirahat di rumah.
Selain itu adanya peningkatan kasus pasien hepatitis 2 tahun terakhir yang dirawat di ruang melati RSUD dr. M. Yunus Bengkulu serta rata-rata penderita hepatitis dirawat dengan hari yang bervariasi berkisar dari satu minggu sampai empat bulan, bahkan bisa lebih dari empat bulan. Hal ini ditentukan dari keparahan penyakit hepatitis tersebut dan dari ketiga pemeriksaan laboratorium klinis di atas sangat mempengaruhi lamanya hari perawatan.
Selain pemeriksaan laboratorium itu dan adanya peningkatan penderita hepatitis pada tahun 2005 sebanyak 34 orang pasien yang dirawat, kemudian pada tahun 2006 sebanyak 81 orang yang dirawat dan pada tahun 2006 ini penyakit dari hepatitis sudah menduduki urutan ke-16 setelah penyakit diabetes melitus. Penyakit yang menduduki urutan pertama adalah diare dan gastrointestinal, malaria, despepsia, demam tifoid, kemudian anemia menduduki urutan yang kelima (Data Medical Record RSUD dr. M. Yunus Bengkulu).
Pada umumnya rata-rata dirawat pada pasien hepatitis berkisar 6-7 hari. Ini ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium klinik, hari perawatan bisa lebih dari 6-7 hari tergantung dari keparahan penyakit yang dibuktikan dari hasil laboratorium klinik.
Berdasarkan uraian nilai laboratorium klinik dan data Medical Record RSUD dr. M. Yunus Bengkulu tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Faktor Nilai Laboratorium Klinik Terhadap Lama Hari Perawatan Pasien Hepatitis di Ruang Rawat Inap Melati RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu”.
1.2.  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah penelitian adalah apakah ada pengaruh faktor-faktor nilai laboratorium klinik terhadap lama hari perawatan pasien hepatitis di ruang rawat inap melati RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu.

1.3.  Tujuan Penelitian
1.3.1.      Tujuan Umum
Untuk mempelajari pengaruh faktor nilai laboratorium klinik terhadap lama hari perawatan pasien hepatitis di ruang rawat inap melati RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu.
1.3.2.      Tujuan Khusus
1.      Untuk mengetahui nilai laboratorium kimia klinik pasien hepatitis yang dirawat di Ruang Rawat Inap Melati RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu.
2.      Untuk mengetahui nilai laboratorium serologi pasien hepatitis yang dirawat di Ruang Rawat Inap Melati RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu.
3.      Untuk mengetahui nilai laboratorium hematologi pasien hepatitis yang dirawat di Ruang Rawat Inap Melati RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu.
4.      Untuk mengetahui lama hari perawatan pasien hepatitis yang dirawat di Ruang Rawat Inap Melati RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu.
5.      Untuk mengetahui pengaruh nilai laboratorium kimia klinik yang berpengaruh terhadap lamanya hari perawatan pasien di Ruang Rawat Inap Melati RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu.
6.      Untuk mengetahui pengaruh nilai laboratorium serologi yang berpengaruh terhadap lamanya hari perawatan pasien di Ruang Rawat Inap Melati RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu.
7.      Untuk mengetahui pengaruh nilai laboratorium hematologi yang berpengaruh terhadap lamanya hari perawatan pasien di Ruang Rawat Inap Melati RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu

1.4.  Manfaat Penelitian
1.4.1.      Bagi RSUD dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu
Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
1.4.2.      Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian berikutnya yang sejenis.
1.4.3.      Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat terutama keluarga yang menderita penyakit hepatitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.   Hepatitis
2.1.1.   Definisi
Hepatitis virus adalah radang hati yang disebabkan oleh virus, tetapi dapat juga disebabkan oleh zat-zat toxic (Ngastiyah, 2005).
Hepatitis virus dapat didefinisikan sebagai suatu infeksi sistemik yang menimbulkan peradangan dan nekrosis sel hati, yang mengakibatkan terjadinya serangkaian kelainan klinik, biokimiawi, imunoserologik dan morfologik (H. Ali Sulaiman, 1997).
Hepatitis adalah penyakit radang hati, hati dapat meradang akibat infeksi virus (disebut infeksi virus), zat kimia beracun) (Willie Japries, 1991).

2.1.2.   Etiologi
Terdapat empat jenis virus hepatitis yaitu :
1.      Virus A penyebab dari hepatitis A atau dikenal dengan hepatitis infeksiosa.
2.      Virus B penyebab dari hepatitis B atau serum hepatitis atau disebut ikterius serum hemologik.
3.      Virus lain ialah virus non A, dan Non B yang sering dijumpai pada pasien pasca transfusi.
4.      Virus C, dan lain-lain.
Diantara keempat virus tersebut yang paling berbahaya adalah virus hepatitis B, karena virus ini intinya dapat menyatu dengan inti sel hati dan hal itu memungkinkan terjadinya keganasan atau kanker hati di kemudian hari (Ngastiyah, 2005).

2.1.3.   Patologi Hati
Patologi dasar hepatitis virus A, B dan non A, non B sebenarnya identik. Lesi esensial adalah peradangan akut ke seluruh hati. Nekrosis sel disertai dengan infiltrasi dan reaksi leukositik dan histiositik. Sel hati yang bertahan hidup mempertahankan glikogennya. Perubahan perlemakan jarang terjadi. Bisa terlihat fokal-fokal bercak-bercak. Proliferasi ductus bilifer biasa terjadi dan kerusakan bias terjadi dan gambaran gangguan kadang-kadang ditemukan, hepatitis ditemukan bahkan sebelum berkembangnya ikterus.
Jalinan retikulin biasanya terlindung baik, bahkan dalam tengah-tengah disorganisasi hebat. Jalinan ini memberikan jalan sewaktu sel hati beregenerasi. Sel radang hilang bertahap dari zona porta dan beberapa jaringan ikat porta yang baru sering dapat ditemukan selama berbulan-bulan. Selama pemulihan, aktivitas retikulo-endotel meningkat seluruhnya, jelas fenomena scavenger terlihat peningkatan ringan dalam lemak yang dapat diwarnai (Sheila Sherlock, 1989).

2.1.4.   Patofisiologi
Virus dapat masuk ke aliran darah dengan inokulasi langsung melalui membran mukosa atau merusak kulit untuk mencapai hati. Di hati replikasi perlu inkubasi 6 minggu sampai 6 bulan sebelum penjamu mengalami gejala, tingkat kerusakan hati, dan hubungannya dengan demam yang diikuti ruam, kekuningan, atritis, nyeri perut dan mual. Pada kasus yang ekstrem, dapat terjadi kegagalan hati diikuti dengan ensepalopati, mortalitas dikaitkan dengan keparah mendekati 50% (Brunner dan Suddarth, 2001).

2.1.5.   Gambaran Klinis
Menurut Ngastiyah (2005) gambaran klinis hepatitis ini dibagi dalam tiga stadium, yaitu :
1.     Stadium praikterik berlangsung 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri pada otot, dan ngeri di perut kanan atas. Urin menjadi lebih coklat.
2.     Stadium ikterik yang berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada sclera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang, tetapi pasien masih lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda, hati membesar dan nyeri tekan.
3.     Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warnaurin dan tinja menjadi normal lagi. Penyembuhan pada anak-anak lebih cepat dari pada orang dewasa, yaitu pada akhir bulan kedua, karena penyebab yang biasanya berbeda.
Gambaran klinis hepatitis virus bervariasi, mulai dari yang tidak merasakan apa-apa atau yang hanya mempunyai keluhan sedikit saja sampai keadaan yang berat, bahkan koma dan kematian dalam beberapa hari saja.
Pada golongan hepatitis inapparent, tidak ditemukan gejala. Hanya diketahui jika dilakukan pemeriksaan faal hati (peningkatan serum transaminase) dan biopsy menunjukkan kelainan.
Pada hepatitis anikterik, keluhan sangat ringan dan samar-samar, umumnya anoreksia dan gangguan pencernaan. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan hiperbilirubinemia ringan dan bilirubinuria. Urin secara makroskopik berwarna seperti teh tua dan apabila dikocok akan memperlihatkan busa berwarna kuning kehijauan (Ngastiyah, 2005).

2.1.6.   Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan adanya anti HAV IgM dalam serum yang menunjukkan adanya infeksi hepatitis A yang masih baru terjadi anti HAV IgE tidak mempunyai nilai diagnostic karena positif pada hampir semua orang dewasa. Adanya anti IgE menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah terinfeksi hepatitis A kebal untuk infeksi berikutnya.

2.1.7.   Pemeriksaan Laboratorium
1.    Tes Fungsi Hati
Kelainan pertama yang terlihat adalah bilirubin dalam urine, bahkan dapat terlihat sebelum ikterus timbul. Juga bilirubinuria timbul sebelum kenaikan bilirubin dalam serum dan kemudian ini menghilang dalam urine, walaupun bilirubin serum masih positif. Urobilinogen dalam urine dapat timbul pada akhir fase preikterus. Pada waktu ikterus sedang menaik, terdapat sangat sedikit bilirubin dalam intestine, sehingga urobilinogen menghilang dalam urine.
2.    Pemeriksaan darah
Yang penting adalah perlu diamati serum bilirubin, SGOT, SGPT, dan asam empedu, seminggu sekali selama dirawat di RS.
Pada masa preikterik hanya ditemukan kenaikan dari bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk), walaupun bilirubin total masih dalam batas normal.
Pada minggu pertama dari fase ikterik, terdapat kenaikan kadar serum bilirubin total (baik yang terkonjugasi maupun yang tidak terkonjugasi). Kenaikan kadar bilirubin bervariasi antara 6-12 mg%, tergantung dari berat ringannya penyakit. Bila diikuti setiap hari terus menerus maka kadar bilirubin total terus meningkat selama 7-10 hari. Umumnya kadar bilirubin mulai menurun setelah minggu kedua dari fase ikterik (Sujono Hadi, 2002).

2.1.8.   Nilai Laboratorium Klinik Normal
Pemeriksaan laboratorium klinik yang diperlukan adalah :
Pemeriksaan A : Kimia klinik yaitu pemeriksaan :
a.       Bilirubin total, nilai normal (0,1-1,2 mg/100 ml)
b.      Bilirubin direk, nilai normal (< 0,25 mg/100 ml)
c.       Bilirubin indirek, nilai normal (< 0,6 mg/dl)
d.      SGOT, nilai normal (< 35 unit/l)
e.       SGPT, nilai normal (< 41 unit/l)
f.       LDH, nilai normal (80-240 unit/l)
g.      Bilirubin urin, nilai normal (-) negatif.
Pemeriksaan B : Serologi (pemeriksaan antigen dan anti bodi)  :
a.    HBSAg                         negatif (-)
b.    HBS Antibodi   positif (+)
Pemeriksaan C : Hematologi
a.       Hemaglobin                      nilai normal (12-16/14-18 gr/100 ml)
b.      Lekosit                             nilai normal (4-10 ribu/mm3)
(Mansjoer, 1999)

2.1.9.   Klasifikasi Berbagai Bentuk Hepatitis
1.    Hepatitis Sembuh Sendiri Klasik
(Zelfbegrenzende hepatitis)
Hepatitis yang dapat sembuh dengan sendirinya adalah hepatitis akut tanpa komplikasi atau hepatitis kronik lobular (HKL). Secara histopatologik, kelainan-kelainan ini ditandai oleh kerusakan sel secara satu-satu yang tersebar merata diparenkim; kadang-kadang terdapat sedikit perembetan ke lempeng-batas (grensplaten) oleh infiltrate inflamatis tanpa terjadinya nekrosis piece-meal yang sejati. Prognosis ditandai oleh kesembuhan atau perjalanannya yang kronik yang tidak berakhir dengan sirosis, yang antara lain dapat bertindak sebagai etiologi adalah kepekaan terhadap obat atau virus.

2.    Hepatitis Kronik Persisten (HKP)
HKP ditandai dengan infiltrat-infiltrat monulir yang berdesintasi tinggi yang terdapat di daerah-daerah porta yang disertai atau tidak disertai kerusakan sel secara satu-satu parenkim. Kadang-kadang terjadi perembetan infiltrate inflamatif ke berbagai lempeng-lempeng batas (grensplaten), bahkan kadang-kadang dapat ditemukan nekrosis piece meal. Yang tercakup dalam kelompok hepatitis ini antara lain adalah HKP (dalam arti sempit) yang ditandai oleh perjalanan yang kronik yang tidak mengakibatkan sirosis serta hepatitis kronik aktif yang sedang dalam fase tenang yang bisa atau tidak bisa dipengaruhi oleh prednisone. HKP banyak yang dilatarbelakangi oleh hepatitis virus terutama ialah hepatitis virus-B, sedangkan yang dilatarbelakangi oleh hypersensitive  terhadap obat hanya sedikit. Atas dasar pola pembagian antigen virus, kasus-kasus HKP yang disebabkan oleh virus hepatitis virus-B terbagi menjadi HKP dalam arti kata sempit (pembawa = carrier) dan HKP yang berada dalam fase tenang.

3.    Hepatitis Kronik Aktif (HKA)
HKA ditandai oleh satu pembesaran didaerah porta, yang secara histopatologik penting adalah nekrosis piece meal (NPM) : perembetan infiltrate dapam panrekin di zona 1 asinus serta kerusakan sel secara satu-satu di zona yang sama, karena pajangan dari daerah porta menjadi besar dengan cara mengorbankan bagian afinus yang di sekitarnya, maka dapatlah penjembatan porto portal. Prognosis kasus yang tidak mendapat pengobatan ditandai dengan perjalanannya yang kronik progresif yang bisa berkembang menjadi sirosis makronodula.  

4.    Hepatitis Kolestatik
Tanpa melihat etiologi hepatitis akut, penumpukan pigmen empedu dan kemandegan cairan di kanalikulus yang ditimbulkan oleh reaksi di parenkim dan perubahan metabolik di sel dapat dianggap sebagai gejala. Pada hepatitis sembuh sendiri yang eviden, kolestatis tidak berperan sebagai etiologi, patogenesis dan prognesis. Kolestatis yang dapat berperan adalah kolestatis yang jelas selain dapat terjadi pada hepatitis A, juga relatif sering terdapat pada hypersensitive terhadap obat. Gambaran histologik kolestatis di atas hampir-hampir tidak bisa diperbedakan dengan kolestatis yang ekstrahepatik, dibandingkan dengan kemungkinan-kemungkinan yang diperoleh dengan diagnostik-klinik modern, suatu biopsy pada HKA kurang penting (C.H. Gips, 1995).

2.1.10.  Pengobatan / Penatalaksanaan
Terdiri dari istirahat, diet dan pengobatan medikamentosa :
1.    Istirahat. Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Kekecualian diberikan pada mereka dengan umur tua dan keadaan umumnya buruk.
2.    Diet. Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah-muntah, sebaiknya diberikan infus. Jika sudah tidak mual lagi, berikan makanan yang cukup kalori (30-35 kalori/kg, BB) dengan protein cukup (1 g/kg BB). Pemberian lemak sebenarnya tidak perlu dibatasi, dulu ada kecenderungan untuk membatasi lemak, karena disamakan dengan penyakit kandung empedu, dapat diberikan diet hati II-III.


3.    Medika mentosa
a.   Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan bilirubin darah, kortikosteroid dapat digunakan pada kolestatis yang berkepanjangan, dimana transminase serum sudah kembali normal, tetapi bilirubin masih tinggi. Pada keadaan ini dapat diberikan prednisone 3 x 10 mg selama 7 hari kemudian dilakukan tapering off.
b.   Berikan obat-obatan yang melindungi hati.
c.   Antibiotik tidak jelas kegunaannya, cholestasis.
d.  Jangan berikan antiemetic. Jika perlu sekali dapat diberikan golongan fenotiazin.
e.   Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan, bila pasien dalam keadaan prekoma atau koma, penanganan seperti pada koma hepatica.

2.1.11.  Pencegahan
Virus diekskresi dalam tinja selama 2 minggu sebelum pasien menunjukkan tanda ikterus, sehingga virus ini sudah menyebar sebelum diagnosis ditegakkan, karenanya isolasi pasien terhadap sekitarnya tidak mempengaruhi penyebaran penyakit ini.
Immune Serum Globulin (ISG) harus diberikan pada orang-orang yang berhubungan erat dengan pasien. Bila mungkin orang-orang ini diperiksa lebih dulu ada tidaknya anti HAV. Bila (+) ISG tidak perlu diberikan.
Bilamana ditemukan sumber infeksi seperti makanan, minuman atau air, semua orang yang terpapar harus di ISG, terutama pada wabah yang terjadi di sekolah, rumah sakit, penjara, dan lain-lain (Ali Sulaiman, 1997).

2.1.12. Hubungan Faktor Nilai Laboratorium Klinik Terhadap Lamanya Hari Perawatan Pada Pasien Hepatitis.
Hepatitis mengacu pada adanya peradangan hati, patologi dapat disebabkan oleh zat kimia atau infeksi. Penyebab infeksi meliputi banyak agens yang dapat menyebabkan kerusakan dan peradangan (Brunner dan Suddarth, 2001).
Pada pasien hepatitis, biasanya mengalmi gejala seperti sakit kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri pada otot dan nyeri pada perut kanan atas, kemudian urin menjadi lebih coklat. Pada umumnya gejala umum ini muncul pada penderita hepatitis, tetapi tidak semua gejala ini terlihat seperti pada pasien hepatitis B. Gejala yang timbul sangat bervariasi ada yang ringan dan ada juga yang sangat hebat hingga membawa maut. Satu-satunya untuk memastikan adanya virus hepatitis dengan melakukan pemeriksaan laboratorium. Rata-rata lama dirawat pada pasien hepatitis adalah 6-7 hari (Marilynn E, Doenges, 1999).

2.2.   Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hepatitis (Doenges, 1999)
2.2.1.  Dasar Data Pengkajian
Data tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan hati :
1.   Aktivitas/istirahat
Gejala   :  Kelemahan, kelelahan, malaise umum.
2.   Sirkulasi
Tanda   :  Bradikardia (hiperbilirubinemia berat)
                Ikterus pada sclera, kulit, membran mukosa.
3.   Eliminasi
Gejala   :  Urine gelap
                Diare/konstipasi; feses warna tanah liat.
                Adanya/berulangnya hemodialisis.
4.   Makanan / cairan
Gejala   :  Hilang nafsu makan (anoreksia), penurunan berat badan atau (edema), mual/muntah
Tanda   :  Asites
5.   Neurosensori
Tanda   :  Peka rangsang, cenderung tidur, letargi, astriksia
6.   Nyeri / kenyamanan
Gejala   :  Keram abdomen, nyeri tekan pada kuadran kanan atas.
                Miolgia, artralgia, sakit kepala
                Gatal (pruritus)
Tanda   :  Otot tegang, gelisah.
7.   Pernapasan
Gejala   :  Tidak minat/enggan merokok (perokok)
8.   Keamanan
Gejala   :  Adanya transfusi darah/produk darah
Tanda   :  Demam
                Urtikaria, lesi makulopapular, eritema tak beraturan.
Tanda   :  Eksaserbasi jerawat
                Angioma jaring-jaring, eritema palmar, ginekomastia (kadang-kadang ada pada hepatitis alkoholik)
                Splenomeglai, pembesaran nodus servikal posterior.

2.2.2.  Prioritas Keperawatan
1.    Mempertahankan nutrisi adekuat
2.    Mencegah komplikasi
3.    Meningkatkan konsep diri, penerimaan situasi
4.    Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis, potensi komplikasi dan kebutuhan pengobatan.

2.2.3.  Diagnosa Keperawatan
1.   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan kalori / status hipermetabolik
2.   Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare.
3.   Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat dan depresi imun.
4.   Resiko tinggi terhadap integritas jaringan berhubungan dengan zat kimia : akumulasi garam empedu dalam jaringan.
5.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum; penurunan ketahanan otot.



2.2.4.   Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Kriteria
Intervensi
Rasional
1
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan kalori

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi klien dapat teratasi dengan baik.
-  Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan/ mempertahankan berat badan yang sesuai
-  Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi
Mandiri :
-  Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan sedikit dalam frekuensi sering dan tawarkan makan pagi paling besar.


-  Berikan perawatan mulut sebelum makan.
-  Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.
-  Dorong pemasukan sari jeruk, minuman karbonat dan permen berat sepanjang hari.

Kolaborasi :
-  Konsul pada ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan pasien, dengan masukan lemak dan protein sesuai toleransi.



-  Awasi glukosa darah

-  Berikan obat sesuai indikasi :
§ Antiemetik, contoh metalopremide (reglan), trimetobenzomid (tigam)



§ Antasida, contoh Mylanta, titralak.

§ Vitamin contoh B kompleks, C. tambahan diet lain sesuai indikasi.
-  Berikan tambahan makanan/nutrisi dukungan total bila dibutuhkan


-  Makan banyak, sulit untuk mengatur bila pasien anoreksia. Anoreksia juga paling buruk selama siang hari, membuat masukan makanan yang sulit pada sore hari.
-  Menghilangkan rasa tak enak dapat meningkatkan nafsu makan.
-  Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan.
-  Bahan ini merupakan ekstra kalori dan dapat lebih mudah dicerna/toleran bila makanan lain tidak.


-  Berguna dalam membuat program diet untuk memenuhi kebutuhan individu. Metabolisme lemak bervariasi tergantung pada produksi dan pengeluaran empedu dan perlunya pembatasan masukan lemak bila terjadi diare.
-  Hiperglikemia/hipoglikemia dapat terjadi, memerlukan perubahan diet atau pemberian insulin.
-  Diberikan ½ jam sebelum makan, dapat menurunkan mual dan meningkatkan toleransi pada makanan. Catatan : compozine dikontraindikasikan pada penyakit hati.
-  Kerja pada asam gaster, dapat menurunkan iritasi/resiko perdarahan.
-  Memperbaiki kekurangan dan membantu proses penyembuhan.
-  Mungkin perlu untuk memenuhi kebutuhan kalori bila tanda kekurangan terjadi/gejala memanjang.

2
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam resiko tinggi kekurangan cairan dapat teratasi dengan baik

-  Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil
-  Turgor kulit baik
-  Pengisian kapiler
-  Nadi perifer baik
-  Haluaran urin individu sesuai
Mandiri
-  Awasi masukan dan haluaran, bandingkan dengan berat badan harian. Catat kehilangan melalui usus, contoh muntah dan diare.







-  Kaji tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
-  Periksa asites atau pembentukan edema. Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi
-  Biarkan pasien menggunakan lap katun/spon dan pembersih mulut untuk sikat gigi.
-  Observasi tanda perdarahan terus menerus dari gusi/bebas injeksi.

Kolaborasi :
-  Awasi nilai laboratorium, contoh Hb/Ht, Na+, albumen, dan waktu pembekuan.
-  Berikan cairan IV (biasanya glukosa) elektrolit :
§ Protein hidroliset ;
§ Vitamin K ;
§ Antasida/reseptor H2 antagonis, contoh simetidin (Tagamet)
§ Obat-obat anti diare, misal : defemoksilat dan atripin (lomotil)
§ Plasma beku segera (fresh frozen plasma/FFP)



-  Memberikan informasi tentang kebutuhan penggantian/efek terapi, catatan : diare dapat berhubungan dengan respons terhadap infeksi dan mungkin terjadi sebagai masalah yang lebih serius dari obstruksi aliran darah portal dengan kongesti vaskuler pada traktur GI/sebagai hasil penggunaan obat (neomycin) laktosa untuk menurunkan kadar ammonia serum pada adanya ensepalopati hepatik.
-  Indikator volume sirkulasi/perfusi


-  Menurunkan kemungkinan perdarahan ke dalam jaringan
-  Menghindari trauma dan peradangan gusi
-  Kadar protombin dan waktu koagulasi memanjang bila observasi vitamin K terganggu pada traktus EI dan sintesis protrombin menurun karena mempengaruhi hati.
-  Menunjukkan hidrasi dan mengidentifikasi retensi natrium/kadar protein yang dapat menimbulkan pembentukan edema.
-  Memberikan cairan dan penggantian elektrolit.
-  Memperbaiki kekurangan albumen/ protein dapat membantu mengembalikan cairan dari jaringan ke sistem sirkulasi.
-  Karena observasi terganggu, penambahan dapat mencegah masalah koagulasi, yang dapat terjadi bila faktor pembekuan/waktu protrombin ditekan.
-  Menetralisir/menurunkan sekresi gaster untuk merendahkan resiko iritasi/ perdarahan gaster.
-  Mengurangi kehilangan cairan/ elektrolit dari saluran GI
-  Mungkin diperlukan untuk menggantikan faktor pembekuan pada adanya defek koagulasi.

3
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat dan depresi imun

Resiko tinggi terhadap infeksi teratasi
-  Menyatakan pemahaman penyebab individu/ faktor resiko
-  Menunjukkan teknik; melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari infeksi ulang/ transmisi orang lain
Mandiri :
-  Lakukan teknik isolasi untuk infeksi enterik dan pernapasan sesuai kebijakan rumah sakit; termasuk cuci tangan efektif.
-  Awasi/batasi pengunjung sesuai indikasi.

-  Jelaskan prosedur isolasi pada pasien/ orang terdekat.


-  Berikan tentang adanya gama globulin, ISG, HBIG, vaksin hepatitis B (Recombivax HB, Engerix-B) melalui departemen kesehatan atau dokter keluarga.
-  Berikan  obat sesuai indikasi
§ Obat antivirus : vidoralum (vira-a), asiklovir (Zovirax).
§ Interferon alfa-2B (Intron-A)

§ Antibiotik tepat untuk agen pencegahan (contoh, gram negatif, bakteri anaerob), atau proses sekunder


-  Mencegah transmisi virus ke orang lain melalui cuci tangan efektif dalam mencegah infeksi virus.

-  Pasien terpajan terhadap proses infeksi (khususnya respiratorius) potensial, resiko komplikasi sekunder.
-  Pemahaman alasan untuk perlindungan diri mereka sendiri dan orang lain dapat mengurangi perasaan isolasi dan stikma.
-  Efektif dalam mencegah hepatitis virus pada orang yang terpajan, tergantung tipe hepatitis dan periode inkubasi.



-  Berguna untuk pengobatan hepatitis kronis aktif.
-  Efektif pada pengobatan penyakit hati, sehubungan dengan HCV
-  Pengobatan hepatitis bacterial, atau untuk mencegah/membatasi infeksi sekunder

4
Resiko tinggi terhadap integritas jaringan berhubungan dengan zat kimia : akumulasi garam empedu dalam jaringan

Resiko tinggi terhadap jaringan dapat diatasi dalam 2 x 24 jam
-  Menunjukkan jaringan/kulit utuh, bebas ekskresi ASI.
-  Melaporkan tak ada penurunan pruritus/lecet
Mandiri :
-  Gunakan air dingin dan soda kue atau mandi kanji, hindari sabun alkali. Berikan minyak kelamin sesuai indikasi.
-  Anjurkan menggunakan buku-buku jari untuk menggarus jika tak terkontrol
-  Berikan masase pada waktu tidur.

-  Hindari komentar tentang penampilan pasien

Kolaborasi :
-  Berikan obat sesuai indikasi
§ Antihistamin, contoh : metdilazin (tacaryl) : difenhidramin (Benadryl)

§ Antilipemik, contoh kolestramin (Questran)

-  Mencegah kulit kering berlebihan, memberikan penghilangan gatal


-  Menurunkan potensial cidera kulit

-  Bermanfaat dalam meningkatkan tidur dengan menurunkan iritasi kulit
-  Meminimalkan struktur psikologis sehubungan dengan perubahan kulit.



-  Menghilangkan gatal. Catatan : gunakan terus menerus pada penyakit hepatik berat.
-  Mungkin digunakan untuk asam empedu pada usus dan mencegah absorpsinya. Catat efek samping mual dan konstipasi.

5
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan kekuatan otot
Intoleransi aktifitas dapat diatasi dalam waktu 2 x 24 jam
-  Menyatakan pemahaman situasi/faktor resiko dan program pengobatan individu
-  Menunjukkan teknik/perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas
-  Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktifitas

Mandiri :
-  Tingkatkan tirah baring/duduk, berikan lingkungan tenang; batasi pengunjung sesuai keperluan.



-  Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit dengan baik.


-  Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi
-  Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentang gerak sendi pasif/aktif

-  Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contoh relaksasi progresif. Visualisasi, bimbingan imajinasi, berikan aktivitas hiburan yang tepat, contoh TV, radio, membaca.
-  Awasi terulangnya anoreksia dan nyeri tekan pembesaran hati

Kolaborasi :
-  Berikan antidote atau bantu dalam proses sesuai indikasi (contoh lavase, katarsir, hiperventilasi) tergantung pada pemajanan.
-  Berikan obat sesuai indikasi; sedative, agen antiansietas, contoh diazepam (valium); lorazepam (ativan)

-  Awasi kadar enzim hati


-  Meningkatkan istirahat dan ketenangan. Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan. Aktifitas dan posisi duduk tegak diyakini dapat menurunkan aliran darah ke kaki yang mencegah sirkulasi optimal ke sel hati.
-  Meningkatkan fungsi pernafasan dan minimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.
-  Memungkinkan periode istirahat tanpa gangguan.
-  Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktifitas yang mengganggu periode istirahat
-  Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian, dan dapat meningkatkan koping.

-  Menunjukkan kurangnya resulasi/ desaserbasi penyakit, memerlukan istirahat lanjut, mengganti program terapi.
-  Membuang agen penyebab pada hepatitis toksik dapat membatasi derajat kerusakan jaringan.

-  Membantu dalam manajemen kebutuhan tidur, cabut : penggunaan barbiturate dan tranquilizer seperti compazine.
-  Membantu menentukan kadar aktivitas tepat, sebagai peningkatan prematur pada potensial resiko berulang.




2.3.   Kerangka Konsep
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, dapat diambil kesimpulan suatu rumusan, kerangka konsep sebagai berikut :
Nilai Laboratorium Klinis dari :
-      Kimia klinik
-      Serologi
-      Hematologi
 
         Variabel Bebas/Independent                      Variabel Terikat/Dependent


 




2.4.   Definisi Operasional
Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka variabel-variabel yang akan diukur, yaitu :
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1
Independent





1.1
Kimia klinik
Pemeriksaan kimia klinik yaitu bilirubin direk, indirek, total.
Obsevasi pendokumentasian
Check list
Abnormal = 0
Normal = 1
Ordinal
1.2
Serologi
Pemeriksaan laboratorium antigen dan antibodi HBSAg dan HBSantibodi
Observasi pendokumentasian
Check list
Abnormal = 0
Normal = 1
Ordinal
1.3
Hematologi
Pemeriksaan laboratorium hemoglobin

Observasi pendokumentasian
Check list
Abnormal = 0
Normal = 1
Ordinal
2
Dependent





2.1
Lamanya hari perawatan
Pasien yang dirawat di rumah sakit selama terinfeksi virus hepatitis yang mendapat perawatan di rumah sakit
Observasi pendokumentasian
Check list
1 = < 7 hari
0 = > 7 hari
Ordinal
2.5.   Hipotesis
1.      Ho  :  Tidak ada pengaruh yang signifikan antara faktor kimia klinik dengan lamanya hari perawatan pasien hepatitis yang dirawat di ruang rawat inap RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
Ha  :  Adanya pengaruh yang signifikan antara faktor kimia klinik dengan lamanya hari perawatan pasien hepatitis yang dirawat di ruang rawat inap RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
2.      Ho  :  Tidak ada pengaruh yang signifikan antara faktor pemeriksaan serologi dengan lamanya hari perawatan pasien hepatitis yang dirawat di ruang rawat inap RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
Ha  :  Adanya pengaruh yang signifikan antara faktor pemeriksaan serologi dengan lamanya hari perawatan pasien hepatitis yang dirawat di ruang rawat inap RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
3.      Ho  :  Tidak ada pengaruh yang signifikan antara faktor pemeriksaan hematologi dengan lamanya hari perawatan pasien hepatitis yang dirawat di ruang rawat inap RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
Ha  :  Adanya pengaruh yang signifikan antara faktor pemeriksaan hematologi dengan lamanya hari perawatan pasien hepatitis yang dirawat di ruang rawat inap RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.



BAB III
METODE PENELITIAN

            Lokasi dan Objek Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu dan objek penelitian adalah seluruh pasien hepatitis di ruang rawat inap penyakit menular dalam tahun 2006.

            Populasi dan Sampel
                     Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien penderita hepatitis di ruang rawat inap penyakit menular RSUD dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2006.

                     Sampel
Penentuan sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien hepatitis di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.

            Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini secara deskriptif analitik.


            Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Medical Record RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.

            Teknik Pengolahan Data
Dalam penelitian ini dianalisa secara :
                     Analisa Univariat
Analisa yang dilakukan adalah analisa univariat dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi dari variabel independent dan variabel dependent.

                     Analisa Bivariat
Analisa bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independent dan variabel dependent dengan menggunakan program software SPSS for Windows versi 11.0. Uji statistik adalah uji Chi-square (continuity correction).




DAFTAR PUSTAKA

Ali Sulaiman, dkk (1997). Gastroenterologi Hepatologi, Sagung Sento, Jakarta.

Arif Mansjoer. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke 3. Media Aesculapius FKUI. Jakarta.

Brunner dan Suddarth. (2003). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

C.H. Gips. (1989). Diagnosis dan Terapi Penyakit Hati dan Empedu. Hipokrates.

Dinas Kesehatan Propinsi. (2003). Profil Kesehatan Bengkulu tahun 2002. Bengkulu.

Frances K. Widmonn. (1994). Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9. FKUI/RSCM, Jakarta.

Marilynn E. Doenges (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC, Jakarta.

Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit, Edisi ke 2. EGC, Jakarta.

Sheila Sherlock. (1995). Penyakit Hati dan Sistem Saluran Empedu. Widya Medika, Jakarta.

Speicher, Carle. (1996). Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif. EGC, Jakarta.

Sudjana. (1996). Metoda Statistik. Tarsito, Bandung.

Sugiono. (2001). Metodologi Penelitian Administrasi. Alfabeta, Bandung.

Sulistia G. Ganiswara. (1995). Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia.

Syaifudin. (1992). Anatomi Fisiologi, EGC, Jakarta.

Sylvia A. Price. (2003). Patofisiologi, Edisi 6. Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Willie Japaries. (1992). Kesehatan Popular Hepatitis. Arcan, Jakarta.

No comments:

Post a Comment